Mereka menutup mata telinga mulut hati diri dan seluruh hidupnya pada tawaran uluran jabat tangan keselamatan Allah dalam Yesus. Mereka sejatinya sedang dan telah  memlilih neraka dan dapat dipastikan akan sampai ke neraka. Pada mereka yang ada kehinaan, kemerosotan, kemunduran, kehampaan, kekosongan, keriuhan, kegaduhan, bagai air beriak tanda tak dalam. Sekalipun berdoa dengan lantang mulutnya berteriak menyebut nama Allah, hatinya amat jauh dari Allah.Â
Seruan takbir alleluianya menjadi gincu penutup sariawan kedangkalan, kecethekan hidup spiritualnya.  Mereka adalah tong kosong "pating" gelondhang bunyinya tidak karuan. Mereka yang terpisah dari Allah, menyalahgunakan nama Allah, bahkan dengan arogan memproklamasikan diri sebagai pembela Allah. Dari buahnya terdeteksi  kualitas pohonnya. Mereka yang jahat, beraroma "racun" yang  mengacau dan membahayakan pilihan  arah hidup, seturut kompas keselamatan. Mereka mustahil  membuahkan kemuliaan nama Allah, sekalipun nama Allah diserukan. Memuliakan diri sendiri, memanipulasi kemuliaan Allah.
Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Masihkah mau bersikap main-main apalagi main dadu mempertaruhkan nasib saat dihadapkan pada  tawaran pilihan eksistensial  madu kehidupan kekal atau racun kematian kekal? Beranikah mencermati secara kritis warta  pemuka agama? Beraroma apakah pewartaan mereka? Â
Madu yang memaniskan kebaikan, kebenaran, kekudusan, belas kasih, persaudaraan tanpa batas, keselamatan dan  kehidupan bersama semua orang? Atau racun yang malah menyemaikan benih kejahatan, kesesatan, kedosaan, kebencian, persaudaraan sempit, penderitaan dan kematian?  Sungguhkah mereka mewartakan Allah benar yang kasih-Nya tanpa batas atau mewartakan diri sendiri? Memuliakan Allah atau memuliakan diri sendiri?
Yang memiliki hidup kekal, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang kasih-Nya tanpa batas. Hidupnya penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Hidup sejati.