Kita sedang bersiap menghadapi bonus demografi---masa ketika mayoritas penduduk berada pada usia produktif. Tapi bonus ini hanya benar-benar menjadi berkah jika kualitas manusianya memadai. Kalau tidak, justru bisa berubah menjadi beban sosial. Itulah sebabnya, keberpihakan APBN pada gizi dan pendidikan bukan pilihan, tapi keharusan.
Semua Bisa Terlibat
Tentu, tugas membangun SDM tidak bisa diserahkan pada negara saja. Masyarakat, orang tua, guru, kader posyandu, dan bahkan kita yang membaca tulisan ini pun bisa ikut ambil bagian. Entah dengan mengedukasi lingkungan sekitar soal pentingnya gizi anak, mendukung sekolah-sekolah lokal, atau sekadar tidak abai terhadap isu stunting dan pendidikan di berita harian.
Apa yang ditanam hari ini akan dituai esok. Ketika APBN digunakan untuk membiayai makanan tambahan di posyandu, membangun ruang kelas baru, atau melatih guru menjadi lebih profesional, sesungguhnya negara sedang menyiapkan masa depan. Karena masa depan itu tidak dibangun di gedung-gedung tinggi, tapi dimulai dari rahim, dari sendok makan balita, dari suara guru di ruang kelas kecil.
Dan pada akhirnya, APBN bukan cuma soal pembangunan fisik. Di balik angka dan tabel, ada wajah anak-anak Indonesia yang tumbuh sehat dan cerdas berkat investasi negara sejak mereka dalam kandungan hingga duduk di bangku sekolah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI