Di ruang Mason Art Gallery, Malang, aroma teh terasa bukan dari dapur, melainkan dari dinding-dinding galeri yang penuh warna. Melalui pameran bertajuk "Her Story About Tea", komunitas Empu Gampingan menghadirkan pengalaman yang menenangkan: menyeduh kisah, mengendapkan rasa, lalu menumpahkan gagasan ke dalam formasi seni rupa.
Empu Gampingan bukan sekadar kelompok seniman. Ia adalah komunitas perupa perempuan alumni FSRD ISI Yogyakarta angkatan'90-'97 yang lahir dari kebutuhan untuk saling berbagi ruang menguatkan, pengalaman, dan juga inspirasi. Meski telah kembali ke kota dan kehidupan masing-masing setelah menamatkan studi, nyatanya hal tersebut tidak menghalangi mereka untuk merajut kebersamaan dengan mengadakan pameran dan berkarya bersama.Â
Empu Gampingan rutin membawa karya anggotanya ke pameran-pameran berskala nasional hingga internasional. Pada tahun 2024 ini, belasan anggota Empu Gampingan berkumpul di satu kota di Jawa Timur, yaitu Kota Malang, untuk menjadi destinasi karya seni mereka.Â
Pada pameran "Her Story About Tea", 11 anggota Empu Gampingan menyajikan gagasan kehidupan perempuan dalam kehidupan domestik melalui filosofi teh. Perupa-perupa tersebut adalah Agni Tripratiwi, Anik Indrayani, Bekti Isti, Dewi Indah, Endang 'Lies' Suseno, Justina TS, Liesti Yanti Purnomo, Media Noverita, Tini Jameen, Warsiyah, dan Yuniar Tristi. Pameran dibuka secara resmi pada tanggal 7 sampai 20 Desember 2024. Pembukaan diawali dengan agenda Artist Talk pada pukul 16.00-17.30 WIB, sebelum dibuka secara resmi pada pukul 19.00 WIB oleh Dadang Rukmana. TIdak hanya berhenti di situ, perupa-perupa perempuan hebat dari Empu Gampingan ini juga mengadakan agenda workshop "Sketsa" oleh Yustina TS dan workshop "Air Dry Clay" oleh Liesty Yanti Purnomo.Â
Mengutip dari teks kuratorial yang ditulis oleh Goweng, Pameran "Her Story About Tea"Â membawa tradisi ketika menyeduh teh atau dari seduhan lain; bunga, dedaunan, dan rempah -rempah ke dalam cengkerama kebersamaan, sebuah ritual yang senantiasa membawa kisah-kisah manusiawi berujung harapan.Â
"Pameran ini seolah menunjukkan pada kita betapa banyak hal yang terjadi dan dimensi-dimensi terlampaui dalam prosesnya, baik secara sosial sebagai individu perempuan maupun dalam proses kreatif kekaryaannya, melewati ranjau-ranjau galau-gelisah, menawar rayuan silau tehnologi ataupun benturan issue kesenirupaan saat ini yang tak terhindarkan memprovokasi nilai-nilai yang teryakini dalam benak selama ini, menciptakan ruang antara skeptis dan optimis." -Goweng.
Nama Empu Gampingan sendiri berasal dari kawasan tempat komunitas ini tumbuh di Yogyakarta, yaitu Gampingan, yang dulu dikenal sebagai tempat berkumpulnya banyak seniman muda ISI Yogyakarta.  Sebagai komunitas berbasis gender, Empu Gampingan kerap hadir dengan membawa narasi advokasi mengenai semangat emansipasi wanita dan harapan atas kesetaraan gender di dunia seni. Sebelum "Her Story About Tea", mereka telah menggelar beberapa pameran dengan skala besar seperti pameran kolektif "Tempatan" yang berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta, dari 2-16 Mei 2024 lalu, yang berbicara mengenai isu-isu lokal dan global yang relevan dengan realitas mereka, menyoroti peran gender dan alam. Kemudian Pameran "Wahana Warna" (22 Desember 2023 - 3 Januari 2024) yang diadakan untuk merayakan Hari Ibu Nasional di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Ada pula pameran "Republika Domestika" (16-30 Juni 2023) yang hadir di Ruang Garasi, Jakarta Selatan, yang mengangkat gagasan Empu Gampingan untuk meleburkan batasan antara ruang domestik dan ruang publik yang acapkali menempel pada perempuan. Serta masih banyak lagi pameran lainnya yang telah diinisiasi oleh mereka.
Bagi Empu Gampingan, pameran bukan sekadar ajang unjuk karya, tetapi ruang perjumpaan dan pernyataan. Kolektivitas mereka menjadi bentuk solidaritas terhadap sesama perempuan seniman yang kerap terdominasi oleh laki-laki dalam wacana seni rupa arus utama. Aktivitas mereka menunjukkan bahwa kesetaraan bukan hanya bisa diperjuangkan lewat wacana politik atau hukum, tetapi juga lewat kanvas, kain, atau cangkir teh. Seni, bagi mereka, adalah cara paling jujur untuk menyuarakan kemanusiaan.
Sebagai komunitas seni dengan lintas disiplin karya, pameran "Her Story About Tea" membawa beragam visual dan media ke dalam ruang galeri. Tidak terbatas hanya di permukaan kanvas, namun, Empu Gampingan hadir membawa beragam karya berupa instalasi 3D, kriya, patung, dan juga media campuran lainnya. Hal ini menunjukkan kuatnya kolektivitas Empu Gampingan yang tidak membatasi pendekatan anggotanya dalam karya. Dengan bebas mereka mengekspresikan diri bahwa seni dapat diangkat dari media mana saja, merujuk pada kreativitas dan keterampilan artistik masing-masing.
Namun di balik keindahan visual tersebut, pameran ini juga menyimpan refleksi sosial. Kurator Goweng menulis bahwa kegiatan kolektif seperti ini "mengisyaratkan tekad kuat dan hasrat emansipasi untuk memperjuangkan peran kesetaraan melalui laku berkesenian." Dalam kata lain, Empu Gampingan bukan hanya membuat karya; mereka sedang membangun ruang pikir dan menggugat batas, tetapi dengan cara yang lembut dan elegan.
Seperti teh yang pelan-pelan meresap ke air, gagasan mereka juga menyusup ke kesadaran kita: bahwa seni bisa menjadi medium penyembuhan dan perlawanan sekaligus.