Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Kasihan" dari Sudut Filsafat

30 September 2020   20:38 Diperbarui: 30 September 2020   20:49 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada istilah kasihan, kasihani, kasih, kasihi. Kasihan itu menyangkut keadaan hidup setiap saat. Ada orang yang patut dikasihani karena nasibnya malang terus. Kasihan, hidupnya terlunta-lunta. Kasihan, dia sekarang sebatang kara. 

Kasihan itu perasaan seseorang yang berada pada posisi baik terhadap seseorang yang ada dalam posisi buruk. Orang sehat kasihan sama orang sakit. Orang kaya kasihan sama orang miskin. Orang senang kasihan sama orang susah.

Kasihan itu rasa iba yang muncul dari dorongan NAFSU untuk menolong sesama yang sedang ditimpa kemalangan. NALAR manusia langsung menelusuri sebab akibat dari kemalangan yang diderita seseorang.  NALURI manusia langsung tergerak untuk memberikan bantuan sedapat mungkin. NURANI manusia memunculkan perasaan bahagia karena tindakan membantu sesama yang menderita. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Kasihan itu kumpulan perasaan yang muncul dari NAFSU membantu sesama, dibantu oleh pertimbangan NALAR tentang perlunya membantu sesama, didorong oleh NALURI untuk menanggung nasib sesama dan disetujui oleh NURANI yang memberikan pujian kepada diri manusia bahwa menaruh belas kasihan pada sesama itu tindakan mulia.

Seharusnya tidak boleh ada perasaan kasihan di antara sesama manusia kalau semua manusia itu mengalami nasib hidup yang sama, sama-sama senang, sama-sama susah, tidak ada yang kaya, tidak ada yang miskin, tidak ada yang senang sendirian, tidak ada yang susah sendirian. 

Kasihan itu muncul karena manusia ini ada yang mujur, ada yang sial, ada yang kelimpahan, ada yang kekurangan. Ada ketimpangan dalam hidup ini membuat yang satu menaruh rasa kasihan sama yang lain.

Timbul pertanyaan, mengapa terjadi keadaan seperti ini, ada gelandangan tapi ada sekelompok orang yang serba mewah hidupnya, ada penderita penyakit kronis, ada orang yang sehat walafiat, ada yang berpakaian compang-camping, ada yang berpakaian perlente ganti pagi sore.

Ada yang tertawa, ada yang menangis. Kasihan. Ada apa? Salah siapa? Nasib? Takdir? Garis tangan? 

Kasihan. Inilah hidup manusia. Ternyata, rentang hidup seorang itu tidak selamanya mulus dari lahir sampai mati. Tidak ada yang namanya nasib, takdir, garis tangan. Itu hanya penilaian dalam kegelapan tentang jalan hidup manusia.

Pada saatnya seseorang menyatakan kasihan, pada saatnya pula menerima pernyataan kasihan dari orang lain. Kasihan itu perasaan balas berbalas. Siap selalu untuk berbelas-kasihan pada sesama sebab pada saatnya diri kita menanti belas-kasihan dari orang lain.

Setiap kita ada NAFSU untuk menaruh kasihan pada orang lain. Begitu banyak pengalaman yang terekam oleh NALAR kita betapa keadaan susah tiba-tiba menimpa seseorang tanpa diduga. NALURI kita harus siap sedia menyatakan kasihan kepada sesama. NURANI kita tetap menanti untuk menyimpan ungkapan kasihan yang ditujukan kepada sesama yang menderita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun