TRANSFORMASI STRATEGIS PENGELOAAN CAPEX BUMN TELEKOMUNIKASI SEBAGAI PENGUNGKIT PEMBANGUNAN INKLUSIF DENGAN PENDEKATAN ANALISIS HYBRID INPUT-OUTPUT DAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN NEGARAÂ
Oleh Benito Rio Avianto
Program Doktor Terapan
Politeknik STIA LAN Jakarta
BAB I. PENDAHULUAN
Â
1.1 Latar Belakang
Tertib administrasi pembangunan Negara terhadap pengeloaan investasi (Capex) BUMN perlu mendapat perhatian serius dan perlu dilakukan kajian ilmiah terhadapnya. Badan Pengeloa Investasi (BPI) Danantara (Daya Anagata Nusantara) Â pada 21 Maret 2025 secara resmi telah mengelola BUMN sebanyak 844 perusahaan, Â Capex yang dikelola oleh BPI Danantara untuk tahun 2025 adalah sekitar US$5 miliar --- setara dengan Rp81,4triliun (kurs sekitar Rp16.300/USD, termasuk di dalamnya milik BUMN Telekomunikasi, yakni PT Telkom Group. Â
PT Telkom mempunyai Capex masuk dalam 10 besar BUMN yang dikelola oleh Danantara. Pada tahun 2025, PTTelkom Group telah menyiapkan anggaran belanja modal (Capex) sebesar Rp40triliun, yang sebagian besar diarahkan untuk infrastruktur digital, modernisasi jaringan backbone dan fiber optik, serta pengembangan data center dan ekosistem digital lainnya  Untuk itu riset tentang implementasi Ilmu Administrasi Pembangunan Negara dalam pengelolaan capex BUMN perlu dikaji lebih lanjut.
Transformasi digital telah menjadi fondasi utama dalam strategi pembangunan nasional abad ke-21. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), negara-negara di dunia berlomba membangun infrastruktur digital yang tidak hanya efisien tetapi juga berdaulat. Dalam konteks ini, kedaulatan data menjadi isu strategis---di mana penguasaan terhadap pusat data, jaringan fiber optik, dan komputasi awan bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga menyangkut kepentingan ekonomi, keamanan nasional, dan kedaulatan negara (ITU, 2022; OECD, 2023).
Indonesia, dengan potensi ekonomi digital senilai USD 360 miliar pada 2025 (Google, Temasek, & Bain, 2024), dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana memastikan infrastruktur digital tidak hanya berkembang cepat, tetapi juga dikuasai oleh bangsa sendiri. Faktanya, Indonesia masih bekerja lebih cepat dibandingkan negara-negara ASEAN lain, khususnya dengan Singapura dan Malaysia, dalam hal kapasitas dan penguasaan infrastruktur digital. Beberapa temuan kunci memperlihatkan kondisi ini: