Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Saya Dongkol dengan Mahasiswa Caper, Kalian Juga Pernah?

14 September 2023   12:30 Diperbarui: 14 September 2023   12:31 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman saya kesal dengan si caper. (Freepik/jcomp)

Kesal dengan Mahasiswa Caper

Mahasiswa, adalah fase hidup yang penuh dengan pencarian jati diri dan momen-momen tak terlupakan. Fase dimana kita belajar, bermain, dan membangun relasi. Namun, siapa yang sangka di balik semua itu, ada juga sosok-sosok yang membuat kita sesekali kesal, seperti mahasiswa yang terlalu 'caper' atau cari perhatian.

Saya mulai dengan sebuah cerita lalu,

Pertama kali saya berjumpa dengan mahasiswa caper adalah saat awal-awal perkuliahan. Sebut saja namanya Budi (bukan nama sebenarnya). Budi adalah tipe orang yang suka banget menonjolkan diri. Setiap ada kesempatan, dia pasti menunjukkan betapa dia pandai, berpengalaman, atau punya banyak relasi. Seakan-akan kuliah ini adalah panggung bagi dirinya untuk cemerlang.

Baca juga: Dari

Di kelas, saat dosen memberikan pertanyaan, Budi selalu yang pertama mengacungkan tangan. Tak masalah jika jawabannya benar, yang membuat sebel adalah ketika ia salah namun dengan percaya diri menyatakan dirinya benar. Atau saat diskusi kelompok, ia selalu mendominasi percakapan dan seakan tidak memberi ruang untuk orang lain berbicara.

Yang paling tidak saya lupakan adalah saat ada tugas kelompok. Budi selalu mengambil alih peran sebagai ketua tanpa diskusi, dan seolah-olah tugas-tugas lainnya dianggap sepele. Ini membuat saya dan teman-teman lainnya merasa seperti hanya 'kaki tangan' yang harus mendengarkan perintahnya saja.

Namun, suatu hari, sesuatu terjadi yang membuat saya melihat sisi lain dari si Budi. Saat itu, saya sedang berada di perpustakaan dan melihat Budi duduk sendiri, tampak murung. Rasa kesal saya tiba-tiba hilang dan saya mendekatinya. Setelah berbicara, saya tahu bahwa Budi sebenarnya merasa kurang percaya diri dan mencoba keras untuk diterima oleh teman-temannya.

Budi berbagi bahwa sebelum kuliah, dia selalu dianggap sebagai 'anak bawang' di sekolahnya. Karena itulah, dia memutuskan untuk berubah saat masuk kuliah dan menjadi lebih 'caper', berharap bisa mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Mendengar cerita Budi, saya jadi sadar bahwa kadang-kadang, tindakan seseorang yang kita anggap mengesalkan bisa jadi bentuk pertahanan atau upaya mereka untuk mengatasi ketidakamanan diri. Sejak saat itu, saya mencoba lebih memahami dan mendukung Budi, bukan sekedar menghakiminya.

Caper Jangan, Ambis Boleh

Caper dan ambisius seringkali dianggap sama oleh banyak orang, namun sejatinya keduanya memiliki esensi yang berbeda. Caper, singkatan dari 'cari perhatian', mengacu pada perilaku seseorang yang terlalu ingin dilihat atau diperhatikan oleh orang lain, seringkali tanpa tujuan yang jelas atau hanya sekedar untuk mendapatkan validasi dari lingkungannya. 

Sementara itu, ambisius merujuk pada hasrat kuat seseorang untuk mencapai tujuan atau mimpi-mimpinya. Orang yang ambisius biasanya memiliki visi, misi, dan rencana yang jelas untuk meraih apa yang diinginkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun