Saat aktivitas banyak berpindah ke ruang digital, centang biru sering dianggap sekadar simbol status: tanda resmi bahwa seseorang diakui oleh sebuah platform. Namun, di balik ikon kecil itu tersimpan cerita panjang tentang konsistensi, jatuh bangun semangat, bahkan keraguan eksistensial seorang penulis.
Saya salah satunya. Dari vakum enam tahun hingga akhirnya kembali menemukan ritme menulis, perjalanan ini mengajarkan bahwa centang biru bukanlah akhir. Justru ia menjadi awal dari tanggung jawab baru.
Mengapa Banyak Penulis Vakum?
Saya bergabung di Kompasiana sejak 2010 dengan semangat berapi-api. Menulis saat itu terasa seperti membuka jendela untuk berbagi pandangan, pengalaman, dan refleksi pribadi.
Namun, seiring waktu, semangat itu pasang surut. Tahun 2015 menjadi titik paling sunyi. Saya benar-benar berhenti menulis. Vakum itu berlangsung lama, bahkan hingga enam tahun penuh. Dari 2015 sampai 2021, tidak ada satu pun tulisan lahir dari akun saya.
Fenomena vakum ini ternyata bukan hanya milik saya. Banyak penulis warga digital menghadapi hal serupa: kehilangan motivasi, kelelahan ide, atau sekadar terjebak dalam rutinitas hidup.
Survei APJII 2023 mencatat lebih dari 210 juta masyarakat Indonesia aktif menggunakan internet. Namun, tingginya angka pengguna itu tidak sebanding dengan kualitas literasi digital, termasuk kebiasaan menulis dan berbagi gagasan.
UNESCO bahkan menyoroti bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya sekitar 0,001. Artinya, dari seribu orang, hanya satu yang benar-benar tekun membaca dan menulis.
Tak heran jika menulis seringkali kalah oleh tuntutan pekerjaan, keluarga, atau bahkan rasa minder terhadap kualitas tulisan sendiri.
Konsistensi Kecil, Hasil Besar
Pada 2022, niat menulis itu mulai muncul kembali. Meski begitu, langkahnya masih ragu. Saya menulis, tapi hanya sekadarnya. Belum ada konsistensi penuh. Artikel lahir sesekali, tanpa target, tanpa tekad yang jelas.
Hingga akhirnya, pada 2024, saya mencoba lebih serius. Saya menulis hampir setiap hari, mengikuti ritme yang lebih teratur. Dari sana, untuk pertama kalinya saya merasakan apresiasi lewat KRewards. Rasanya menyenangkan, seperti hati ingin jungkir balik kegirangan, karena jerih payah ternyata mendapat perhatian nyata.