Mohon tunggu...
Belva Carolina
Belva Carolina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang pelajar yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indepedensi dan Netralitas Media Massa dalam Demokrasi di Indonesia

2 Juli 2023   22:19 Diperbarui: 2 Juli 2023   23:48 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktivitas jurnalisme. Sumber: Pexels/Redrec

Pada tahun 2019 melansir artikel Komisi Penyiaran Indonesia berjudul "Evaluasi Tahunan: KPI Minta Metro TV Utamakan Independensi dan Keberimbangan" disebut bahwa Wakil Ketua KPI Pusat, S Rahmat Arifin mengatakan Metro TV perlu mengedepankan independensi, netralitas dan keberimbangan dalam program siaran. Selain itu, melansir artikel Kominfo pada tahun 2014 berjudul "KPI Minta Kemkominfo Evaluasi IPP Metro TV dan TV One" disebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai Metro TV dan TV One telah melanggar independensi, netralitas dan keberimbangan dengan pelanggaran terhadap pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, yang berbunyi "Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu", serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). 

Menurut laporan penelitian Remotivi pada tahun 2014 yang berjudul "Independensi Televisi Menjelang Pemilu 2014," terdapat praktik pemberitaan, iklan, dan program non-berita yang bersifat politis di enam stasiun televisi. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa Metro TV menayangkan 15 judul berita dengan total durasi 6297 detik yang berkaitan dengan Surya Paloh, di mana 2745 detik diantaranya memberikan sorotan khusus padanya. Dari jumlah tersebut, 10 berita memiliki nada positif dan lima berita lainnya bersifat netral. 

Frekuensi pemberitaan mengenai Partai Nasdem di Metro TV merupakan yang kedua tertinggi setelah partai Golkar, dengan 21 kali pemberitaan. 

Pemberitaan mengenai partai lain cenderung bernada netral atau bahkan negatif. Partai Golkar, yang mendapat 31 kali frekuensi pemberitaan (tertinggi di Metro TV), namun tidak bernada positif. Sebanyak 22 berita bersifat netral dan sembilan berita bersifat negatif. Situasi yang serupa juga terjadi pada PKS, di mana dari 15 berita yang ditayangkan, delapan berita bersifat netral dan tujuh berita bersifat negatif. 

Hal ini menunjukkan bahwa Metro TV memberikan sorotan yang lebih banyak pada partai lain (lawan politik Nasdem) dengan mengangkat isu-isu negatif. Fakta ini juga diperkuat dengan hanya ada tiga partai yang mendapatkan pemberitaan dengan nada positif di Metro TV, yaitu Nasdem (10 kali), PDIP (4 kali), dan PBB (1 kali). Dari ketiga partai tersebut, Nasdem mendapatkan sorotan positif yang paling banyak.

Meskipun Aburizal Bakrie, yang merupakan Ketua Umum Golkar dan pemilik TV One, tidak banyak muncul dalam pemberitaan di stasiun televisi miliknya (hanya tujuh kali), namun bukan berarti TV One merupakan stasiun televisi yang independen. 

Dalam tujuh berita yang melibatkan Bakrie, enam diantaranya memiliki nada positif dan satu berita bersifat netral. Bakrie menjadi tokoh politik dengan jumlah berita positif tertinggi di TV One. Hal yang sama terjadi pada partai Golkar yang dipimpin oleh Bakrie. Partai tersebut mendapatkan porsi pemberitaan positif yang tertinggi di TV One, mencakup 60% dari total berita positif yang ditayangkan. Sebaliknya, terhadap partai lain yang merupakan lawan politik pemilik TV One, cenderung dilakukan pemberitaan negatif. Hal ini tercermin dari fakta bahwa Partai Demokrat mendapatkan pemberitaan negatif tertinggi di TV One (50% dari total berita negatif di TV One).

Sama halnya dengan TV One dan Aburizal Bakrie, pasangan Hary Tanoesoedibjo dan Wiranto tidak banyak mendapat liputan berita di RCTI (hanya enam kali). Namun, Hanura menjadi partai yang mendapatkan porsi pemberitaan tertinggi di RCTI. 

RCTI juga menjadi tempat yang paling sering digunakan untuk iklan politik Pasangan Wiranto-Hary Tanoesoedibjo, dengan frekuensi 66 pemberitaan dan durasi 2605 detik. Jumlah ini juga ditambah dengan kemunculan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo, baik secara langsung maupun melalui atribut slogan kampanye, dalam program non-berita Kuis Kebangsaan di RCTI sebanyak 14 kali. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam kemunculan tokoh politik pada program non-berita di enam stasiun televisi.

Kesimpulan

Media massa memiliki peran sentral dalam masyarakat sebagai jembatan transparansi antara pemerintah dan masyarakat. Namun, idealnya media massa harus menjunjung tinggi prinsip independensi dan netralitas dalam menyajikan informasi secara objektif dan akurat. Meskipun demikian, realitasnya menunjukkan bahwa media tidak terlepas dari pengaruh kepentingan ekonomi dan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun