Mohon tunggu...
Beby Haryanti Dewi
Beby Haryanti Dewi Mohon Tunggu... profesional -

Freelance editor, writer, German teacher. Coming soon: The Siblings: Hilangnya Duplikat Pedang Nabi (Penerbitan Pelangi Indonesia, 2013)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjemput Adrenalin di Belantis Leipzig

30 Juli 2013   09:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:50 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Schloss Belantis Kalau Jakarta punya Dufan, maka Leipzig punya Belantis, taman rekreasi terbesar di bagian Timur Jerman. Wahana-wahana permainan seru pun digeber di sana, baik untuk orang yang punya nyali lebih, yang rada takut-takut seperti saya, sampai untuk anak-anak. Saya pernah berkesempatan mengunjungi Belantis membawa teman-teman yang datang dari Dresden yang penasaran dengan taman hiburan ini. Sayangnya, hari itu cuaca tidak begitu bersahabat, mendung dan hujan rintik-rintik hampir sepanjang hari. Yaah ... padahal saat itu musim panas. Suhu udara Leipzig yang biasanya di atas 22˚C pun anjlok menjadi 17˚C. Tapi karena teman-teman sudah datang pada hari itu, ya sudah, pergi saja meskipun dingin-dinginan seharian di luar. Brrr!

Sandmann, tokoh dongeng si penabur bubuk tidur di Jerman Dari Hauptbahnhof (Main Station) Promenaden, kami naik Strassenbahn (tram) nomor 3 sampai halte terakhir di Knautkleeberg. Dilanjutkan dengan bus nomor 118 yang langsung menuju halte Belantis. Perjalanan dari Hauptbahnhof ke Belantis memakan waktu kira-kira 40 menit – 1 jam (tergantung berapa lama menunggu bus datang). Kami sempat ketinggalan bus, jadi terpaksa menunggu bus berikutnya, deh!
Menunggu Buslinie 118 Begitu turun di halte bus, langsung tampak istana Belantis yang besar dan cantik berwarna biru muda. Saya langsung membeli Familien Tiket (tiket keluarga) dengan harga 24,90€ per orang (ini berlaku jika anggota kelompok kita lebih dari dua orang), sementara anak-anak yang tinggi tubuhnya di bawah 1 meter gratis. Lumayan, deh, bayi saya tidak perlu bayar. Kemudian kami semua langsung masuk ke dalam. Taman Belantis ini dibagi dalam delapan tema, yaitu; Schloss Belantis (Istana Belantis), Tal der Pharaonen (Lembah Fira’un), Strand der Götter (Pantai Dewata),Land der Grafen (Tanah Perhitungan), Insel der Ritter (Pulau Ksatria), Küste der Entdecker (Pantai Penemu), Prärie der Indianer (Padang Rumput Indian), dan Reich der Sonnentempel (Kekayaan Kuil Matahari). Semuanya asyik dan seru!
Swiiiing! Karena saya membawa dua anak balita, gerak saya sedikit terbatas alias tidak bisa mencoba semua wahana yang ditujukan untuk orang dewasa. Sayang, deh, tiket mahal-mahal. Tapi saya dan suami bekerja sama dengan baik agar masing-masing kami tetap dapat menikmati lonjakan adrenalin yang ditawarkan oleh Belantis ini.
Wasserrutschen
Makan siang dulu, dong! Setelah mencoba wahana-wahana yang cocok untuk anak-anak, sampai ikut-ikutan naik kereta api mainan segala, saya “kabur” sejenak untuk merasakan terjun dari Piramida Firaun. Soalnya saya perhatikan, kok, kayaknya orang-orang yang terjun dari situ asyik banget, menjerit-jerit heboh. Dalam pikiran saya, wahana itu tidak terlalu “mengerikan” karena bentuknya hanya seperti perosotan tinggi. Yuk, aaah, dicoba!
Jadi anak-anak lagi :D Saya pun naik ke dalam perahu karet dan dibawa masuk ke dalam Piramida Firaun mengikuti aliran air. Ternyata di dalamnya seram, euy! Suasananya remang-remang dengan cahaya lampu obor yang dipegang patung-patung ala Mesir atau yang ditaruh di dinding-dinding berelief. Setelah berperahu beberapa saat sambil menikmati suasana mencekam, tiba-tiba perahu saya berhenti tepat di depan “jurang” piramida. “Hiii ... inilah saatnya!” kata hati saya.
Piramida Firaun Tak lama kemudian, tahu-tahu perahu berisi saya dan beberapa orang lain itu sudah dijatuhkan dari ketinggian. Tak seperti dugaan saya sebelumnya yang mengira itu akan seperti perosotan, ternyata kejadiannya sangat jauh dari itu. Saya merasa seperti terjun di udara tanpa melihat apa pun di sekeliling saya selain langit! Rasanya seperti dilontarkan begitu saja sebelum akhirnya perahu saya menemukan landasan untuk meluncur ke sungai buatan di bawah. Ya ampun! Semaput!
Bukan sepeda biasa, naiknya mental-mental, lho! Dalam kondisi basah, saya turun dari perahu dengan muka pucat tapi sambil tertawa geli. Aduh, tobat! Tapi hanya tobat sambel, karena selanjutnya saya terus mencoba wahana-wahana lain termasuk roller coaster yang disebut Mega-Achterbahn Huracan. Wuah, kalau yang ini bukan cuma ngeri, tapi juga bikin badan saya pegal-pegal selama dua hari akibat “dilempar-lempar” ke sana kemari!
Sepeda air Setelah puas menjemput adrenalin, sambil menuju pintu keluar, saya iseng mencoba Perahu Santa Maria, yaitu perahu besar yang (ternyata) berayun hingga 180˚. Kelihatannya, sih, seperti ayunan biasa, makanya saya berani naik buat nyantai. Soalnya naik Huracan tadi telah berhasil menyusutkan nyali saya ke taraf terendah. Tapi hohoho, ternyata saya salah besar. Saat diayun turun dari posisi 180˚ itu, rasanya sama saja seperti jatuh dari Piramida Firaun! Dan itu dilakukan berkali-kali selama beberapa menit! Tiap diayun selalu mikir, "Huaaa ... kapaaan berakhirnyaaa"!" Tobat beneran, deh!
Balapan, yuk! Sebelum keluar dari Belantis, kami menyempatkan diri menuju toko suvenir yang menjual berbagai macam cenderamata khas Belantis. Harganya lumayan mahal, sih, tapi memang kualitasnya barangnya bagus. Selain toko suvenir, di Belantis juga ada beberapa restoran dan hotel. Harganya tentu sedikit lebih mahal dibandingkan yang ada di luar Belantis. Akhirnya kami pulang dengan membawa oleh-oleh foto “jelek” saat naik roller coaster yang sengaja kami beli di toko yang menyediakan jasa pencetakan foto. Hm ... lumayanlah lepas stres di Belantis dan berasa jadi ABG lagi!
Jelek banget, hahaha! Belantis kini sudah banyak berbenah, seperti yang saya lihat di http://www.belantis.de.. Ketimbang saat saya kunjungi dulu—dua tahun setelah dibuka pertama kali—sekarang Belantis lebih teratur, cantik, dan wahana serta event-nya lebih banyak. Suasana di sekitarnya juga tampak tidak terlalu gersang lagi seperti dulu. Jadi pengen ke sana lagi, deh! [Be]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun