Mohon tunggu...
Bekti Nugraha
Bekti Nugraha Mohon Tunggu... -

ketikjurnal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengawal Bonus Demografi Melalui Kegiatan Non Akademis

19 September 2016   07:05 Diperbarui: 19 September 2016   07:25 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Data Proyeksi Penduduk Indonesia (2010 - 2035) Bappeda

Pertumbuhan penduduk di negara Indonesia mulai menampakkan titik terang. Hal itu dapat dilihat dari jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih dominan dari jumlah penduduk usia ketergantungan (<15 tahun dan >64 tahun). Peningkatan ini dinamakan bonus demografi. Menurut data “Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035” dari BAPPENAS, Indonesia mengalami bonus demografi periode tersebut. 

Penurunan beban rasio beban ketergantungan (Dependency Ration) menurunkan beban ekonomi bagi penduduk usia produktif (usia kerja) yang menanggung usia tidak produktif. Data tersebut memperhitungakn usia harapan hidup, vertilitas, dan lain-lain. Sebuah kesempatan baik yang harus dikawal bersama.

Kesempatan ini – kalau enggan dinamakan tantangan – tidak secara otomatis akan menguntungkan Indonesia. Karena dibutuhkan lapangan perkerjaan dan kualitas manusianya. Lapangan pekerjaan harus memenuhi laju pertumbuhan, bisa dari pemerintah, swasta, maupun asing. Sedangkan kualitas manusianya harus mengimbangi pertumbuhan tersebut, agar produk – produk Indonesia dapat bersaing untuk menungkatkan laju pertukaran rupiah. Seandainya berhasil, tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara maju di Asia.

Untuk mendapatkan keduanya, hal utama yang harus dipersiapkan secara matang adalah SDM (Sumber Daya Manusia). Salah satu kunci peningkatan kualitas SDM adalah pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Dalam pendidikan formal (sekolah) juga terbagi menjadi kegiatan akademis dan nonakademis. 

Dari berbagai sarana pendidikan tersebut saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. SDM yang berkualitas tidak cukup hanya dengan meningkatkan kemampuan akademis. Walaupun kemampuan tersebut dapat diukur dengan angka pasti, namun dalam dunia pekerjaan kemampuan akademis bukan menjadi faktor utama dalam kualitas SDM. Dibutuhkan kemampuan memimpin, berkomunikasi, kepribadian, dan sebagainya yang hanya bisa didapat dari kegiatan nonakademis pada sarana pendidikan formal.

Kegiatan nonakademis adalah segala sesuatu di luar hal-hal yang bersifat ilmiah dan tidak terpaku pada satu teori tertentu. Berbeda dengan kemampuan akademis,  kemampuan nonakademis seseorang sulit diukur secara pasti karena tidak ada salah dan benar didalamnya. Contoh kemampuan non akademis antara lain seni berkomunikasi,kemampuan berorganisasi, kepribadian, kemampuan kerjasama, kemandirian, dan kecakapan memimpin. 


Di dalam kegiatan nonakademis lebih berpengaruh terhadap karakter manusianya dibanding kegiatan akademis. Untuk itu kegiatan nonakademis secara tidak langsung merupakan pendidikan karakter bagi calon pemimpin negeri ini. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

Sayangnya, kegiatan nonakademis belum benar – benar matang. Hal tersebut disebabkan kegiatan nonakademis di negara ini belum menjadi perhatian ketimbang akademis. Orang tua, sekolah, universitas, pemerintah, dan masyarakat cenderung menilai kualitas seseorang berdasarkan prestasi – prestasi akademisnya. Hal itu berakibat keterbatasan ruang bagi seseorang untuk mengembangkan potensinya. 

Potensi yang penting dalam kualitas SDM untuk dapat bersaing dengan negara maju. Dalam kondisi sekarang ini perlu ditanamkan bahwa setiap individu itu unik (Everybody is unique). Memahami potensi dan mengembangkannya sebagai senjatanya untuk masa depan negeri kaya ini. Negeri ini butuh orang yang mau bekerja, bukan sekedar pintar. Seperti selogan 71 tahun kemerdekaan Indonesia “Kerja Nyata!”.

Ketika kita mendengar berita “Empat Mahasiswa Indonesia Cuti Satu Semester untuk Dapat Menggapai Puncak Tertinggi Benua Amerika.” Hal pertama yang orang awam soroti pasti kata “cuti satu semester” baru setelah itu “menggapai puncak tertinggi Amerika”. Secara tidak sadar otak kita telah terprogram untuk lulus kuliah tepat waktu dengan indeks prestasi kumulatif diatas 3,50. Sedangkan kita seakan tidak mau tau bagiamana proses yang telah dilalui oleh mahasiswa tersebut untuk dapat mencapai puncak tertinggi Benua Amerika tersebut. 

Kalau kita mau sedikit saja memperhatikan, disana terdapat pembelajaran – pembelajar berharga yang akan sangat berguna bagi kualitas SDM. Hal tersebut mulai dari perencanaan, operasional, kepemimpinan, komunikasi, dana usaha, kemandirian, ketekunan, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Secara kualitas dalam pekerjaan, bisa jadi mahasiswa yang cuti tersebut lebih cepat berdaptasi dan berprestasi daripada mereka yang tidak menjalani proses tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun