Dengan sengaja aku meninggalkan Tuhan di belakang, atau dia yang membiarkanku berjalan sendirian di depan?
Kehidupan pun semakin membosankan untuk dijalani.
Segalanya sudah dijelakan, sudah ditakdirkan bukan?
Jadi, kubawa semua bekal untuk masuk kamar. Mengunci semuanya karena aku enggan berbagi, "Semua ini untuk diriku sendiri."
Di luar, kubiarkan segalanya menjadi hitam. Menjadi jelas.
Dan tidak ada lagi kata "kita" berada di kamus.
Hanya "saya", dan sebuah rindu untuk ibu.
Lalu, dalam ruang lembab ini
Aku akan membiarkan kata-kata, terangkai menjadi apa yang dia mau.
Sehingga aku bisa melayang menemui sepi yang paling suram.
Kamu mengerti maksudkun kan, teman?