Separuh nafasku..
Terbang bersama dirimu..
Saat kau tinggalkanku ...
Secara lamat-lamat aku mendengar lagu favoritku diputar semakin lama semakin mengecil dan hilang suaranya.Â
Hari itu  entah hari keberapa aku terpekur menatap tubuhku yang terbaring tak berdaya. Alat bantu nafas atau ventilator terpasang menutup sebagian wajahku. Tap...kudengar suara pintu terbuka..seorang lelaki paruh baya datang dan menaruh tas kerjanya di atas meja kecil samping tempat tidurku.Â
Ia adalah ayahku. Setelah membersihkan diri di kamar mandi ia mengelap tangan dan duduk disamping tempat tidur. Ayahku berguman pelan namun aku dapat mendengar jelas suaranya.
"Halo Aluna, apa kabarmu hari ini?"Â
Ayah mengusap rambut dan dahiku seraya menarik nafas dalam.
"Aluna, bangunlah sudah lama kamu tertidur dan itu sangat menyiksa ayah."
Aku yang ada dibelakang punggung ayah mengelus pundaknya. Namun tentu saja ayah tak dapat merasakan.
Aku adalah jiwa Aluna. Sedangkan tubuh yang terbaring ditempat tidur adalah tubuh Aluna. Sebenarnya aku sebagai jiwa sudah bosan hanya bisa luntang lantung mengitari tubuhku sendiri. Sedangkan keberadaan jiwa ini tak dapat terlihat oleh orang pada umumnya. Mereka hanya dapat melihat tubuh Aluna yang terbujur di sana. Sedangkan jiwaku ini bisa melihat semuanya.Â
Ayah bangkit dari sisi tempat tidur, mengambil spidol dan membalik kalender, Maret ..
Ah..sudah 3 bulan ternyata tubuh kakuku terbujur di sana.Â