Filsafat turun derajat. Memangnya filsafat itu duduk di mana sehingga turun? Siapa yang naikkan dia dan siapa yang turunkan dia? Kalau filsafat itu ilmu maka  di dunia ini tidak ada satu ilmu pun lebih tinggi dari ilmu yang lain. Semua ilmu itu ada di bidangnya masing-masing. Saling melengkapi. Jadi filsafat itu kalau dilihat sebagai ilmu, sama dengan ilmu lain.Â
Filsafat debagai pandangan hidup, maka tolong tunjukkan atau buktikan, manusia mana di mana, kapan, yang tidak punya pandangan hidup. Manusia itu berfilsafat. Filsafat itu ada dalam diri manusia.Â
Jadi filsafat itu tidak turun atau naik derajat. Hanya saya, anda, dia, kita yang agung-agungkan filsafat dan dudukkan tidak pada tempatnya. Akibatnya hal yang ada dalam diri kita dijadikan hal asing, agung, aneh , sulit, berbelit. Kita berfilsafat, kita filsuf, setiap saat  berfilsafat karena kita hidup ini dalam kebenaran dan kebenaran itu hasil filsafat, hasil kita, ada dalam diri kita.
Nafsu untuk hidup itu membuat manusia mengusahakan, menghasilkan dan memanfaatkan alam. Nalar mencerahkan diri manusia untuk mengetahui dan mengalami alam untuk dikonsumsi.Â
Naluri mendorong manusia untuk ingat sesama, Â kerjasama dalam proses usaha dan hasilkan serta manfaatkan alam. Nurani sadarkan manusia bahwa diri manusia ini ada dan diadakan oleh DIRI Yang ADA, MAHA ADA. Ini filsafat.Â
Lihat jagung dan suka makan. Ini dorongan Nafsu. Pikir cara tanam, pelihara, panen, olah untuk dimakan. Ini karya Nalar. Ajak sesama untuk hasilkan jagung. Ini karya Naluri.Â
Syukur bahwa jagung ada dan bisa dimakan. Ini karya Nurani. Empat unsur dalam diri manusia yang terpadu menyadarkan diri kita manusia ini memampukan kita untuk hidup. Inilah filsafat. (4N, Kwadran Bele, 2011).Â
Filsafat itu pengetahuan biasa. Filsafat itu proses berpikir dan temukan kebenaran. Filsafat itu membuat diri kita manusia segar karena seluruh unsur dalam diri kita digerakkan secara terpadu. Nafsu layu, digerakkan oleh Nalar untuk tidak menyerah. Naluri mendorong untuk bersama orang lain cari kesegaran.Â
Nurani menenangkan diri kita untuk berkontak dengan Pencipta kita, TUHAN. Kalau dipahami filsafat seperti ini, di mana ganjilnya filsafat? Berhenti berpikir, berhenti berfilsafat. Orang gila pun masih berteriak waktu disakiti. Itu hasil pikiran, perasaan yang terjadi oleh daya pikir biar terhambat oleh berbagai sebab.Â
Namanya orang, pasti berfilsafat. Kita bukan orang-orangan. Kita, orang, manusia, pribadi. DIA, TUHAN, Yang adakan kita, Â senang lihat kita berfilsafat.