Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (31)

16 Januari 2021   15:20 Diperbarui: 16 Januari 2021   15:24 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh itu siapa? Siapa itu tokoh? Nino 8 tahun. Ibe 4 tahun. Keduanya adik kakak. Ibe, adik,  menangis. Nino bujuk. Nino itu tokoh bagi Ibe. Nino sakit. Ibe ambil air untuk kakaknya dan Nino minum. Ibe itu tokoh bagi Nino. Dua adik kakak ini  tolong menolong, saling tokohkan satu sama lain. Kalau begitu tokoh itu gampang sekali. Benar! Kita yang buat sukar. Tindakan dua adik kakak ini kecil sekali. Itu bisa jadi tokoh? Yah! Kita yang besar-besarkan syarat untuk tokoh. 

Di rumah saja juga bisa jadi tokoh? Jadi tokoh itu harus di luar, di mana? Di Ibu kota Negara? Di pusat agama? Di pusat dagang? Di pusat partai politik? Di pusat kekuasaan? Di luar angkasa? Kalau demikian ukurannya untuk jadi tokoh, maka dunia ini miskin tokoh. Padahal dunia ini penuh dengan tokoh. Delapan milliar manusia, delapan milliar tokoh. 

Perbuatan apa pun, sekecil apa pun terhadap sesama, kalau perbuatan itu baik, itu adalah perbuatan seorang tokoh. Bukan kumpul-kumpul jadi banyak baru tokoh. Bukan buat hal baik bagi banyak orang baru tokoh. Bukan buat hal besar baru tokoh. Syarat untuk jadi tokoh itu, buat hal baik. Sederhana sekali. 

Buat baik. Itulah ukuran jadi tokoh. Tiap manusia itu bisa buat baik. Harus buat baik. Jadi, tiap manusia adalah tokoh. Namanya manusia, sejak lahir, sudah tokoh. Saya, anda, dia, kita adalah tokoh. Jangan lagi ragu dan tanya, siapa itu tokoh, tokoh itu siapa. Tokoh itu diri kita manusia ini. Saya ada nafsu untuk sehat. Makan, istirahat, kerja. Makan ukur-ukur, ingat sesama. Itu buat baik bagi diri dan sesama dengan nafsu saya. 

Saya ada nalar untuk putuskan, kapan kerja, kapan istirahat. Hasilnya digunakan untuk diri dan sesama. Ini contoh buat baik  melalui nalar. Saya ada naluri untuk kerja keras supaya ada hasil. Kerja tidak sendirian, ajak sesama untuk mencapai hasil. Ini namanya buat baik bagi diri dan sesama berdasarkan naluri. Nurani saya bisikkan dalam diri saya, kerja jujur. Hasilnya ada kepuasan, rasa bahagia. Saya senang, sesama senang, TUHAN senang.

Saya, anda, dia, kita, dengan adanya empat N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI dalam diri kita, kita jadi tokoh yang buat hal-hal yang baik mulai dari yang kecil sekecil-kecilnya sampai yang besar sebesar-besarnya. Harus yakin bahwa diri kita ini adalah tokoh dalam arti ini, buat baik bagi diri dan sesama sebagai tugas dan panggilan hidup yang ditetapkan oleh DIA PENCIPTA kita untuk hidup di dunia ini. (4N, Kwadran Bele, 2011). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun