Mohon tunggu...
Beng Wenas
Beng Wenas Mohon Tunggu... -

Lahir di Makassar, bersekolah di Makassar, merantau ke ibukota, berkelana di negeri orang, melayani pada sesama manusia, dan berkarya buat Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gus Dur ; Sang durian runtuh

7 Januari 2014   18:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompas.com melaporkan Presiden SBY dan sejumlah petinggi di negri ini menghadiri puncak peringatan empat tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, pada hari Jumat, 3 Jan 2014.

SBY mengemukakan, lima pemikiran Gus Dur yang masih sangat relevan dan menjadi agenda Indonesia ke depan. Pertama, hadirnya masyarakat majemuk yang rukun. Kedua, kegigihan Gus Dur menghilangkan diskriminasi dalam bentuk apa pun. Ketiga, peran negara tidak terlalu dominan dan peran masyarakat diperbesar. Keempat, negara tidak berhak mengontrol pemikiran warganya. Negara demokrasi matang akan memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Kelima, Gus Dur ingin agar hubungan sipil dan militer sehat. Militer menghormati demokrasi, di sisi lain sipil juga menghormati dan memberikan kewenangan militer untuk menjaga dan mempertahankan negara. Yudhoyono mengatakan, pemikiran Gus Dur jauh mendahului zamannya.

Bagi saya, lima point pemikirian Gus Dur yang di ungkapkan oleh SBY ini adalah kristalisasi yang sangat padat terhadap pemikiran seorang Gus Dur. Jika di uraikan, mungkin dapat dihasilkan ratusan atau ribuan point yang bisa di bahas tentang seorang Gus Dur, dan dibutuhkan puluhan atau bahkan ratusan kali peringatan haul–nya untuk membahas pemikiran pemikiran besarnya.

Bagi saya, bagi Indonesia, dengan keberadaan Gus Dur, kita seperti mendapat durian runtuh di bumi nusantara ini.

Saya rasa peribahasa “seperti mendapat durian runtuh” adalah original dari Indonesia dan sulit di dapat peribahasa padanannya dari bahasa asing lain. Walaupun artinya yang adalah “mendapat keuntungan besar dengan tiba-tiba yang tidak diharap-harapkan sebelumnya tanpa adanya usaha dari si penerima” mungkin dapat di temukan dalam peribahasa lain, namun analogi yang digunakan pastilah tidak sama.

Buah durian sendiri merupakan buah yang unik, pohonnya pun unik apalagi cara memetiknya yang harus menggunakan pisau. Walhasil, pada waktu durian sudah matang di pohonnya dan belum terpetik, maka durian ini akan runtuh. Jika anda menemukannya dan bisa menikmatinya, anda adalah orang yang beruntung. Namun, anda perlu berhati, banyak cerita di negeri kita yang mengemukakan bagaimana banyak orang yang terkena sakit setelah “salah” memakan durian. Mitos yang sering kita dengar, jangan makan durian dan daging kambing, anda bisa keok jadinya.


Bagi yang mengandrungi, semerbak durian, bau-nya adalah wangian yang tiada bandingnya, namun bagi yang anti, bau durian bagaikan bau busuk yang menyengat. Bagi pengagum, bau durian akan menariknya mendekati si buah durian, namun bagi pembenci si buah durian haruslah di musnahkan secepat mungkin. Dalam bahasa inggris, buah durian di sebut “the king of the fruit”, kalau raja hutan adalah singa maka raja buah adalah durian. Raja dimana mana pasti di puja puja sekaligus di caci maki, tergantung ada berada di barisan yang mana.

Kembali pada Gus Dur, dia adalah sosok yang unik. Pemikirannya mendahuli zamannya, sehingga bagi orang yang secara fisik hidup bersama dengannya tetapi pemikiran dan mentalnya tidak sama dengan Gus Dur, maka Gus Dur adalah bau busuk yang menyengat.

Gus Dur adalah bau busuk bagi orang yang berpikiran sempit dan merekapun memiliki lima pemikiran yang jauh terbelakang dari jamannya: Pertama, kaum-ku adalah kaum-ku, kaummu bukan kaumku, dua area yang berbeda dan terpisah tanpa ada irisan kesamaa, karenanya kemajemukan adalah suatu hal yang menjemukan. Kedua, bagi kaum chauvinist, karena saya lebih besar dan kuat, maka diskrimansi bukanlah hal yang tabu, kalo perlu kita pertontonkan didepan publik. Ketiga, bagi si ekstrimis, negara adalah aku, karenanya masyarakat haruslah mendengarku, peran negara adalah absolut, masyarakat hanya pengikut. Keempat, bagi pendukung status quo, demokrasi dan kebebasan pers adalah produk antek antek imperialist, karenanya kita perlu menghindarinya, kalaupun kita mau menerapkannya, marilah kita memakainya sesuai “budaya negara kita”. Kelima, bagi oknum petinggi militer yang otoriter dan oknum masyarakat sipil yang rakus, filosofinya adalah “kapan giliran saya?”, walhasil mereka saling seruduk.

Dari parasnya, buah durian tidaklah menarik. Dia tidak mulus, tapi berduri. Kulitnya keras dan dibutuhkan keberanian dan tenaga untuk membukanya. Seorang Gus Dur, fisiknya kurang elok, pandangan matanya tidak setajam orang lain, tetapi pandangan mata jiwainya menusuk jantung sanubari yang terdalam. Tutur katanya tidak mulus, tidak seperti para politikus lainnya yang lincah berkata manis. Kosa kata yang dipilihnya kadang kadang seperti duri yang menusuk. Kalu di kritik, dia pun menanggapi dengan enteng..”gitu aja kok repot”. Iya, kenapa harus repot kalau mengatakan kebenaran. Inilah Gus Dur. Untuk menguliti pemikiran dan mengunya isi falsafahnya, dibutuhkan keberanian yang luar biasa.

Negara ini sudah mendapatkan durian runtuh, tapi kita masih membutuhkan pemimpin yang berani dan bertenaga besar untuk menguliti pemikiran Gus Dur, dan menerapkannya. Dengan demikian, bangsa ini akan lebih maju dari jamannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun