Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pada Saat-Nya Ucapkan: "Kusambut Kematianku dengan Sukacita!"

20 Oktober 2021   10:54 Diperbarui: 20 Oktober 2021   10:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Narasi penggambaran karunia yang melimpah itu mengingatkan pada kisah Yusuf yang dijual saudara-saudaranya sebagai budak. Sewaktu masih menjadi hamba di rumah Potifar, Yusuf begitu dipercaya. Semua kunci kamar di rumahnya diserahkan Potifar kepada Yusuf, kecuali kunci kamar istrinya. Kesetiaan pada Potifar dan tugas yang diembannya, Yusuf menolak  ajakan istri Potifar, yang "kemecer" memuaskan hasrat seksualnya. Kesetiaan pada Potifar membawanya ke sel penjara, yang akhirnya menghantarnya jadi pangeran di Mesir. Yusuf dapat menyelamatkan Mesir dari bencana kelaparan, mengampuni saudara-saudaranya  yang penuh kebencian telah mereka-reka kematiannya, dapat bertemu kembali dengan Yakub, ayahnya dan Benyamin yang dikasihinya. Nasib Yusuf berubah. Yusuf mendapat karunia melimpah. Yusuf berbahagia! Happy end!

Berbedalah nasib dengan mereka yang tidak peduli kedatangan-Nya. Sudah banyak bapak, ibu, anak, keponakan, kenalan yang menteri, gubernur, bupati walikota, camat hingga kepala desa tertangkap KPK karena korupsi. Mereka telah kehilangan jabatan, nama baik, kehilangan segalanya, namun banyak orang mengikuti jejak dan menyusulnya. Banyak pula "robertus-robertus" lain merasa aman-aman saja, dikuasai kesenangan kenikmatan duniawi, makan minum mabuk, bongkar pasang suami istri, kawin cerai, hobi poligami, tak peduli hidup sejati.

Mereka menekan dan membungkam suara nurani yang senantiasa  menegurnya dalam hati.  Kematian dan penghakiman diri sendiri tidak sungguh masuk merasuk dalam pertimbangan keputusan hidupnya. Mereka tahu kewajiban hidupnya, namun tidak melakukannya. Mereka tetap barbar, bebal, fasik, bertegar tengkuk dan jahat. Mereka tak lagi sempat bertobat oleh kematian yang datang menghampiri pada hari yang tidak diperhitungkannya. Mereka akhirnya secara definitif terpisah dari Allah, mengalami kematian kekal. Unhappy end!

Pada bagian pamungkas bacaan Injil hari ini, Yesus menegaskan "Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Siapapun yang telah dikaruniai kemampuan berpikir lebih tinggi, pengetahuan dan pendidikan lebih banyak, pengenalan Kitab Suci lebih luas dalam, modal ipoleksosbudhankamnag lebih besar dan kuat akan dimintai pertanggungjawaban yang lebih besar. Ini sebuah alarm dari-Nya.

Sungguhkah mensyukuri limpahan karunia-Nya? Sungguhkah  menggunakan karunia-Nya  demi semakin besarlah kemuliaan nama Tuhan dan semakin diangkat diluhurkannya martabat kemanusiaan sesama? Bagi liyan kehadiran diri ini,  jadi berkat ataukah maksiat? Ke mana kiblat kehidupan diri sedang terarah, kehidupan kekal ataukah kematian kekal? Pada saat-Nya mampukah berucap  "Kusambut kematianku dengan sukacita?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun