Mohon tunggu...
ben10pku
ben10pku Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati (yang kata banyak orang) sangat jeli menilai sesuatu.

Generasi 70an. Suka membaca novel pengembangan kepribadian. Tokoh favorit adalah karakter-karakter Walt Disney.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pentingnya Manajemen Umpan Balik!

4 Maret 2017   11:17 Diperbarui: 4 Maret 2017   11:35 2032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pixeltango.com

PENDAHULUAN

Umpan balik (feedback) dari dulu selalu didengung-dengungkan sebagai salah satu metode untuk meningkatkan pelayanan tetapi sampai saat ini saya tidak melihat adanya pemakaian yang signifikan dari umpan balik tersebut khususnya di negara kita yang tercinta ini. Padahal di era internet saat ini dimana informasi begitu mudah dibaca dan ditanggapi seharusnya umpan balik bukanlah merupakan sebuah masalah besar bagi sebuah perusahaan. Umpan balik itu biasanya digunakan untuk produk dan jasa.

KASUS MIE INSTAN

Untuk produk saya menggunakan kasus mie instan. Cukup banyak mie instan rasa baru yang bermunculan saat ini tentunya saya sangat senang sekali karena saya bisa incip-incip rasa baru tersebut. Tetapi di balik itu semua kita juga perlu mengetahui bahwa cukup banyak rasa-rasa lama yang sudah menghilang dari peredaran. Setelah saya pikir-pikir dan telaah secara saksama akhirnya saya mendapatkan kesimpulan bahwa selama ini produsen mie instan kurang berkomunikasi dengan konsumennya lewat umpan balik.

Seharusnya produsen mie instan tersebut bisa menanyakan hal-hal berikut kepada konsumennya:

  • Bagaimana rasanya (enak/lumayan/tidak enak-aneh) ?
  • Apa yang masih kurang (asin/manis/pedas/dll) ?
  • Apakah ke depannya Anda akan membeli rasa ini lagi?

Saya rasa cukup dengan tiga pertanyaan ini sudah  bisa mendapatkan umpan balik yang diharapkan oleh perusahaan.

Setau saya, biasanya perusahaan mie instan sebelum mengeluarkan produk baru pastilah melakukan riset pasar. Setelah riset pasar dilakukan barulah rasa baru tersebut dicoba oleh sekelompok orang. Apabila respon yang didapat bagus barulah diproduksi secara missal.

Permasalahannya tidak terletak pada prosedur studi kelayakan di atas tetapi lebih kepada pada saat produk dilempar ke pasaran. Bagaimana respon konsumen terhadap produk tersebut? Memang produsen (khususnya mie instan) ada menyediakan layanan konsumen tetapi apakah itu efektif? Berapa banyak konsumen yang sudah menelepon? Lalu apakah konsumen tau apa yang harus disarankan/dikeluhkan ke produsen? Makanya saya rasa lebih bagus jika dilakukan polling berhadiah (menggunakan daftar pertanyaan seperti contoh sebelumnya).

Saya rasa sangatlah konyol rasanya jika sebagai produsen mengharapkan konsumen memberikan kritik/saran secara cuma-cuma. Apa salahnya jika kritik dan saran itu diiming-imingi dengan hadiah? Dan perlu diingat bahwa tidak semua konsumen bisa  memberikan kritik terlebih lagi saran. Atau jika susah menggunakan telepon layanan konsumen kan bisa menggunakan layanan media sosial. Cukup konsumen-konsumen mie instan tersebut berceloteh di media sosial saja.

Penerapan manajemen umpan balik yang tidak benar menyebabkan banyak mie instan rasa baru yang gagal di pasaran. Harusnya jika mendapatkan saran dari konsumen lalu rasa itu disesuaikan dengan permintaan konsumen maka saya pikir rasa baru tersebut bisa bertahan. Misalkan jika tekstur mie instan rasa baru tersebut terlalu alot padahal rasanya cukup enak dan pihak produsen melakukan perbaikan pada tesktur mie tersebut tentunya akan bisa mempertahankan selera konsumen tersebut bukan?

KASUS PERBANKAN

Bila kasus sebelumnya kita membahas tentang produk maka kasus kali ini kita akan membahas tentang jasa. Bisa dikatakan bahwa umpan balik ini sangatlah dibutuhkan di perusahaan jasa. Mengapa begitu? Karena sangat berkaitan dengan kualitas pelayanan. Jika kualitas layanan perusahaan buruk maka tentunya pelanggan akan pindah ke perusahaan lain. Untuk kasus jasa ini saya menggunakan kasus perbankan.

Perlu diketahui bahwa masing-masing Bank menghadapi kritik dan saran dari nasabah dengan cara yang berbeda. Hal ini karena tiap-tiap perusahaan memiliki SOP (standard operational procedure) yang berbeda-beda. Ada Bank yang jika dikirimkan surel ke pusat berisi komplain terhadap cabang hanya menjawab bahwa pihak cabang mengatakan bahwa tidak ada masalah/mereka sudah menjalankan sesuai prosedur. Hal ini sangat berbahaya dan konyol karena bagaimanapun yang bisa menilai itu bermasalah/tidak adalah nasabah karena nasabahlah yang memakai jasa Bank tersebut. Walhasil nasabah kecewa dan pindah ke Bank lain karena komplain dia tidak ditanggapi.

Ada Bank yang menanggapi surel komplain dengan cara lebih elegan. Bank pusat tersebut mengharuskan kepala cabang Bank yang dikomplain untuk menghubungi nasabah yang bersangkutan dan meminta maaf. Masalah dianggap selesai jika nasabah yang menyampaikan keluhan mengirimkan surel ke Bank pusat menyatakan bahwa masalah sudah selesai. Tetapi masalahnya adalah bahwa petugas yang menangani komplain tersebut sering gagal paham akan maksud dari surel komplain tersebut.

Untuk kasus ini kita ambil contoh sebagai berikut. Saya pernah mengirimkan surat keluhan kepada salah satu Bank swasta yang isinya bahwa saya merasa tidak nyaman mengambil uang perusahaan tempat saya bekerja yang jumlahnya milyaran secara tunai di teller dimana disaksikan oleh banyak orang dan rawan perampokan tanpa disediakan fasilitas pengambilan di sebuah ruangan khusus tertutup. Maksud dari surel saya ini adalah bahwa saya ingin mengetahui apakah tiap-tiap cabang Bank tersebut memang menyediakan ruang khusus tertutup tersebut. 

Jika belum ada maka seharusnya diadakan. Jika ada berarti tellernya yang harus mengalihkan nasabah tersebut ke ruangan tertutup khusus. Tetapi yang saya dapatkan adalah kepala cabang Bank tersebut menghubungi saya dan mengajak bertemu dengan tujuan ingin meminta maaf. Padahal saya tidak butuh minta maaf karena memang tidak ada masalah dan saya hanya memberikan saran. Akhirnya saya tidak bertemu kepala cabang tersebut dan langsung mengirimkan surel ke Bank pusat yang menyatakan bahwa masalah sudah selesai. Ini menjadi pelajaran bagi saya bahwa ke depannya saya kapok memberikan saran.

Lalu masalahnya dimana dan solusinya bagaimana? Menurut saya masalahnya adalah bahwa petugas di pusat yang  menangani surel komplain tersebut gagal paham akan maksud dari surel saya. Ini bisa jadi karena tingkat profesionalitas yang bersangkutan dan yang mengurus surel komplain ini bukanlah yang berkepentingan dalam artian bukanlah pembuat kebijakan. Seharusnya surel-surel ini bisa diteruskan ke kepala bagian Bank pusat tersebut untuk dibaca. Jika dirasa bahwa surel memberikan saran yang bermanfaat kan bisa dirapatkan dan dilaksanakan. Toh demi untuk kemajuan Bank yang bersangkutan juga bukan?

PENGGUNAAN JASA KONSULTAN

Bagi perusahaan-perusahaan tersebut salah satu solusi untuk menangani umpan balik adalah menggunakan jasa konsultan. Okelah saya setuju dengan pendapat bahwa konsultan itu profesional dan lebih terukur kerjanya. Biasanya konsultan ini akan melakukan kegiatan pengumpulan angket dari pelanggan atau mengutus salah satu personilnya untuk mengamati aktivitas kegiatan perusahaan untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki. Banyak yang mengklaim bahwa cara ini sangat efektif. Tetapi menurut saya belum tentu.

Pertanyaan pokoknya adalah: “Siapakah yang lebih bisa menangani umpan balik? Konsultan atau pelanggan?” Menurut saya pribadi konsultan bisa menangani umpan balik yang terukur (yang sudah ada/bisa diprediksi). Untuk umpan balik yang belum terukur (belum pernah ada) tentunya adalah pelanggan. Oleh karena itu sangatlah bijak jika melibatkan kedua belah pihak (konsultan dan pelanggan) dalam proses manajemen umpan balik. Toh bagaimanapun yang jelas-jelas menggunakan produk dan jasa tersebut adalah pelanggan sehingga pelanggan tentunya lebih tau kekurangan dan kelebihan produk/jasa yang digunakannya.

PENUTUP

INI SAYA TULIS BESAR-BESAR KARENA UNTUK PENEKANAN BAHWA KRITIK DAN SARAN ITU SANGAT PENTING. KONSUMEN/NASABAH/PELANGGAN YANG MEMBERIKAN KRITIK DAN SARAN ITU MENANDAKAN BAHWA MEREKA PEDULI DENGAN PERUSAHAAN TERSEBUT. BAYANGKAN SAJA JIKA MEREKA YANG SUDAH KECEWA LANGSUNG PINDAH KE PERUSAHAAN LAIN TANPA MEMBERIKAN KRITIK DAN SARAN. WALHASIL PERUSAHAAN PUN BINGUNG KENAPA OMZET MEREKA TURUN DAN HARUS MENGIRIMKAN TIM INVESTIGASI KE LAPANGAN. ITU KAN BUANG-BUANG WAKTU DAN BIAYA.

Menurut saya ke depannya perusahaan yang mampu mengelola umpan balik secara baik, benar dan profesional akan bisa bertahan dan bersaing  di persaingan global ini. Karena bagaimanapun prinsip “Konsumen adalah Raja” merupakan salah satu prinsip hakiki yang tidak akan lekang oleh waktu. Terlebih lagi bahwa yang bisa menilai perusahaan kita secara objektif adalah konsumen kita. Dengan memahami umpan balik konsumen kita maka kita juga bisa mengenali kebutuhan-kebutuhan konsumen yang belum kita terapkan yang tentu saja membuat kita selangkah lebih maju untuk mengenali selera pasar yang sedang/akan tren di saat ini/di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun