Waktu itu merupakan akhir pekan, saya bersama segenap keluarga memutuskan untuk pergi nyekar. Ke kuburan tempat nenek tepatnya. Tempatnya tidaklah jauh, petilasan nenek kami ada di daerah Bantul, tepatnya di Gunung Sempu. Awalnya kami ragu untuk kesana, bukan karena letaknya di Bantul. Tapi lebih karena kami sulit untuk menyesuaikan waktu kami satu sama lain. Sebab, kami memiliki kesibukan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Tapi kami tetap berkeras, bahwa kami harus mengunjungi petilasan nenek kami.
Setelah kurang lebih satu jam kami bertolak dari Sleman. Kami sampai ditempat tujuan kami. Untungnya kami tidak menemui halangan yang berarti, itu karena cuaca tidaklah terlalu terik. Hanya saja mungkin jalanan yang agak berbatu, sehingga sulit untuk dilalui oleh mobil kami yang sederhana. Tanpa menunggu lagi kami mulai menaburi makam nenek kami dengan bunga. Kami semua terduduk sebentar untuk melepas lelah, dan meluruskan kaki. Dari kejauhan kamipun didatangi oleh tukang sapu makam nenek kami. Kami berbincang sejenak dan menitipkan kebersihan dan kelangsungan ijin pada tukang sapu tersebut.
Momennya pas sekali kami memesan tepat pada porsi terakhir. Belakangan ada pembeli yang memesan soto ini, tapi sayang kehabisan. Mereka tidak kebagian. Sekitar 20 menit berlalu dan soto kamipun datang. Kuahnya berwarna bening, dan kaldu soto ini terasa harum sekali, khas dari soto ayam tanpa memakai banyak bumbu. Atau bisa dibilang soto ayam yang dibumbui apa adannya. Memang agak tiudak biasa saat kita menemui soto dengan es kopyor, tapi inilah yang terjadi, sebuah inovasi kuliner. Saat citarasa tropis bertemu dengan citarasa makanan penghangat tubuh-yang notabene soto ayam, dihidangkan bersama.