Mohon tunggu...
BEKA Bayu Krisna
BEKA Bayu Krisna Mohon Tunggu... Coach NLP/ Mind Management

Hobi : Membaca dan memberikan pelatihan Kepribadian : curosity sangat tinggi, komunikatif, humoris Topik konten yang paling disukai adalah komunikasi, mind management, marketing, ligkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pajak Dihentak : Rakyat Bergolak

18 Agustus 2025   08:30 Diperbarui: 17 Agustus 2025   22:05 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pajak Dihentak : Rakyat Bergolak

Dr. Petrus Palgunadi, MSi

Pengajar di Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Kristen Teknologi Solo (UKTS)

Rupanya Bupati Pati memang keras kepala, walau telah didemo puluhan ribu masyarakat, ia tetap yakin tidak semudah itu melengserkannya. Beberapa media bahkan memasang head line-nya “Sudewo Tak Mau Mundur”. Seolah siap menabuh genderang perang, ia sesumbar bahwa ia telah dipilih secara sah oleh masyarakat Pati. Ia bersikukuh bahwa ada mekanismenya untuk melengserkan sebuah jabatan Bupati. Begitu yakinnya Sudewo pada dewa yang melindunginya, sehingga ia tak peduli lagi dengan massa yang berdemo.

Namun Masyarakat Pati konsisten dengan perlawanannya. Seperti yang kita sudah lihat  bahwa tepat 13 Agustus 2025, sejak pukul 10.00 sudah mulai berkumpul di depan kantor bupati. Semua menyuarakan satu tujuan, lengserkan bupati yang arogan. 

Husien sang koordinator lapangan demontrans, hari itu benar-benar bagaikan Lionel Andrés Messi bintang sepak bola dunia sepanjang masa dari Argentina yang bertubuh kecil namun jago dalam menjebol gawang lawan. Seperti Messi, tubuh kecil Husein tak membuat nyalinya ciut oleh hardikan aparat keamanan yang bertubuh gempal. 

Semua pendemo patuh pada aturan permainanya, karena semua tahu bahwa ia adalah pejuang yang teguh pada tujuannya. Meski basah kuyub terkena semprotan water cannon semangatnya untuk mengatur massa yang sempat ricuh tak pernah luruh. Ya, Husein adalah kapten yang sesungguhnya, bukan hanya kapten yang hanya bisa memprovokasi tapi juga mengatur stamina dan pertahanan pendemo. 

Lalu bagaimana kalau Bupati Sudewo tak mau mundur karena dijaga oleh dewa-dewa? Seperti yang diungkapkan Husein, kalau tak mundur, maka akan muncul demo pelengseran jilid dua pada 25 Agustus 2025. Sebagai korlap yang mempunyai tanggung jawab, ia sekali lagi meminta kepada massa agar tidak merusak fasilitas umum.

Budaya resisten ini diakui oleh Bivitri Susanti, pengajar Universitas Indonesia. Dalam sebuah diskusi di Kompas TV Bivitri  menggambarkan Kabupaten Pati sebagai bagian sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan, yang dipimpin oleh Samin Surosentiko tokoh legenda yang terkenal dengan ajarannya "sedulur sikep". Rakyat Pati melakukan perlawanan terhadap kebijakan pajak yang membebani rakyat. Jadi jangan main-main dengan masyarakat Pati ! Kini darah perjuangan Samin Surosentiko telah mengalir ke dalam tubuh Husein. 

Sebaliknya, kini jabatan bupati yang dimiliki Sudewo sudah di ujung tanduk hanya gara-gara sikapnya yang arogan. Maka  kini ia harus menanggung risikonya. Seperti lirik tembang anak-anak Gundul Pacul :

Gundul-gundul pacul, gembelengen, nyunggi-nyunggi wakul gembelengan....wakul glimpang segane dadi sak ratan” –  pemimpin yang yang seharusnya menjunjung tinggi amanah yang diberikan rakyat, tetapi malah sombong dan akhirnya terguling oleh kesombongannya sendiri.

Sebagai orang Jawa, Sudewo tak menjalankan kepemimpinannya dengan falsafah Jawa ini hingga semua jadi berantakan.  Kini walau hanya  untuk menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan kepada pendemo tentang pembatalan kenaikan PBB, massa langsung melemparinya dengan botol air mineral. Rakyat yang dulu memilihnya kini sudah tidak menghormatinya lagi. Media massa menstream dan online sudah menyiapkan amunisi apabila Sudewo keras kepala tetap mempertahankan jabatannya.

Kekawatiran Dari Pati Ke Seluruh Negeri

Tak mengherankan jika beberapa kalangan mengkawatirkan, jika demo besar-besaran di Kabupaten Pati ini menjalar ke seluruh negeri. Pasalnya, massa yang bergerak di beberapa kota mempunyai akar yang sama yaitu kenaikan pajak. Ironisnya  para kepala daerah yang menjadi raja-raja kecil di kabupaten/kota justru tidak mempunyai empati yang tinggi terhadap kesulitan yang dialami oleh rakyatnya sendiri. 

Gejala keberatan masyarakat terhadap kenaikan pajak sebenarnya sudah mulai muncul sejak 2022. Tampak jelas ketika muncul hastag #stopbayar pajak yang lantas di komentari Menteri Keuangan Sri Mulyani :

"Mereka yang menyampaikan hashtag enggak bayar pajak ya berarti Anda tidak ingin tinggal di Indonesia atau tidak ingin lihat Indonesia bagus, gitu aja. Jadi tidak perlu ditanggapi" (Antara,19 Juli 2022)

Suara-suara ini sebenarnya merupaakan indikasi awal dari suara rakyat yang menangkap gejala kenaikan pajak di Indonesia. Ketika ini terjadi di masyarakat menengah ke bawah, maka mulailah suara itu semakin bergaung semakin keras. Apalagi disampaikan oleh pejabat yang tak mempunyai empati.

Guru besar kajian Asia  Universitas Melbourne  , Vedi R Hafid yang mengungkapkan meski sistemnya desentralisaasi, ternyata di Indonesia justru memunculkan raja-raja kecil di daerah yang dalam membuat kebijakan dan gaya kepemimpiannya mereplikasi pemerintah pusat (Kompas TV,14 Agustus 2025). Jadi ini adalah kesalahan sistemik yang saling kait mengkait antara pusat dan daerah. Maka sangat logis jika berbagai kalangan mengimbau agar pemerintah pusat mengawasi kebijakan pemerintah daerah yang tidak pro rakyat.

Wahyu Media Askar dari Celios mengungkapkan hal yang sama. Pemangkasan anggaran dari pusat membuat daerah tidak mempunyai uang. Menurutnya sistem perpajakan kita sangat regresif dan tidak adil. Negara telah gagal mengumpulkan pajak dari orang kaya dan super kaya.

Tak dapat dipungkiri bahwa kenaikan pajak yang tak masuk akal adalah penyulut demo di beberapa daerah seperti Jombang, Banyuwangi, dan Cirebon. Pemerintah terkesan terburu-buru meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat agar citra di hadapan masyarakat baik. Sayangnya, bukannya tajam ke atas malah tajam kepada kalangan akar rumput. Beberapa contoh bisa kita lihat di  beberapa kasus :

"Pensiunan yang sudah lansia tiba-tiba di tagih PBB-nya dari 6,2 juta rupiah naik menjadi 62 juta rupiah. Kekecewaaan juga ditunjukkan warga Jombang yang membayar pajak dengan uang koin receh dalam galon gara-gara PBB-nya naik dari 400 ribu rupiah menjadi 1,2 juta rupiah. Belum lagi seorang buruh jahit di Pekalongan tiba-tiba dikejutkan dengan tagihan pajak sebesar 2,9 miliar rupiah karena identitasnya dipakai oleh sang bos untuk mengelabui petugas pajak."

Gara-gara banyaknya kepala daerah yang buru-buru menaikan PBB, maka trend kesalahan yang sering terjadi adalah  : salah sasaran, salah tagihan, dan salah ngomong di kalangan pejabat. Tentu ini akan mempunyai  akibat fatal. Ibarat siapa menebar angin, akan menuai badai, jika kebijakan fiskal ini tetap dilanjutkan, tentu setiap pejabat sudah tahu risikonya.

Semoga badai itu tidak akan terjadi di saat kita semua baru saja merayakan peringatan kemerdekaan RI ke 80. Kalau memang harus prihatin, harus dimulai dari pejabat - berikanlah teladan gaya hidup sederhana, jauh dari hedonisme. Sopanlah bekata kepada sesama, jauh dari caci maki dan arogansi.

Setelah cukup lelah merayakan kemerdekaan, semoga kita tak dibebani lagi oleh hal-hal yang terkait dengan kenaikan pajak yang melelahkan. Pejabat harus berbela rasa ikut prihatin pada saat rakyat prihatin. Saya percaya kalau tidak benar-benar tertekan  masyarakat tidak akan bergolak. Terutama masyarakat Jawa Tengah yang terkenal dengan budaya nrimo, biasanya enggan untuk reaktif, kecuali kalau mereka benar-benar merasa tertekan.  Mari berbela rasa, terutama terhadap rakyat kecil, bukan hanya membela tuan besar yang memberi kekuasaan.

Saya menjadi was-was karena pemantiknya sama, yaitu kenaikan pajak di berbagai bentuk di berbagai daerah. Kalau kebijakan dan pengelolaan pajak pusat tidak dibenahi, maka bukan hal yang mustahil  bara perlawaanan masyarakat Pati bisa menjalar ke seluruh negeri. Meskipun ada perasaan was-was, sebagai sesama orang Semarang perkenankanlah saya setelah  peringatan kemerdekaan Indonesia ini, mempersembahkan lagu istimewa untuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani “Ndang Baliyo, Sri..”- Kembalilah sebelum terlambat, Sri. Kembalilah pada kebijakan pajak yang berkeadilan sebelum riak-riak kecil di Kabupaten Pati ini menjadi gelombang tsunami yang bisa menenggelamkan siapapun yang mengabaikannya.

Saya percaya Sri Mulyani dengan pengalaman dan kecerdasannya bisa menormalkan kembali kebijakan pajak di tingkat daerah. Merdeka untuk seluruh rakyat Indonesia, jangan pernah frustasi untuk memperjuangkan kemerdekaan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun