Mohon tunggu...
Bella Vlinder
Bella Vlinder Mohon Tunggu... IT Programmer -

Mind - Soul - Opinion

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tradisi Ramadhan: Pungli On The Road

29 November 2011   05:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:03 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya saya tak pernah menyadari bahwa kegiatan illegal ini adalah sebuah tradisi di bulan Ramadhan. Saya kira memang selalu ada operasi besar-besaran saat bulan suci tiba. Mendadak Polisi lalu lintas ada dimana-mana. Menampakkan wajah garangnya sambil memberhentikan setiap kendaraan yang lewat. Entah itu patroli khusus atau sekedar pemeriksaan. Yang pasti setiap razia lalu lintas menjadi hal yang menyebalkan bagi setiap pengguna kendaraan bermotor.

Tapi ternyata dugaan saya salah. Wajah-wajah garang itu ternyata melakukan pungutan liar. Mencari-cari kesalahan para pengguna kendaraan bermotor. Menurut kabar angin, mereka melakukan ini untuk menambah penghasilan di Bulan Ramadhan (hitung-hitung untuk tambahan biaya Lebaran). Saya mulai menyadarinya saat orang-orang terdekat saya mengalami hal yang sama pada waktu yang hampir bersamaan. Mereka merasa kecewa dengan tindakan Polisi yang semena-mena.

Atribut Lengkap Tak Menyelamatkan

Kamis minggu lalu, teman saya menceritakan pengalamannya kepada saya. Katanya kemarin sore ia baru saja mengalami kejadian yang tidak mengenakkan. Motornya kena tilang. Saat ia dan sepupunya melalui jalan utama di daerah Cikarang Barat. Hampir semua orang tau kalau di daerah tersebut tidak pernah ada patroli Polisi. Bahkan sekedar untuk menertibkan lalu lintas yang kacaupun tidak. Tapi sore itu sepertinya jadi hari sial bagi teman saya. Ia dan sepupunya yang sedang mencari makanan untuk berbuka puasa, tiba-tiba saja dihadang oleh Polisi ditengah jalan. Motornya diminta untuk berhenti dan dipinggirkan di samping kantor Polisi. Mereka berdua bingung. Atribut lengkap. Helm terpasang pada masing-masing kepala, jaket juga tak lupa dipakai, dan lampu utama juga menyala. Jadi apa yang membuat mereka diberhentikan? Ternyata setelah diperiksa, sepupu teman saya lupa membawa SIM. Dengan gaya khas Pak Polisi, “mari kita selesaikan di dalam”, mereka berdua dipersilahkan memasuki ruang sempit kantor Polisi. Awalnya Pak Polisi mengambil buku undang-undang, membacakan pasal-pasal yang sesuai dengan pelanggaran yang mereka lakukan, menyebutkan denda yang harus mereka penuhi. Belum sempat teman saya berbicara, Pak Polisi langsung mengeluarkan statement yang menjengkelkan.

“Baiklah bu, masalah ini mau diselesaikan disini atau di meja pengadilan?”, sambil menyodorkan selembar kertas dengan tulisan nominal rupiah untuk mengakhiri masalah.

Tentu saja teman saya bingung mendengarnya. Awalnya dia menolak untuk memberikan sejumlah uang yang diminta, tapi akhirnya setelah berdebat panjang lebar dengan Pak Polisi, uang sebesar 60 ribu rupiah diikhlaskan kepada Pak Polisi. Teman saya keluar dari kantor Polisi dengan perasaan jengkel, ia merasa dipaksa dan diperas oleh Pak Polisi.

Selesaikan Saja di Meja Hijau

Setelah mendengar cerita menjengkelkan dari teman saya, keesokan harinya adik saya mengalami hal yang sama. Tiba-tiba saja ada razia Polisi di sebuah jalan. Adik saya yang baru pulang dari sekolah susah untuk menghindar, karena setiap hari memang harus melewati jalan tersebut. Karena masih pelajar, jadi ia belum memiliki SIM. Dan sialnya, teman yang ia boncengi tidak memakai helm. Jadi berlipat ganda deh pelanggarannya. Ia sudah menjelaskan bahwa ia belum wajib memiliki SIM, tapi masalah helm tentu tidak bisa ia hindari. Ternyata hampir semua Polisi punya pilihan yang sama. Ia memberi 2 pilihan kepada adik saya, “selesai disini atau di meja pengadilan?” katanya sambil menyebutkan nominal-nominal rupiah yang bisa menyelesaikan masalah. Karena adik saya merasa jengkel dengan pilihan yang diberikan, maka ia memilih untuk menyelesaikan di meja hijau saja. Katanya “daripada uangnya untuk bapak, lebih baik saya berikan ke Negara”, saya hanya nyengir ketika mendengar ceritanya. Sempat Pak Polisi mengulang pilihannya, tapi adik saya tetap bersikeras untuk menyelesaikannya di meja pengadilan. Sepertinya Pak Polisi merasa kalah. Akhirnya ia menyetujui pilihan adik saya. Dan adik saya baru akan di sidang pada tanggal 12 Agustus nanti. Yah, semoga sidangnya berjalan dengan lancar.

Ada satu hal yang membuat saya tertawa mendengar cerita ini. Selama bernego dengan Pak Polisi, adik saya mengeluarkan HP (mungkin memberi kabar kepada teman-temannya melalui SMS). Saat adik saya akan meninngalkan kantor Polisi, Pak Polisi mengeluarkan perintah yang aneh menurut saya.

“Dik, coba saya lihat rekaman tadi. Pasti tadi kamu merekam pembicaraan kita kan?”

Adik saya segera menjawab dengan nada jengkel, “Nih pak bongkar deh HP saya. Ngapain juga saya ngerekam pembicaraan tadi?”

Akhirnya Pak Polisi tidak jadi memeriksa HP adik saya. Haha, Pak Polisinya kok jadi takut gitu ya? Mungkin takut kalau kelakuannya dilaporkan kepada atasannya.

Duh, miris ya melihat kelakuan para Polisi sekarang. Ternyata ada benarnya juga ungkapan seorang teman saya, “Polisi jaman sekarang bukan lagi mengayomi dan melayani, tapi telah berubah menjadi memaksa dan menindas”. Wah, jadi apa dong tugas Polisi sebenarnya? Silahkan jawab sendiri Pak Polisi yang terhormat.

Salam,

Bella Vlinder


  • Tulisan saya diatas bukan bermaksud memberi citra negatif kepada aparat kepolisian, saya hanya menuliskan apa yang terjadi pada orang-orang yang saya kenal. Mungkin tidak semua Polisi berlaku demikian, tapi justru yang sebagian itu yang membuat masyarakat resah. Piece pak..!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun