Mohon tunggu...
Bayu Biasasaja
Bayu Biasasaja Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bayu Biasasaja

kopi - sigaret - musik

Selanjutnya

Tutup

Drama

Pulang :sebuah naskah drama

20 Juli 2014   08:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:50 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PULANG

:sebuah naskah drama

I

LAMPU PANGGUNG REDUP, AURA ROMANTIK—MISTIK TERASA KENTAL.TERLIHAT RUANG TAMU SEDERHANA DARI KELUARGA TERPANDANG DI SEBUAH KAMPUNG. SATU SET KURSI ROTAN DAN SEPERANGKAT TELEPON RUMAH BERADA TERPISAH SALING BERSEBRANGAN. DI SISI LAIN TERDAPAT MEJA DENGAN SESAJIAN DAN ASAP PEDUPAAN YANG MENYERUAKKAN SEDAP-WANGI KE SELURUH RUANGAN. DARI SALAH SATU MUKA DINDING TERGANTUNG FOTO KELUARGA.

BINATANG MALAM MULAI MENYELARASKAN KEMERDUANNYA, MEMBANGUN SEBUAH SUASANA SENDU—SAYU. SAAT ITU MENJELANG LEBARAN. SAYUP-SAYUP TERDENGAR JUGA SUARA TAKBIR DARI KEJAUHAN.

SORANG WANITA TUA TAPI MASIH TERLIHAT BUGARSEDANG DUDUK, RESAH, DI KURSI TENGAH RUANG TAMU. TAK LAMA SEORANG LELAKI, SUAMINYA, MASUK MENGHAMPIRI. LAMPU MULAI TERANG. NORMAL.

1.Suami:O, ternyata kau di sini. Aku mencarimu ke halaman belakang, aku kira kau di sana. (MEMANDANG WAJAH ISTRI. LEKAT) Hei, ada apa? Kau terlihat murung. Tersenyumlah. Hari ini kita merayakan kemenangan, bukan? Jangan kau bersedih hati.

2.Istri:(MENGGELENG, LESU) Tidak.

3.Suami:Tidak?

4.Istri:Ya.

5.Suami:Banyak beban yang kau tanggung?

6.Istri:Tidak.

7.Suami:Baiklah. (DIAM SEJENAK, COBA MENCARI CELAH PEMBICARAAN) Kau ini ada apa?

8.Istri:Aku hanya sedikit tak enak badan.

9.Suami:(MENGANGGUK. KEMUDIAN MEMULAI DENGAN CANGGUNG) Apa yang sebenarnya kau pikirkan?

10.Isteri:Tidak!

11.Suami:Kau sakit?

12.Istri:Mungkin. Mungkin kebanyakan tidur, jadi malah badan ini sakit semua.

13.Suami:Mungkin? (TERTAWA KECIL-YANG DIBUAT-BUAT) Kau jangan coba membohongiku, aku ini suamimu, lebih dari 40 tahun kita bersama. Aku tahu pasti, kau tidak sakit. Mata dan raut wajahmu terlalu jujur, tak dapat kau menyimpan kebohongan padaku. Apa yang kau sembunyikan? (MENCOBA MEYAKINKAN)

14.Istri:(MEMANDANG SUAMI) Benar.

15.Suami:Tentu saja. Eh, apanya yang benar?

16.Istri:Kau.

17.Suami:Aku?

18.Istri:Ya. (MENGANGGUK)

19.Suami:Bagaiman bisa begitu?

20.Istri:Ini adalah lebaran ke-50 aku menjadi istrimu. (PANDANGAN MENERAWANG JAUH)

21.Suami:Benarkah? (TERKEJUT)

22.Istri:Ya, itu berarti lebih dari 40 tahun kita bersama. (MENYINDIR) Kau benar.

23.Suami:(TERTAWA PADA DIRI SENDIRI) Kau jangan mencoba membalikkan pembicaraanku. (MENCOBA MEMBELA DIRI DENGAN SEBUAH CERITA) Baiklah, begini, kita menikah bulan Ba’da Mulud, sekitar lima bulan sebelum lebaran. Lebaran pertama, kita masih pengantin baru berusia lima bulan. Jadi belum genap 50 tahun kita menikah, masih ada 7 bulan yang harus kita lalui untuk menggenapkan usia perkawinan kita. Kan artinya 40 tahun lebih?

24.Istri:Saya kan bilang, lebaran ke-50?

25.Suami:Iya. (MENGALAH) Kamu benar. Ternyata kamu masih pandai berdebat. Seorang pengacara memang sudah semestinya seperti itu, pandai mencari titik lemah untuk menemukan pembelaan, yang kuat, tak terbantahkan. Kau hebat.

26.Istri:Aku tidak pernah suka menjadi pengacara.

27.Suami:Ya setidaknya kau menyandang gelar Sarjana Hukum juga, kan? Dan kau tak kan mampu menanggalkan itu. Haha…. (TAWA YANG HAMBAR)

28.Istri:Itu kan terpaksa. Sebenarnya semua itu kan keinginan Romo, aku tak berani membantahnya. (DIAM, KEMBALI PADA PERASAAN RESAH)

29.Suami:Ya, apapun itu. Kau memang anak yang berbakti, dan ketika menjadi istri pun, kau adalah istri yang baik. Sangat baik. (SALING PANDANG. SEMUA HENING) Apa mau dibuatkan minuman?

30.Istri:Nanti saya buat sendiri.

31.Suami:Sudah, mau apa, wedang jahe, secang hangat, atau teh? Boleh kan sekali-kali suami melayani istri? (SAMBIL MEMOHON) Izinkan aku menjadi suami yang berbakti. Untuk merajut kenangan yang sempat terurai.

32.Istri:Tidak merepotkanmu?

33.Suami: Tidak, sayang.

34.Istri:Baiklah, secang hangat saja. (SAMBIL TERSENYUM, MANIS)

35.Suami:Siap. Laksanakan!

SUAMI MASUK UNTUK MEMBUAT MINUMAN.

ISTRI MENOLEH MEMANDANGI SUAMI YANG BERANJAK PERGI. TERSENYUM. KEMUDIAN BERGANTI MEMANDANGI FOTO KELUARGA, IA BERDIRI MENDEKAT. AGAK LAMA IA MEMANDANG, AIR MATANYA PERLAHAN MENGALIR IA TAK MENGHIRAUKAN, HINGGA KEDATANGAN SUAMI—DENGAN DUA GELAS MINUMAN, SECANG HANGAT DAN TEH TUBRUK—MENGAGETKANNYA. SEGERA IA SEMBUNYIKAN AIR MATANYA.

36.Suami:Pesanan datang. Silakan dinikmati.

37.Istri:Terima kasih, kau baik sekali. (TERSENYUM)

38.Suami:Kau adalah bagian dariku. Aku akan selalu ada unukmu dan aku akan selalu baik padamu. Kalau kau sedih aku juga akan bersedih, tersenyumlah. (MENCIUM KENING ISTRI)

KEDUANYA TERSENYUM. KEMUDIAN MENYERUPUT MINUMAN MASING-MASING. KEHANGATAN MENGALIR.

39.Istri:Terima kasih. Tak perlu kau merayu seperti itu. Semua rayuanmu aku sudah hafal, kecuali ada rayuan baru untukku malam ini?

40.Suami:(MEMPERHATIKAN LEKAT ISTRINYA) Kau masih terlihat cantik. Masih sama menariknya ketika lima puluhan tahun yang lalu kita pertama berjumpa. Kau ingat?

41.Istri:Ya. (ANGGUKAN YANG LEBIH BERMAKNA TANYA)

42.Suami:Apa kau menyadari?

43.Istri:(MEMANDANG SUAMINYA DENGAN MANJA) Apa?

44.Suami:Bahwa kau masih menarik?

45.Istri:Tentunya.

46.Suami:Ya, kerut wajah itu tak mampu mengurai kecantikamu. (TERDIAM SEJENAK) Walau juga tak mampu menambah kecantikanmu, (TERSENTAK, BARU MENYADARI APA YANG DIKATAKAN) Eh, maksudku kau tetap cantik, dari dulu, hingga sekarang, dan selamanya. Ya, kau tetap menarik.

47.Istri:Kau hendak mengatakan kalau aku adalah wanita tua dengan kerut di wajah, yang tak lagi bisa tampil lebih cantik?

48.Suami:Oh, tidak, sama sekali tidak. Aku ingin mengatakan, bahwa kau masih cantik dan menarik, dengan kerut di wajahmu, sayang. Lihatlah foto kita! (BERDIRI MENGHADAP FOTO)

49.Istri:Semua wanita di luar sana selalu berusaha menyembunyikan kerut wajah—penuaan, dengan segala cara. Agar tak terlihat. Agar mereka terlihat cantik!

50.Suami:Ya, itu mereka, bukan kau. Bukankah itu menjadi satu alasan mengapa aku memilihmu menjadi istriku? Dan bukan wanita-wanita di luar sana? Karena kau berbeda, sayang.

51.Istri:Benarkah? (MENYELIDIK MANJA)

52.Suami:Apakah aku terlihat seperti seorang penipu, seorang pembual, atau pembohong?

53.Istri:Kau selalu berhasil menyembunyikannya. (KEDUANYA SEMPAT SALING PANDANG) Em, maksudku, kau pernah berbohong padaku?!

54.Suami:(BERFIKIR SEJENAK, MENGGELENG) Tii... dak.

55.Istri:(MENAJAMKAN PANDANGNYA, LEBIH BERMAKNA TANYA—ANTARA KEHERANAN DAN MENYELIDIK)

56.Suami:(CANGGUNG) Baiklah. Sekali.

57.Istri:Berkali-kali! (TETAP PADA PANDANGANYA)

58.Suami:Sekali! (TERLIHAT SALAH TINGKAH)

59.Istri:Itu yang kau akui?

60.Suami:Sekali!

61.Istri:Baiklah, apa itu?

62.Suami:Sejak kita menikah, dimalam pertama kita yang begitu sakral, romantis, dan kau sempat ketakutan waktu itu, kau ingat? Aku bilang kepadamu, aku akan selalu jujur padamu, sayang. Itu saja kebohonganku!

63.Istri:Lalu?

64.Suami:Itu saja.

65.Istri:Benarkah?

66.Suami:Benar.

67.Istri:Yakin?

68.Suami:Yakin.

69.Istri:Sumpah?

70.Suami:Eh, mmm, ….(RAGU, BINGUNG, MERASA TIDAK NYAMAN)

71.Istri:Kau pernah mendekati seorang gadis, setelah kita menikah?

72.Suami:Banyak wanita, diantaranya gadis-gadis yang aku kenal saat bertugas. Aku kenal mereka sebagai teman atau relasi, kau tahukan itu akan sangat memudahkan tugasku. Dan sah saja kan, hubungan antar manusia terjalin? Aku kira bukan suatu kebohongan atau sebuah kesalahan.

73.Istri:Kau pernah mendekati seorang gadis?!

74.Suami:Iya, pernah. Tak pernah aku macam-macam dengannya. Dan aku juga tidak sampai menikah dengannya. Aku dan dia akhirnya juga pisah baik-baik.

75.Istri:Kau pernah, berhutang begitu banyak tanpa aku tahu untuk apa uang sebanyak itu?

76.Suami:Itu kan untuk biaya pengobatan dan perawatan bapak!

77.Istri:Selebihnya?

78.Suami:Selebihnya, transport?

79.Istri:Masih terlalu banyak sisa!

80.Suami:Akomodasi?

81.Istri:Tak sampai sebanyak itu!?

82.Suami:Benar!

83.Istri:Baiklah. Kau ingat cincin permata gadismu?

84.Suami:Ya. (LESU) Maaf.

85.Isrti:Itu kan alasan mengapa kau memilih berhutang daripada membicarakan dengan aku atau mengambil dari deposito kita? (DIAM SEJENAK) Kau pernah, tidak pulang hampir sebulan. Padahal kau janji pada anak-anak untuk liburan?

86.Suami:Aku ada tugas mendadak ke luar kota.

87.Istri:Kau tak memberi kabar?

88.Suami:Aku tergesa waktu itu.

89.Istri:Hingga kau merasa benar, merasa tak bersalah, merasa tak berdosa meninggalkan istri dan anak-anakmu dalam kebingungan? Kemana ayah—suami mereka?

90.Suami:Bukan begitu maksudku.

91.Istri:Ada alasan pembenaran lain darimu?

92.Suami:Heh, (MENERTAWAKAN DIRI) aku selalu seperti ini. Tak mampu berkata-kata di depanmu. Seperti seorang bocah di hadapan sidang ibunya.

93.Istri:Apa aku terlalu memojokkanmu?

94.Suami:Tidak, sayang, kau benar.

95.Istri:Baguslah.

96.Suami:Aku minta maaf.

97.Istri:Untuk apa?

98.Suami:Semua kesalahanku.

99.Istri:Semudah itu?

100.Suami:Ini sama sekali tak mudah, sayang.

101.Istri:Sudah terlambat!

102.Suami:Mengapa? Lalu, bagaimana aku bisa menebus semua kesalahanku?

103.Istri:Semua? Berapa banyak kau bersalah padaku? Berapa banyak lagi yang tidak aku ketahui?

104.Suami:Sekarang aku akan jujur padamu. Sepenhunya... sangat banyak, sayang, jangan kau buat aku lebih merasa bersalah. Sudah cukup, aku menyesal. Aku minta maaf. Ayolah, ini moment bagus untuk kita saling memaafkan.

105.Istri:Sudah terlambat kau minta maaf padaku!

106.Suami:Mengapa demikian? Tolonglah, jangan kau simpan dendam untukku.

107.Istri:Tidak pernah aku menyimpan dendam untuk siapapun.

108.Suami:Ya, aku tahu itu. (MEMOHON) Apakah, tidak ada tempat lagi di hatimu untuk aku berteduh dari terik kesalahanku? Apakah rindang maafmu tak ada lagi untukku?

109.Istri:Rayuan baru?

110.Suami:Tidak. Aku tulus meminta maaf padamu, sayang, hanya kau yang mampu memaafkan, Tuhan-pun tak kan membantu dalam hal ini.

111.Istri:Apa kau merasa pantas untuk di maafkan?

112.Suami:Apa jadinya jika matahari tak memaafkan pemaki teriknya?

113.Istri:Menurutmu?

114.Suami:Sudahlah sayang, jangan kau membuatku lama tertahan dalam kegelisahan. Kalaupun kau merasa aku tak layak untuk dimaafkan, baiklah. Tapi beri tahu aku mengapa kau tak menerima permintaan maafku? Apa kau benar-benar terluka?

115.Istri:Tidak.

116.Suami:Lalu, mengapa?

117.Istri:Tidak ada yang perlu dimaafkan.

118.Suami:Maksudmu?

119.Istri:Karena aku sudah memaafkanmu, sayang.

120.Suami:Apa?

121.Istri:(MENGANGGUK KECIL, SENYUM MANIS TERBURAI DARI BIBIRNYA)

122.Suami:Kau sudah memaafkanku?

123.Istri:Ya. Setulus hatiku.

124.Suami:Semudah itu? Ah, tidak. Aku hanya bercanda. Oh, terima kasih sayang. (MEMELUK ISTRI) Aku sungguh mencintaimu, selamanya, kau tahu, Tuhan tidak benar-benar rela memisahkan kita.

125.Istri:Kalau tidak, bagaimana kita masih dipertemukan di sini. Bercengkrama seperti dulu, sambil menunggu anak-anak yang asik bermain di luar. Secang hangat dan teh tubruk ternyata tak dapat terpisahkan dalam kebersamaan kita.

126.Suami:Ya, anak-anak sedang asik bermain di luar.

HENING. KEDUANYA SIBUK MENYAMBUT KENANGAN YANG KIAN MEMBURU.

127.Istri:Pak….

128.Suami:Apa?

129.Istri:Mereka belum juga datang?

130.Suami:Iya.

131.Istri:Apa mereka tidak akan datang?

132.Suami:Mereka pasti datang.

133.Istri:Tapi mengapa lama sekali.

134.Suami:Entah.

135.Istri:Apa mereka sudah lupa pada kita?

136.Suami:Kamu ini bicara apa. Mereka tidak akan pernah lupa pulang, apalagi melupakan kita.

137.Istri:Sampai kapan? Besokkan sudah sholat Id. Apa mereka tidak akan sholat?

138.Suami:Ya pasti solat lah. Kamu percaya kan, kalau mereka anak-anak yang baik? (SAMBIL MENUNJUK KE FOTO ANAK-ANAKNYA)

139.Istri:Tentu. Aku didik—besarkan mereka dengan susah payah. Doa, puasa, dan prihatinku hanya untuk mereka. Dengan harapan semoga mereka diberi kemudahan, menjadi anak soleh, berguna bagi keluarga, nusa, bangsa, dan agama. Bahagia dunia akhirat.

140.Suami:Doamu dikabulkan Tuhan, bu. Mereka sekarang bahagia. Pekerjaan tetap, pangkat lumayan untuk seusia mereka, istri cantik—solehah, anak-anak lucu—menggemaskan, dan tentunya mereka bangga mempunyai orang tua seperti kita, terutama ibu seperti kamu.

141.Istri:Tapi mereka sudah besar, sudah banyak bersingungan dengan dunia luar, bisa jadi kan mereka berubah. Pendidikan yang aku ajarkan menjadi tawar, tak membekas. Nyatanya mereka lupa dengan kita? Tak pernah aku mengajarkan hal semacam itu, lupa pada orang-orang yang telah berbuat baik, apalagi orang tua! (PERASAAN TERLUPAKAN YANG MENCOBA DITUTUPI TETAP SAJA TERLIHAT)

142.Suami:(MENGHAMPIRI ISTRI, MEMEGANG PUNDAK. COBA MENENANGKAN) Mereka tidak lupa, hanya belum sampai di sini. Nantinya juga pasti akan sampai di sini, menginap di sini. Pasti. Dan kita akan menyaksikan mereka tertidur pulas, lalu perlahan kita akan mengelus dan mencium keningnya. Seraya memanjatkan doa pada Tuhan, semoga mereka menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Selalu dibimbing dalam jalan yang lurus, bahagia dunia dan akhirat. (KENANGAN MASA LALU HADIR KEMBALI. SEPERTI NYATA. SEJENAK KEDUANYA TERDIAM, SALIN PANDANG, SAMA TAHU APA YANG TERBERSIT DALAM PIKIRAN MASING-MASING)

143.Istri:Ya, aku akan tidur diantara mereka. Menyelimuti mereka dengan hangat peluk—belaiku. Menina bobokkan dengan sayup-sayup gendhing atau dongeng tentang dunia mereka. Kadang mereka memintaku mengelus-elus atau menepuk-nepuk pahanya.

144.Suami:Kedamaian darimulah yang membuat tidur mereka pulas.

145.Istri:Mereka selalu merindukan kehadiranmu. Mereka selalu menanyakan kapan kau pulang. Mereka juga sering menanyakan mengapa kau tak ikut tinggal bersama kami. Dan aku pun teringat akan dirimu, seorang ayah, juga terasa kepedihan mereka sebagai seorang anak lelaki yang jauh dari ayahnya. Aku hanya seorang wanita, walau aku juga berusaha menjadi ibu dan ayah bagi mereka.

146.Suami:Maaf, kau tahu keadaanku, kan?

147.Istri:Tentu saja aku tahu. Namun, mereka? Mereka barulah anak-anak, dan anak seusia mereka hanya tahu apa yang mereka inginkan haruslah didapat. Mereka selalu mengejutkanku, membuatku bangga, aku sangat sayang mereka. Permataku, perhiasanku, kekayaan yang tak dimiliki siapapun. Tumbuh cerdas dan sehat. Tuhan Maha Adil. Ah, bicaraku. (TERDIAM SEJENAK) Tapi kini mereka tak lagi membutuhkan dekap—belaiku, mereka telah menjadi seorang ayah.

148.Suami:Ya, bersyukurlah.

149.Istri:Untuk kehilangan ini?

150.Suami:Kau sama sekali tak kehilangan! Mereka menempuh jalan sebagai manusia. Terlebih mereka lelaki, lelaki harus dapat mengeja jalannya sendiri! Dan semua manusia akan seperti itu, sebagaimana aku dan kau dulu. Bukankah kita sering menanti mereka pulang bermain untuk segera memandikannya?

151.Istri:Ya. Tapi mereka tak lekas kembali.

152.Suami:Mungkin mereka ke rumah mertua dulu, maklumlah.

153.Istri:Jadi mereka tidak langsung kemari? (PERTANYAAN DENGAN PENEKANAN DARI PERASAANNYA) Ke rumah mertua dulu?

154.Suami:Iya. Mungkin.

155.Istri:Sama seperti lebaran tahun lalu?!

156.Suami:Tidak apa-apa kan?

157.Istri:(DENGAN JENGKEL DAN KECEWA) Saya kan sudah bilang sama mereka berdua, kalau lebaran itu anak-istrinya diajak dulu ke sini! Baru nanti setelah dari sini mau dibawa kemana terserah! Apa karena sudah merasa jadi orang besar terus yang ngomong hanya orang seperti ini, lalu mereka merasa bisa mengabaikan begitu saja? Aku ini ibunya, pak, mengapa mereka tega berbuat seperti itu!

158.Suami:Bu, sudahlah. Kasihan mereka. Lagi pula,mereka mau membawa keluarganya ke mana terlebih dahulu kan tidak penting, yang penting mereka tidak melupakan tradisi sungkeman.

159.Istri:Loh, penting! Kalu mau sungkeman ya ke rumah orang tua suami dulu baru ke rumah istri!

160.Suami:Kita kan juga tidak tahu pasti, siapa tahu mereka malah masih repot di rumah, besok baru ke sini? Ya siapa tahu.

161.Istri:Semoga saja. (PANDANGANNYA JAUH, SEPERTI HARAPAN YANG IA RASAI BEGITU JAUH)

162.Suami:Sekarang kita persiapan saja buat besok. Sudahlah, bahagiakanlah hatimu, jangan kau siksa dengan bermacam prasangka.

163.Istri:Saya mau menunggu mereka di sini saja.

164.Suami:Tapi kita harus berkemas!

HENING MERAYAP. SEMUA TERDIAM.LAMPU PANGGUNG KEMBALI REDUP, AURA ROMANTIK—MISTIK TERASA KENTAL. BINATANG MALAM MULAI PULANG UNTUK BERISTIRAHAT SETELAH SEMALAMAN BERDENDANG MENEMANI WAKTU. HARI SUDAH PAGI. SUAMI DAN ISTRI ITU MULAI BERANJAK DARI RUANG TAMU, LANGKAH MEREKA TERHENTI DI DEPAN FOTO KELUARGA. LAMA, LEKAT. AKHIRNYA SUAMI MENGGANDENG—MENCOBA MENENANGKAN—MESRA SANG ISTRI, MEREKA SEGERA KELUAR.

TERDENGAR TELEFON RUMAH BERDERING. SUASANA TERPECAH. LAMPU KEMBALI NORMAL.

II

TERLIHAT SEORANG LELAKI, MASIH MUDA, PENJAGA RUMAH, TERGOPOH MENGHAMPIRI TELEPON RUMAH YANG BERDERING, MENGANGKATNYA DAN MULAI BERCAKAP.

165.Penjaga:Halo, selamat pagi.

166.Suryo:Selamat pagi Lik, ini Suryo.

167.Penjaga:O, Mas Suryo, ya bagaimana mas?

168.Suryo:Saya sampai rumah mungkin besok pagi, Lik.

169.Penjaga:O, begitu. Ya, sudah saya siapkan kok, mas.

170.Suryo:Terima kasih, Lik. Saya mau mampir dulu ke tempat Pakde Wiryo. Sekalian mau memberitahu rencana haul bapak-ibu, siapa tahu Pakde berkenan datang.

MUSIK FADE IN.

SUASANA BERUBAH SEPERTI AWAL CERITA. ROMANTIK MISTIK.

FOKUS PADA AKTIFITAS PENJAGA YANG MASIH BERCAKAP VIA TELEPON.

171.Penjaga:O, ya. Salam—sungkem saya buat Pakde Wiryo, mas.

172.Suryo:Ya nanti saya sampaikan. Oh, ya, Lik, tolong nanti kalau kambingnya datang dirawat dulu. Kemarin saya sudah pesan pada Bulik Sri, katanya hari ini kambingnya akan diantar ke rumah, tolong nanti dirawat dulu.

DIALOG FADE OUT.

173.Penjaga:Baik mas, baik. (MENGANGGUK-ANGGUK)

174.Suryo:Ya, sudah, Lik, itu dulu.

175.Penjaga:Baik, mas, baik. (MELETAKKAN GAGANG TELEFON)

MEMANDANG FOTO KELUARGA YANG TERPAMPANG DIHADAPANNYA. SENYUM MENGEMBANG.

RAUTKAGET BERCAMPUR TAKUT, SETELAH MELIHAT DUA GELAS DENGAN SISA MINUMAN SECANG DAN TEH TUBRUK.

MENDEKATI. MEYAKINTAN.

SETENGAH BERLARI MENGHAMPIRI TELEPON, MEMENCET NOMOR DENGAN TERGESA

176.Penjaga: Halo... Mas Suryo, anu, Mas, anu... .

BLACK OUT.

SELESAI.

Jogja-Baturetno

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun