Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lidah

8 Januari 2022   17:46 Diperbarui: 8 Januari 2022   17:47 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lidah, wah, filsafat lidah. Tanpa lidah, kita bungkam. Lidah, anggota tubuh yang tersembunyi, tertutup rapat tapi dibuka dan dipajang untuk melukiskan berbagai perangai manusia.  

Lidah tak bertulang, suka berkelit. Silat lidah, bertengkar untuk tutup kesalahan.  Putar lidah, suka menipu. Jaga lidah, hati-hati dalam berbicara. Lidah kaku,  sulit berbicara dalam bahasa orang lain. 

Lidah bercabang, suka mengadu domba. Penyambung lidah, jadi perantara. Ujung lidah, menahan diri untuk tidak berbicara. Lidah kaku, kehabisan kata untuk berbicara.  Lidah tajam, suka menghardik sesama. Dengan lidah sebagai simbol, kita manusia mengungkapkan pribadi kita.

Kita manusia ada Nafsu untuk memiliki dan menikmati apa saja yang ada di sekitar kita. Lidah dipakai untuk menyalurkan keinginan yang dimunculkan oleh Nafsu. 

Kalau suka memperoleh sesuatu dengan cara menipu, disebut lidah tak bertulang.  Kita ada Nalar untuk memecahkan persoalan hidup dan sering secara berbelit-belit malah menipu sesama. Putar lidah. 

Kita manusia ada Naluri untuk hidup bersaudara dengan sesama. Membela yang tak berdaya dan bertindak sebagai penyambung lidah. Kita ada Nurani untuk mewujudkan kedamaian dan keadilan. Kadang-kadang takut memperjuangkan kedamaian dan keadilan karena lidah kaku. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Lidah dipakai untuk mengecap pahit manisnya makanan. Kalau lidah kehilangan rasa maka apa pun saja dilahap tanpa menghiraukan bahaya untuk diri dan membawa duka bagi sesama. 

Lidah dipakai untuk mejilat sesuatu yang ada di luar mulut untuk menguji enak tidaknya berbagai jenis makanan. Kalau ada yang enak lalu dijilat terus-menerus, maka kalau lewat batas, terjadilah kebiasaan, penjilat. 

Mencari untung dengan menjerumuskan sesama yang dipuji dan disanjung demi tujuan yang tidak luhur. Sahabat bisa sekarat. Atasan bisa terbelit berbagai kesulitan tanpa rasa karena kena jilatan dari teman penjilat.

Lidah memampukan kita untuk menggumam kata-kata. Sumpah serapah atau sembah puji. Kemampuan ini hadiah dari PENCIPTA untuk kita manusia. Tujuan lidah sangat luhur, merasa enaknya hidup, mengucap salam dan melantunkan Puji Syukur kepada PENCIPTA. Ini tujuan pertama dan utama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun