Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Isteriku Menangis Semalam

9 Januari 2014   09:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isteriku terpeleset di tangga rumah semalam. Aku tak menduga lukanya sangat parah. Tulang jari kelingking kakinya patah hingga menembus daging pembungkus. Isteriku pun meneteskan air matanya. Aku bergegas membawa isteriku ke rumah sakit terdekat. Kubawa pula Akhtar, puteraku, yang sesungguhnya belum pulih dari sakitnya.

Aku membawa isteriku ke UGD. Perawat rumah sakit dengan sigap menangani isteriku, sementara aku mengurus administrasi. Saat itulah aku mendengar suara tangis seorang perempuan. Sumbernya dari ruang dokter jaga di dekat meja administrasi.

Sepertinya perempuan itu kehilangan orang yang disayanginya. Sementara sang dokter berusaha menenangkan perempuan itu.

Aku kemudian bergegas menuju ruang isteriku ditempatkan, sambil melihat beberapa pasien di ruang UGD. Ini bukan pertama kali aku berada di ruang ini. Dan setiap kali berada di ruang ini aku seperti mendapat terapi ruhani tentang arti kesehatan, keselamatan mengemudi, gaya hidup, dan yang paling penting adalah betapa pentingnya menghargai hidup kita sendiri.

Kutemukan isteriku terbaring di ruang tindakan. Tubuhnya gemetar tak seperti biasa. Amat takut, katanya. Belum lagi rasa sakit yang dirasakannya. Aku tak tahu sesakit apa, sebab biasanya isteriku jarang mengeluh soal rasa sakit. Rasa sakitnya juga kelihatan bercampur shock.

Aku menggenggam lengan isteriku. Kuminta Akhtar duduk menunggu di dekat ruang administrasi.

Perawat pun mulai memeriksa dan menangani dengan prosedur standar. Kemudian dokter jaga yang kulihat tadi masuk. Muda, penuh senyum, dan keren seperti yang sering dilukiskan dalam novel-novelMira W dan Marga T.

Dia mulai memeriksa luka isteriku. Lalu menguraikan sejelas-jelasnya jenis luka yang dialami isteriku. Dengan diselingi gaya guyonan agar isteriku tidak terlalu shock. Katanya, tulang jari kelingking kaki isteriku patah tepat pada sendi. Namun, dia menjelaskan fungsi jari kelingking kaki yang tak seberat jempol kaki. Jadi dia akan melakukan tindakan ringan.

Namun sebelum sempat melakukan tindakan, seorang perawat menyela. Ada pasien anak lima tahun yang memasukkan biji tasbih ke dalam hidungnya. Dokter itu minta pengertian kami untuk mendahulukan anak itu. Lagi-lagi kulihat dokter itu dengan tenangnya menangani pasien cilik yang sama sekali tak menangis itu. Akhirnya, biji tasbih yang sudah mendekam di lubang hidung anak itu selama dua hari berhasil dikeluarkan dokter. Hanya dengan pinset.

Dokter muda itu kemudian beralih kembali menangani isteriku.

Isteriku disuntik bius lokal untuk kemudian mendapat tindakan dokter. Sang dokter muda itu terus menghibur isteriku dengan guyonannya.Sementara aku sendiri, bukan jenis orang yang pandai menghibur melihat orang sakit dan sedih.

“Mau disuntik jarum kecil atau yang gede?”

“Nanti-nanti kalo turun tangga jangan sambil joget-jogetan lagi.”

Dia juga ngobrol dengan perawat tentang perempuan yang menangis tadi karena kehilangan ayahnya yang terlambat menadapat penanganan medis saat terkena serangan jantung.

Tidak sampai sepuluh menit, tindakan beres. Dokter itu beralih ke pasien lain yang menunggu sentuhan tangan dinginnya. Aku dan  isteriku mengucapkan terima kasih kepadanya. Setelah itu, isteriku masih harus disuntik antitetatanus di dua lengannya.

Setelah beres mengurus pembayaran dan mengambil obat. Aku menjemput kembali isteri dan anakku di ruang UGD. Aku mendorong kursi roda yang diduduki isteriku.Samar-samar kudengan suara dokter itu berkata kepada keluarga yang mengelilingi seorang gadis muda yang terbaring lemah.

“Kupingnya kena kuman herpes ….”

Ah, aku lupa menanyakan nama dokter itu. Sebab yang ada di kepalaku hanyalah segera meninggalkan rumah sakit, membawa isteri dan anakku beristirahat dengan nyaman di rumah. Dan aku harus segera menghubungi rekan di kantor, membatalkan rencana dinas dua hari ke Bogor esoknya. Dalam kondisi seperti ini, aku tak ingin berada di luar kota hingga isteriku pulih.

Ya, Allah lindungilah keluargaku. Aamin.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun