Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Asing" dari Sudut Filsafat (9)

23 Oktober 2020   16:48 Diperbarui: 23 Oktober 2020   16:52 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Asing itu membuat kita manusia hidup dalam kemauan. Mau dan terus mau. Asing itu membuat kita hidup dalam pertanyaan. Tanya dan terus tanya. Asing itu menuntun  kita untuk hidup dalam kerinduan. Rindu dan terus rindu. Asing itu membuat kita ada dalam harapan. Harap dan terus harap. Kemauan itu NAFSU. Pertanyaan itu NALAR. Kerinduan itu  NALURI. Harapan itu  NURANI. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Kalau sudah asli, selesai. Tidak ada lagi kemauan, pertanyaan, kerinduan  dan harapan. Karena masih asing itulah kita serba mau, serba tanya, serba rindu, serba harap. Asing membuat kita terus menuju dan menuju, tanpa istirahat, tidak berhenti. Hidup itu menuju dan belum sampai ke tujuan. Tujuan pun tidak ada akhir karena terus berlanjut. Sesudah tiba saat kematian, hidup ini berlanjut terus hanya dalam bentuk dan cara yang lain. 

Hidup berawal dari hidup dan berakhir dengan hidup, bukan dengan kematian. Yang namanya mati itu peralihan, bukan akhir. Selama hidup di dunia, kita asing dengan sesama dan asing dengan Pencipta kita. Terkadang kita mau makanan yang aneh-aneh, pokoknya enak di lidah. Ini ulah NAFSU kita. Ada makanan di rumah, masih cari makanan jenis lain, cara masak lain di restoran.

Banyak pengalaman dan ilmu sudah kita pelajari tapi tidak puas, terus cari pengetahuan baru, pengalaman baru tentang hal-hal yang asing. Ini karya NALAR. Kita manusia hidup dalam kerinduan untuk berkumpul. Senang kalau bertemu, berkumpul dengan keluarga, dengan kenalan. Itulah  NALURI kita yang mendorong kita untuk mencari dan  bertemu dengan sesama. Kalau hidup sendiri saja, rasa asing, sendirian, sepi. Dalam NURANI kita muncul harapan untuk kebahagiaan. 

Hidup sebagai orang asing ini benar secara alamiah asing satu sama lain antara manusia dan antara kita manusia dengan alam semesta.  Bola bumi ini saja asing dengan segala seluk-beluknya, perputarannya, gaya beratnya, gaya tariknya. Ini asing. Gedung tinggi yang kita manusia bangun, kalau roboh, menindih pembangun tanpa ampun meluluh-lantakkan tulang belulang manusia. Itu karena susunan batu dan besi itu asing dengan tubuh manusia pun asing. Dua benda asing bertemu dalam keadaan yang tidak biasa, batu dan besi yang keras, asing, bertemu dengan daging dan tulang manusia yang lembut. 

Keterasingan dalam hidup ini harus didekatkan satu sama lain sehingga akrab, menyatu. Hutan kalau tidak ditebas, bukit-bukit kalau tidak digundulkan, keadaannya tidak jadi asing dengan manusia, malah menjadi akrab, hutan dan bukit yang rindang itu menyediakan air jernih dan udara sejuk. Itulah alam dengan manusia, asing tapi dekat, akrab, menyatu, tidak saling membinasakan. Herannya, ada di antara kita manusia ini, tega membinasakan sesama manusia, karena dirinya merasa asing dengan sesama atas dasar NAFSU buta,  NALAR buntu,  NALURI buas,  NURANI  batu. PENCIPTA kita tidak pernah menghendaki hal itu terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun