Alarm Pagi yang Terabaikan
"Bu, saya belum sempat sarapan."
Kalimat itu terlalu sering terdengar di ruang kelas. Sebagai guru, saya kerap mendengar jawaban serupa ketika murid terlihat lesu, mengantuk, atau sulit berkonsentrasi.
Bagi sebagian orang tua, melewatkan sarapan dianggap sepele. Padahal, perut kosong di pagi hari bisa menjadi batu sandungan serius bagi kualitas belajar anak-anak kita.
Data Kementerian Kesehatan (2022) menunjukkan hanya 44% anak usia sekolah di Indonesia yang rutin sarapan setiap hari. Artinya, lebih dari separuh siswa berangkat sekolah dengan energi minim. Tidak heran bila konsentrasi mereka cepat menurun, bahkan berisiko mengalami masalah kesehatan ringan hingga pingsan.
Sarapan: Bahan Bakar Otak yang Terlupakan
Organisasi Pangan Dunia (FAO, 2021) menegaskan sarapan adalah kunci fungsi kognitif. Gula darah yang stabil setelah sarapan membantu otak berpikir jernih, mengingat lebih baik, dan merespons pelajaran dengan fokus.
Tanpa sarapan, tubuh anak akan mengambil cadangan energi darurat. Akibatnya, mereka cepat lelah, sulit mengikuti pelajaran, dan emosinya lebih mudah meledak.
Saya sering menyaksikan murid berulang kali menguap di jam pertama. Ada juga yang melamun saat diminta menjawab soal sederhana. Semua itu bukan semata karena malas, tapi karena otak mereka bekerja dalam kondisi bahan bakar yang kosong.
Fakta di Lapangan