Buku ini tidak hanya menyentuh individu secara pribadi, tapi juga menjadi perbincangan di media sosial. Banyak pembaca yang mengutip bagian-bagian dari buku ini sebagai refleksi pribadi mereka. Bahkan, beberapa mengaku menangis saat membacanya, karena merasa seperti membaca isi hati sendiri yang selama ini terkubur.
Selain itu, buku ini juga membuka ruang diskusi tentang pentingnya komunikasi antara anak dan orang tua, serta urgensi memahami kesehatan mental dalam konteks keluarga Indonesia yang sering mengedepankan ketabahan tanpa ruang untuk mengekspresikan kerapuhan.
Lebih dari Sekadar Buku
“Ibu, Aku Nggak Sekuat Itu” bukan hanya buku untuk dibaca ini adalah pengalaman untuk dirasakan. Ia mengingatkan kita bahwa tidak apa-apa merasa lelah. Bahwa di balik senyum seorang anak, bisa jadi tersimpan luka yang dalam. Dan bahwa menjadi manusia berarti mengizinkan diri untuk rapuh, tanpa merasa bersalah karenanya.
Di akhir buku, Helobagas seolah mengajak kita semua untuk berdamai dengan ibu kita, dengan diri kita, dan dengan luka yang belum sembuh. Sebuah ajakan yang lembut, namun penuh makna.
Sekilas tentang novelnya:
Genre: Drama, keluarga, emosional
Tema utama: Hubungan antara anak dan ibunya, pengorbanan, dan rasa bersalah
Gaya penulisan: Naratif, puitis, dan sering menggunakan bahasa yang menyentuh perasaan pembaca
Sinopsis singkat:
Ceritanya berpusat pada seorang anak yang merasa tidak mampu membalas semua pengorbanan ibunya. Ia menyimpan banyak luka batin dan tekanan hidup, tetapi selalu berusaha terlihat kuat di hadapan sang ibu. Novel ini menggambarkan dengan tajam betapa besarnya cinta seorang ibu dan betapa seringnya seorang anak merasa tidak cukup layak membalas semuanya.
Banyak kutipan dari novel ini yang viral karena begitu menyayat hati, seperti:
"Bu, maaf kalau aku sering pura-pura kuat. Sebenarnya aku lelah, tapi aku gak mau Ibu khawatir..."
Fakta menarik:
"Mungkin aku nggak pernah bilang secara langsung, tapi aku selalu ingin Ibu tahu... aku mencintaimu, meski kadang caraku menyakitimu."
"Aku sering menangis diam-diam, Bu. Di kamar, di kamar mandi, bahkan di jalan pulang. Tapi aku pastikan, saat sampai rumah, aku tetap tersenyum."