Mohon tunggu...
Benny Dwika Leonanda
Benny Dwika Leonanda Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas Padang

Insinyur STRI No.2.09.17.1.2.00000338 Associate Professor at Andalas University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tidak Masanya Lagi Kita Membatasi Diri Berdasarkan Bidang-bidang Ilmu

16 September 2019   18:46 Diperbarui: 19 September 2019   02:07 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obat,dan produksi obat

Saya menulis tentang Sarjana Farmasi dapat mengikuti pendidikan Program Profesi Insinyur di Program Studi Program Profesi Insinyur, PS PPI. Tulisan tersebut  saya kirimkan ke beberapa grup pembicaraan di media sosial. Beberapa grup menanggapi dan beberapa grup hanya diam saja, tidak ada respon. 

Maksud dan tujuan  pengiriman tersebut adalah untuk mengukur seberapa kuat respon terhadap issue (masalah) yang saya tulis. Seberapa kuat pengaruhnya untuk mengubah pola pikir orang terhadap industri farmasi di Indonesia. 

Bagi grup yang tidak merespon, saya tidak mendapatkan data. Kecuali bahwa hanya memperoleh informasi bahwa tulisan tersebut telah dibaca atau dilihat orang lain. Feedback kepada saya tidak begitu banyak, dan tidak dapat diambil kesimpulan apapun secara kuatintatif.

Sebagian anggota grup yang merespon memberikan respon yang cukup kuat, dan sangat responsive. Memberikan bantahan atau pernyataan terhadap hipotesis yang saya susun di dalam tulisan tersebut. 

Mereka memberikan pernyataan. "Insinyur bukan gelar akdemik, Insinyur sebutan Profesi, seperti halnya Dokter, Akuntan, Pengacara, Notaris, dan lain-lain. Bisa kacau kalau semua bidang yang punyai pendidikan macam-macam bisa, atau boleh mengikuti program pendidikan profesi Insinyur di PS PPI. 

Hanya dengan dasar mereka bekerja di Industri atau pabrik... baik industri manufaktur atau jasa (services)", katanya. "Mestinya Sarjana Farmasi menjadi pengecualian, karena sudah ada profesi Apoteker. 

Jadi tidak perlu jadi Insinyur', tulisanya lebih lanjut. "Sebaiknya PS PPI  (PII) fokus ke niat awal penyelenggaraan pendidikan program profesi Insinyur", tambahnya. 

Anggota grup lainnya juga memberikan pernyataan persetujuannya dengan argument yang disampaikan tersebut, dan menyatakan bahwa dia sepakat dengan itu.

Sementara di tempat grup yang berbeda memberikan pernyataan yang lebih keras lagi dari pada grup sebelumnya. Ada yang bergurau dan bertanya, "Ikatan Sarjana Insinyur Farmasi Indonesia ada ya". Disambut dengan tertawaan dari anggota lain. "Belum pak, yang ada hanya Ikatan Apoteker Indonesia, IAI", jawab saya. 

Walaupun saya yakin ada ikatan Sarjana Farmasi di Indonesia, atau paling kurang di akomodasi oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia, APTFI. 

Ujaran tersebut pun dilanjutkan dengan pertanyaan, "Siap, Pak Ben bukan Sarjana Farmasi kan ya?". Saya jawab," Saya Sarjana Teknik Mesin Pak". Mungkin Beliau pikir bahwa saya punya misi yang saya bawa dibalik hipotesis yang saya susun di dalam tulisan saya tersebut.

"Sebaiknya terkait dengan Prodi S1 apa yang dapat dilanjutkan ke Program Profesi Insinyur", tulis anggota lain di dalam grup. 

Mungkin maksudnya program-program studi keteknikan saja atau program studi terapan yang secara eksplisit dinyatakan sebagai sebuah program studi keteknikan di Indonesia sebagai dasar untuk dapat mengikuti Program Profesi Insinyur  di PS PPI. 

Saya tidak membantah atau menanggapinya, akan tetapi saya kirimkan photo dari Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksaanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. 

Pada Pasal 6, ayat (6) bagian "i" tertulis kata "Teknik Farmasi". Saya tahu bahwa hampir seluruh program studi atau Jurusan Farmasi di Indonesia tidak mencantumkan kata 'teknik' di awal kata farmasi. 

Cukup kata "Farmasi' saja, kecuali Insintut Teknologi Bandung, yang menulis kata "Sains dan Teknologi Farmasi" untuk Jurasan Farmasi di Institut tersebut.

"Saya hanya membaca peluang, karena Industri Farmasi adalah industri besar dan terabaikan di Indonesia", sahut saya dalam tulisan. " Jika Insinyur berperan di dalam industri farmasi , maka bukan tidak mungkin Indonesia akan merajai industi farmasi di ASEAN", kata saya selanjutnya.

Saya tahu benar tentang hal tersebut. Jurusan Farmasi sudah lama ada di Indonesia, Kakak saya yang  tertua adalah seorang Pharmacist yang bekerja sebagai Dosen di Jurusan Farmasi di Universitas Andalas. 

Dia Doktor dibidang yang sama, dan Seorang Profesor yang cukup bereputasi dibidangnya. Saya mengenal baik beberapa orang Profesor Farmasi selain kakak saya di Universitas Andalas, dan seringkali berkomiunikasi dan berdiskusi dengan mereka. Sayapun sering memperhatikan cara mereka bekerja untuk menemukan obat dan bahan obat.

Demikian juga dengan, Mertua saya, Dia adalah seorang Apoteker. Selain bekerja di Apotik, dan Rumah Sakit, Beliau juga berkerja di industri farmasi di kota Padang. Mendirikan pabrik obat, dan setiap hari memproduksi obat. 

Dia selalu mencari metode baru untuk bisa berproduksi secara efisien dan efektif di dalam memproduksi obat. Banyak hal yang telah dia lakukan, akan tidak semua yang dia bisa produksi walaupun dia mampu untuk itu. Beliau bekerja secara serius, secara mandiri ditengah-tengah persaingan dengan industri obat-obatan yang besar di Pulau Jawa.

Sayapun sering melakukan eksplorasi bahan-bahan obat mengikuti kakak saya yang bekerja sebagai Pharmacist di Universitas Andalas. Kami mencari berbagai jenis tumbuhan bahan baku obat yang dapat diproduksi menjadi obat. 

Bahan baku obat tersebut diperoleh dari pada kekayaan intelektual lokal di daerah kami, yang terpelihara sejak zaman dahulu sampai dengan saat ini, dan masih dipakai sebagai adat dan kebiasaan sehari-hari penduduk asli daerah jika mereka menderita sakit. 

Hal tersebut dimungkin adanya secara spesifik penyakit yang terdapat dimasyarakat yang dapat diobati dengan bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan di daerah kami. 

Berbagai tempat atau hutan kami kunjungi dan kami eksplorasi untuk mencari tumbuhan spesifik yang tidak dapat ditemukan ditempat lain. 

Setelah menemukan apa yang kami cari,  dan kami melakukan pengujian di lokasi, kemudian kakak saya mengekstrasi, dan mengisolasi di dalam laboratorium di Universitas Andalas. 

Seringkali dia menemukan senyawa yang aktif bekerja sebagai bahan penyembuh penyakit, dan menuliskan molekul atau rantai pembentuk senyawa tersebut. 

Dia  senang sekali ketika senyawa tersebut atau rantai pembentuk zat aktif tersebut dapat dipublikasi di jurnal-jurnal internasional, karena senyawa tersebut belum dikenal sama sekali, ataupun sudah dikenal tapi belum diketahui manfaatnya untuk menyembuhkan penyakit secara spesifik.  

Akan tetapi beberapa tahun berikutnya saya melihat kakak saya kecewa ketika senyawa yang aktif itu telah dibuatkan senyawa tiruan oleh Insinyur asing di luar negeri, dipatentkan dan diproduksi sebagai obat.

"Apakah Teknik Farmasi dimaksud di atas (PP 25 tahun 2019) sama dengan program Studi Farmasi?. Bagaimana dengan Kurikulum Program Studi Farmasi?", anggota grup sebelumnya bertanya. 

Setahu saya setiap Sarjana Faramsi mempelajari Ilmu kimia secara mendalam, dan mengaplikasikannya untuk kesehatan. Dengan kata lain, setiap orang yang kuliah di jurusan Farmasi mempelajari ilmu kimia, dan ilmu kesehatan. 

Keduanya saling terkait karena kebutuhan dari masyarakat. Mereka memproduksi obat-obatan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita manusia. 

Penguasaan mereka terhadap ilmu kimia sama dalamnya dengan Sarjana Teknik Mesin, atau Teknik Elektro, ataupun Teknik Sipil sekalipun terhadap ilmu Fisika.  

Mereka memakai matematika dengan pola yang sama teknik mesin, teknik elektro, ataupun teknik sipil walaupun sedikit ada perbedaan sesuai dengan bidang ilmu masing. 

Posisi ilmu Kimia dan ilmu Fisika sebanding dan sama-sama kategori ilmu pengetahuan alam yang menjadi dasar ilmu keteknikan. Hanya saja aplikasi ilmu-ilmu pengetahuan alam yang dipakai pada masing-masing jurusan-jurusan yang terkait jelas berbeda. 

Namun pada akhirnya masing-masing bidang ilmu tersebut bertujuan sama yaitu untuk kemaslahatan manusia. 

Sama dengan tujuan dari Profesi Insinyur. Jadi tidak ada dasar sama sekali atas keraguan mereka terhadap Jurusan Farmasi untuk dapat menjadi bagian dari pada keinsinyuran, dan dapat mengikuti Program Studi Program Profesi Insinyur untuk mendapat gelar Insinyur,Ir.

"Jangan pakai perasaan Pak Benny, pakai aturan dan regulasi dari Pemerintah dengan tafsiran yang ada", tulis salah seorang anggota grup yang lain. " Saya pakai PP No. 25 2019 Pak", kata saya. "Saya telah bertanya kepada dua orang Profesor Farmasi di Universitas Andalas. Mereka mengaku lemah dalam Industri Farmasi", ulas saya. 

Walaupun di dalam Kurikulum Jurusan Farmasi diajarkan bagaimanan membuar obat dan  memproduksi obat di dalam Kurikulum mereka. "Tafsiran lurus ke depan saja Pak, tidak perlu ditafsirkan ke kiri dan ke kanan, menafsirkan lurus ke depan saja belum tentu bisa berjalan secara ideal", katanya lebih lanjut. "Jadi dijalankan dulu apa ayng menjadi tanggungjawab sesuai mandat dan sesuai amanah institusi", katanya kemudian. 

"Sangat lurus", kata saya." Sarjana Farmasi mempunyai padanan kata dengan sarjana-sarjana lain di Indonesia, seperti Sarjana Kelautan, Sarjana Kehutanan, dan Sarjana Perikanan, atau Sarjana Peternakan", sahut saya. "Semua dapat dikategorikan sebagai terapan dibidang teknik", kata saya. 

Bagaiamana mungkin Sarjana Farmasi dikecualikan dalam hal keinsinyuran seperti pernyatan teman digrup sebelumnya. Walaupun mereka telah mempunyai profesi lain, yaitu Apoteker.. Apoteker merupakan sebuah profesi yang  fokus kepada pelayanan kepada  masyarakat daripada memproduksi obat pada industri obat. 

Mereka mempunyai pengetahuan berbagai jenis obat yang dapat mengobati penyakit secara spesifik. Mereka tidak dibekali pendidikan keprofesian untuk dapat memproduksi obat. Kalaupun mereka tahu bagaimana memproduksi obat akan tetapi pengetahuan tersebut telah selesai ketika mereka mengikuti program pendidikan Sarjana Farmasi.

Mungkin saja agak aneh bagi sebagian orang Sarjana Farmasi dapat menjadi seorang Insinyur. Hal tersebut disebabkan karena selama ini  lulusan Jurusan Farmasi mempunyai profesi Apoteker. 

Profesi Apoteker merupakan profesi yang populer ditengah-tengah masyarakat. Beberapa di antara memang mereka bekerja di industri obat sebagai penanggungjawab produksi obat sesuai dengan bidang-bidang pekerjaannya. 

Akan tetapi dengan diundangkannya UU No.11 tahu 2014 tentang Keinsinyuran posisi jabatan tersebut telah gugur dan tidak dapat lagi dipakai lagi. 

Apoteker tidak dapat lagi bertanggung jawab di dalam produksi obat. Hal tersebut disebabkan karena fungsi dan kewenanganya sudah teralihkan kepada Insinyur. 

Seorang Apoteker bertanggung jawab penuh terhadap obat-obat yang distribusikan kepada masyarakat, sementara Insinyur bertanggung jawab terhadap obat yang diproduksi oleh Industri obat. 

Pertanggungjawaban ini berbeda, dan fungsipun berbeda sehingga hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh profesi yang sama.

Sebuah profesi bukanlah milik dari sebuah program studi, atau harus mengarah kepada satu profesi saja sebagai aplikasi bidang ilmu yang dipelajari seseorang di program Sarjana. 

Profesi Insinyur bukan pula hanya milik dari sarjana teknik dan sarjana terapan bidang teknik tertulis secara eksplisit. Akan tetapi dapat diikuti oleh setiap prodi yang berhubungan dengan bidang-bidang Keinsinyuran. 

Jangankan Sarjana Farmasi yang jelas menerapkan Ilmu pengetahuan alam dalam hal ini Ilmu Kimia, Sarjana Sains ataupun Sarjana Pendidikan bidang Teknik dapat memperoleh gelar Insinyur oleh UU No. 11 tahun 2014 tentang  Keinsinyuran.

Satu bidang ilmu yang dipelajari di sebuah program studi bisa memilih profesi yang berbeda. Dalam hal ini untuk setiap Sarjana Farmasi Insinyur merupakan sebuah Pilihan di samping  profesi Apoteker. 

Hal yang sama dengan program Studi lain. Sebagai contoh, Sarjana Hukum mempunyai empat buah profesi yang berbeda antara satu sama lain. Ada yang berprofesi sebagai Advokat, ada yang menjadi berprofesi sebagai Notaris, dan bahkan ada yang menjadi Jaksa di pemerintahan, dan Hakim di pengadilan/ Sehingga Sarjana Hukum mempunyai empat buah pilihan profesi. Hal tersebut bukan aneh, dan ditabukan.

Undang-undang No.11 Tahun 2014 memberikan keluasan dalam mengembangkan  keinsinyuran. Tidak memberikan batasan yang sempit dalam menafsirkan bidang-bidang ilmu. 

Demikian juga dengan PP no. 25 tahun 2019, Untuk setiap disiplin ilmu yang diuraikan pada Pasal 6 diuraikan  dengan kata " paling sedikit" sebelum didaftar bidang-bidang ilmu terknik dan terapan di cantumkan di dalam Peraturan Pemerintah tersebut. 

Pencantuman bidang ilmu teknik dan terapan selalu akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Walaupun pada akhir pasal tersebut dinyatakan bahwa ketetapan disiplin ilmu tersebut harus melalui keputusan Menteri.

"Bertanya tentang kurikulum keinsinyuran di teman-teman kolega Farmasi yang ada di Industri mungkin kurang tepat yah. Kecuali meminta saran masukan kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh Insinyur yang bekerja di Industri Farmasi. Perlu pak Benny pelajari Kurikulum teman-teman Farmasi apakah memenuhi syarat-syarat untuk melanjutkan ke Insinyuran?", tulis anggota grup tersebut sesudahnya.

Saya jawab, "Sedang diproses pak". "Saya intensif diskusi dengan dua orang Profeso di Jurusan Farmasi di Universitas Andalas terkait dengan industri obat-obatan:, kata saya. Indonesia selama ini kuat di dalam riset dan penyiapan bahan obat, akan tetapi bahan obat tersebut tidak pernah menjadi obat. 

Hasil akhir yang keluar dari bahan-bahan obat tersebut di Indonesia menjadi "Jamu", kata saya berikutnya. 

Selama ini tidak ada jamu yang diresep oleh para Dokter untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita pasien di Indonesia, walaupun kadang kala ada Dokter yang menyarankan untuk mengkonsumsi jamu tertentu untuk obat tambahan terhadap pasiennya dan bahkan ada Dokter yang mengkomumsi jamu atau herbal untuk keperluan pribadi atau diri mereka sendiri. Namun mereka tidak pernah menuliskan resep Jamu ataupun herbal untuk ditebus di Apotik.

"Selama ini obat-obat dan bahan obat yang ada di Indonesia berasal dari luar negeri, dan dijual atau disitribuskan oleh Apotker kepada masyarakat yang membutuhkannya. Para Apoteker tersebut berasal dari Sarjana Farmasi. Jika ada Insinyur yang berasal dari Sarjana Farmasi, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia bisa produksi obat sendiri", kata saya selanjutnya.

Diskusi tersebut ditutup oleh pernyataan saya. " Selain saya berdiskusi dengan dua orang Profesor Farmasi, saya juga berkomunikasi dengan dua orang Profesor lain di Universitas Andalas. Profesor yang pertama adalah Profesor sumber daya manusia, dan yang kedua adalah Profesor Capacity Building Human Resources. 

Profesor pertama menjawab terkait dengan pertanyataan saya mengenai Sarjana Farmasi dapat mengikuti pendidikan Program Profesi Insinyur di PS PPI, dan dia berkata."Tidak masanya lagi kita membatasi diri berdasarkan bidang-bidang ilmu. Semua sudah terkait antara satu dengan yang lain". 

Sementara Profesor kedua malah memberikan sebuah pertanyaan kepada saya ketika saya berdiskusi tentang keinsinyuran di Indonesia beberapa waktu yang lalu, dan saya harus menjawabnya. 

Pertanyaannya adalah," Kenapa Insinyur Indonesia tidak pernah maju, dan tertinggal jauh dari pada Insinyur asing?'.Saya pikir antara keduanya saling berhubungan.

oOo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun