Kusapukan pandangan ke arena luas di hadapanku. Akhirnya pentas ini menjadi milikku. Kuat kutahan genangan di pelupuk mata agar tak bergulir membasahi pipi merusak polesan riasan wajahku. Kuperhatikan ke arah tempat penonton, telah berkumpul laki-laki dan wanita dari berbagai golongan usia. Sesaat lagi, Gusti berikan kuat hambaMu ini.
Lampu pun menyala, tanda pentas harus kumulai, dan ini pentas pertamaku. Tandakku melenggak seirama nada menghentak gending pengiring. Sampurku berkelebatan ikut menari. Menari dan menari.
Tiada tepuk maupun sorak dari penonton. Begitu pun ketika aksiku berakhir. Wajah -- wajah kaku nan dingin tetap tiada respon berarti tanda apresiasi, termasuk ketika saat satu persatu kuhampiri mereka sodorkan kantung berharap derma. Penontonku pun berhamburan meniggalkanku yang menepi di bawah traffic light menantikan saatku masuk pentas lagi.[BS]