Mohon tunggu...
Benediktus Juliyan
Benediktus Juliyan Mohon Tunggu... Mahasiswa D3

Hanya mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pemanfaatan Big Data dan Machine Learning dalam Meramalkan Tingkat Pelanggan Berhenti Berlangganan (Churn) sebagai Strategi Pertahanan Pasar

12 Oktober 2025   12:30 Diperbarui: 12 Oktober 2025   12:17 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. Pendahuluan

Tingginya intensitas persaingan di berbagai sektor industri, mulai dari telekomunikasi, layanan keuangan, hingga e-commerce, telah menjadikan retensi pelanggan sebagai imperatif strategis yang jauh lebih penting daripada akuisisi pelanggan baru. Studi secara konsisten menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru (Customer Acquisition Cost - CAC) jauh melampaui biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada (Rust et al., 2004). Dalam lingkungan pasar yang sangat kompetitif ini, fenomena Customer Churn (tingkat pelanggan yang berhenti menggunakan layanan atau produk) menjadi ancaman langsung terhadap profitabilitas dan keberlanjutan bisnis. Pengelolaan churn rate yang efektif kini diposisikan sebagai pilar utama manajemen hubungan pelanggan (Customer Relationship Management - CRM) (Gupta et al., 2006).

Di tengah lanskap ini, volume data yang dihasilkan oleh interaksi omnichannel pelanggan (transaksi, clickstream, media sosial, dan riwayat panggilan) telah membengkak menjadi apa yang dikenal sebagai Big Data. Data tradisional dan alat analisis deskriptif tidak lagi memadai untuk mengatasi kompleksitas, kecepatan, dan variasi data yang masif ini. Pendekatan lama hanya mampu menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu, bukan memprediksi siapa yang akan churn, kapan, dan mengapa (Witten et al., 2016). Kegagalan untuk mengidentifikasi sinyal churn secara dini dan akurat berarti intervensi yang dilakukan perusahaan sering kali sudah terlambat atau tidak relevan, sehingga meningkatkan kerugian pendapatan.

Oleh karena itu, esai akademis ini bertujuan untuk menganalisis dan merumuskan sebuah kerangka kerja yang memanfaatkan integrasi Big Data dan teknik Machine Learning (ML) untuk meningkatkan akurasi prediksi churn pelanggan. Secara spesifik, esai ini akan membahas bagaimana Big Data digunakan sebagai bahan baku, sementara ML bertindak sebagai mesin inferensi untuk menghasilkan model prediktif yang kuat. Selain itu, esai ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan metodologis (seperti masalah imbalanced data) dan menguraikan implikasi strategis dari penerapan model prediktif churn berbasis ML, mengubah analisis prediksi menjadi tindakan intervensi prescriptive yang terpersonalisasi. Esai ini akan berlanjut dengan tinjauan literatur, kerangka konseptual integrasi data dan pemodelan ML, implikasi strategis, dan diakhiri dengan tantangan implementasi dan kesimpulan.

II. Tinjauan Literatur Kunci

Landasan teoretis untuk prediksi churn melibatkan konvergensi tiga disiplin ilmu: manajemen pelanggan, Big Data, dan ilmu data (Data Science).

A. Konsep dan Klasifikasi Big Data dalam Retensi Pelanggan

Big Data didefinisikan berdasarkan karakteristik "Tiga V" (Volume, Velocity, dan Variety), yang kemudian diperluas menjadi "Empat V" dengan penambahan Veracity (kebenaran data) (Laney, 2001). Dalam konteks retensi pelanggan, karakteristik ini sangat penting:

  1. Volume: Jumlah riwayat interaksi, transaksi, dan log penggunaan yang masif, seringkali mencapai petabyte, yang mustahil diolah oleh sistem database tradisional.
  2. Velocity: Kecepatan data yang dihasilkan secara real-time (misalnya, clickstream saat menjelajah situs), yang merupakan sinyal churn dini.
  3. Variety: Keragaman jenis data: terstruktur (riwayat pembayaran), semi-terstruktur (log server), dan tidak terstruktur (teks dari ulasan pelanggan atau media sosial).
  4. Veracity: Akurasi dan keandalan data, yang menjadi tantangan besar dalam memfilter noise dari sinyal churn yang sebenarnya (Chen et al., 2012).

Integrasi Big Data memungkinkan perusahaan untuk menangkap sinyal churn halus. Misalnya, penurunan mendadak pada engagement aplikasi atau peningkatan keluhan di media sosial, yang tidak akan terdeteksi oleh analisis ringkasan bulanan.

B. Landasan Teori Churn Prediction dan Model ML

Analisis churn secara tradisional dibagi menjadi tiga kategori (Shmueli & Patel, 2014):

  1. Analisis Deskriptif: Menjelaskan churn yang sudah terjadi (misalnya, demografi pelanggan yang churn).
  2. Analisis Prediktif: Menggunakan data historis untuk memprediksi probabilitas churn di masa depan.
  3. Analisis Preskriptif: Menentukan tindakan terbaik untuk meminimalkan atau mencegah churn.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun