Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Leadership Talk Surabaya: Terobosan Walikota Dua Sura (2/2)

4 Maret 2012   14:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:30 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Leadership Talk adalah acara nasional yang digagas oleh Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri. Setelah sesi pertama yang diisi oleh Prof. Daniel M. Rosyid (Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS), Achmad Ferdiansyah, dan Rahmat Hariyanto selesai, pembicara sesi kedua yang sudah dinanti-nantikan akhirnya memasuki ruangan.

Semua peserta dan undangan langsung menampakkan wajah ingin tahu ketika MC mempersilakan Jokowi memasuki ruangan. Joko Widodo, Walikota Surakarta, dalam acara ini mengenakan kemeja putih, celana jins biru, dan sepatu kets. Tidak berselang lama, Walikota Surabaya, Tri Risma Harini hadir bersama rombongannya. Setelah kedua pembicara langsung duduk di depan dan moderator memulai diskusi menarik ini.

Perlu diketahui, moderator sesi kedua adalah Ketua Himpunan Mahasiswa Sejarah FISIP Unair. Sebagai pengantar wacana, dibacakanlah puisi Negeri Para Bedebah karangan Ade Masardi. Kedua walikota yang hadir tampak merenungkan dan menghayati setiap kata dalam puisi tersebut.

Jokowi mendapat kesempatan pertama untuk memberikan paparan mengenai kepemimpinannya di Solo (sebutan untuk Surakarta). Salah satu hal menarik di awal kepemimpinan Jokowi adalah ketika dia mengganti ajudan pertamanya. Menurutnya, keberadaan ajudan yang memiliki wajah yang lebih tampan daripada dirinya sendiri membuat para tamu di balai kota menyalami sang ajudan terlebih dahulu daripada walikotanya, dan itu tentu saja membuat jengkel Jokowi. Ketika upacara pertama pun peserta sempat dibuat bingung karena sang walikota sebagai inspektur upacara tidak kunjung menurunkan tangannya ketika diberi hormat. “Saya ini sudah 25 tahun tidak upacara, kok tiba-tiba disuruh upacara dan menjadi inspektur. Padahal selama upacara pun saya cuma menjadi peserta,” tutur Jokowi dan disambut dengan tawa semua hadirin.

Walikota yang sudah dua periode memimpin ini bercerita bahwa Solo di awal kepemimpinannya terus menerus dilanda demonstrasi, bahkan demonstrasi pasti ada setiap dua hari sekali. Pada suatu demonstrasi yang dihadiri oleh 3.500 orang dari serikat pekerja, Jokowi akhirnya menggunakan pendekatan lain untuk mengahadapi demonstran. Gerbang Balai Kota Surakarta yang selama ini ditutup dan dijaga ketat Satpol PP, hari itu dibuka dan satpol PP diminta membubarkan diri. Ketika demonstran datang, mereka disambut oleh bagian humas dan diajak masuk menemui walikota di hall. Akhirnya, demonstran membubarkan diri dengan tenang setelah keluh-kesahnya deiterima langsung walikota. Menurutnya, warga hanya meminta aspirasinya didengar langsung oleh walikota bukan oleh kepala dinas atau yang lainnya, karena walikotalah pembuat kebijakannya.

Perubahan sistem juga banyak dilakukan di Solo. Proses pembuatan KTP yang selama ini membutuhkan dua minggu, dipastikan selesai maksimum satu jam. Pelayanan perizinan yang dulunya harus menunggu selama berbulan-bulan bisa selesai dalam enam sampai delapan hari saja. Di awal sosialisasi perubahan sistem ini, ada oknum-oknum dari kelurahan dan Dinas Kependudukan yang tidak yakin hal ini akan berhasil. Besoknya, Jokowi langsung mencopot mereka dari jabatannya masing-masing. “Ini ada sistem baru, mereka tertarik pun tidak. Ya saya copot saja,” kata Jokowi.

Pendekatannya dalam menata PKL pun berbeda dari kepala daerah lainnya, tidak ada kekerasan ataupun bentrokan antara satpol PP dengan PKL. Sebagai walikota, dia berusaha memahami keluhan para PKL tersebut dengan timbal balik PKL juga harus paham kemauan pemkot, semua itu demi kebaikan Surakarta. Bukan hanya dialog biasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan PKL, melainkan 54 kali jamuan makan siang dan makan malam yang dihadiri oleh sebagian ataupun seluruh PKL diberikan supaya komunikasi berjalan lebih intensif.

Satpol PP pun yang selama ini bertindak kasar berusaha diubah citranya. Jabatan Kepala Satpol PP yang selama ini umumnya diisi oleh laki-laki bertubuh besar dan tegap akhirnya diisi oleh wanita. Seluruh tameng dan pentungan yang ada digudangkan dan seragam Satpol PP diganti dengan seragam mirip tentara kerajaan berwarna merah. Berkat perubahan tersebut, kini Satpol PP Surakarta telah menjadi pengayom warga.

Esemka, cikal bakal mobil nasional kita, tidak luput pula dalam bahasan di sesi pertama ini. “Langsung yang Esemka saja Mas, kelamaan kalau lihat-lihat yang ini. Bu Risma juga punya urusan lain,” pinta Jokowi kepada operator untuk mengganti tampilan slide-nya. Esemka seharusnya tidak perlu diuji macam-macam karena itu adalah produksi Indonesia. Mobil-mobil dari luarlah yang seharusnya diuji, kalau perlu sesulit mungkin supaya tidak mudah masuk ke Indonesia. Itulah pandangannya mengenai hasil uji emisi Esemka kemarin.

Rupanya, Esemka adalah penutup paparan tentang Solo. Jokowi khawatir jika pembicaraan Esemka dilanjutkan hanya akan membuat dirinya bertambah emosi. Kontan, seisi ruangan pun tertawa dan bertepuk tangan dan Jokowi kembali ke tempat duduk.

Tidak kalah menariknya dengan Jokowi, Tri Risma Harini selaku Walikota Surabaya mengawali paparannya dengan meminta izin melepas sepatu hak tinggi yang ia kenakan. “Saya baru jadi saksi mantenan ajudan, ga kuat kalau berdiri pakai sepatu ini lama-lama,” alasannya. Risma mengawali pembicaraan dengan menjelaskan berbagai kontradiksi yang terjadi di Surabaya. Contohnya adalah adanya rumah yang hanya seluas 6 m2yang berdiri di depan Mal Tunjungan Plaza. Ada pula perkampungan tanpa suplai air PDAM yang berdiri tepat di depan Gedung PDAM Surabaya. Pada saat Surabaya mengadakan pemavingan besar-besaran, Risma malah pernah jatuh di jalanan berlumpur ketika mengadakan tinjauan bersama stafnya.

Keadaan itulah yang ingin diubah Risma saat dirinya menjabat sebagai walikota. Mantan Kepala Bappeko ini mencoba menempatkan dirinya sebagai objek dari setiap keputusan yang diambil. Para PKL disediakan tempat yang layak sebelum dipindahkan, orang gila ditampung oleh pemerintah bahkan bagi mereka yang bukan penduduk Surabaya sekalipun, anak-anak tunagrahita yang diterlantarkan keluarganya juga diambil alih oleh pemkot.

Penangkapan dan pembuangan (pengembalian ke daerah asal) bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi warga yang kerap dianggap bermasalah tersebut. Risma pun tidak takut jika ada tanggapan yang mengatakan dirinya adalah walikotanya PKL dan orang gila, ia hanya menjalankan amanah sebagai walikota dengan sebaik-baiknya.

Ekonomi warga pun dibangun dengan cara yang tidak biasa. Pemkot membuat sentra industri UMKM di setiap kelurahan. Sehingga sekarang, satu tahun setelah ia menjadi walikota, muncullah Kampung Sepatu Hias, Kampung Lontong, Kampung Kue Basah, Kampung Cabai, dll. Perekonomian kampung-kampung tersebut pun langsung meningkat. Kampung Lontong telah mencapai omzet 3 ton beras setiap hari, Kampung Kue Basah beromzet 3 miliar per hari. Bahkan saat harga cabai mencapai 100 ribu rupiah per kilogram, hampir setiap hari ada warga kampung tersebut yang membeli mobil baru.

Kebijakan Surabaya yang memprioritaskan UMKM didorong oleh porsi perekonomian Surabaya sendiri yang didominasi oleh UMKM sebesar 92%. Tidak salah pula jika pemkot membuat keputusan yang kontroversial dengan menaikkan pajak reklame ukuran besar yang umumnya diisi oleh industri besar dan menurunkan pajak reklame ukuran sedang dan kecil. Akan tetapi ketusan tersebut justru dihadang oleh DPRD Surabaya sendiri. Ironi memang.

Saat ditanya mengenai motivasi, Walikota Surabaya mengungkapkan bahwa dirinya hanya menjalani amanah dan takdir. Bahkan ia pun sebenarnya tidak yakin bisa menjadi walikota karena saingannya saat itu telah mulai berkampanye satu tahun sebelum pilkada.

Walikota Surakarta termotivasi oleh tantangan untuk memanajemen sebuah kota sekelas Surakarta. Di akhir sesi, Jokowi mengingatkan partai politik untuk melakukan rekrutmen yang benar bagi calon-calon pemimpin. Partai politik sudah benar menjalankan fungsinya, yang salah adalah oknumnya yang membuat citra partai politik menjadi buruk. Oleh karena itu, jika kader parpol sudah merupakan orang yang baik, maka masyarakat akan mendapatkan pemimpin yang baik pula, apapun asal partainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun