Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Dua Garis Biru Penyelamat Hubungan Keluarga, Jangan Tunda Kehamilan

14 Maret 2021   10:50 Diperbarui: 14 Maret 2021   15:57 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suami istri| Sumber: istock via https://nova.grid.id/

Memiliki momongan adalah tujuan awal pasca menikah. Sepasang suami istri bakal mengupayakan terjadinya kehamilan. Wajar, bila keduanya berusaha sekuat tenaga memburu dua garis biru pada alat penguji kehamilan. Test pack.

Siapa sih yang gak bahagia pikiran dan hatinya bila istri tercinta hamil? Apalagi para pengantin baru. Bahagianya bukan kepalang. Apakah sebegitu sulit memiliki momongan? Sebenarnya gampang-gampang susah.

Kehamilan adalah keberhasilan sperma membuahi (baca: mencapai) ovum. Hal ini terjadi pada saat melakukan hubungan intim. Namun, tak jarang mengalami kegagalan. Entah karena gangguan sistem reproduksi kedua pasangan atau salah satunya, bahkan penggunaan alat kontrasepsi.

Kabar kehamilan seorang istri merupakan hadiah istimewa bagi keluarga besar, mertua, dan orangtuanya sendiri. Terutama bagi suami tercinta. Hal ini menandakan perjuangan suami istri berhasil mengupayakan terjadinya kehamilan.

Namun, apa jadinya bila harapan untuk hamil tak kunjung tercapai?

Perlu diketahui, mungkin sudah tercipta kesepakatan suami istri untuk menunda kehamilan. Berbagai macam pertimbangan telah ditimbang dan dihasilkan keputusan guna menunda terjadinya kehamilan. 

Mulai dari pertimbangan mengenai usia pasangan (menikah terlalu muda atau umur istri masih belia, baru lulus SMA), pertimbangan karier (kedua pasangan sedang mengejar puncak pekerjaan), pertimbangan keuangan rumah tangga, dan pertimbangan keluarga besar.

Ilustrasi pasangan suami istri yang bahagia melihat hasil uji kehamilan, dua garis biru (foto dari id.theasianparent.com)
Ilustrasi pasangan suami istri yang bahagia melihat hasil uji kehamilan, dua garis biru (foto dari id.theasianparent.com)
Menunda kehamilan sah-sah saja. Asalkan jangan terlalu lama. Lihat orangtua, semakin lama semakin tua, khawatir nanti pikun. Tengok usia pasangan, sudah semakin dewasa, berkepala tiga. Toleh kesehatan sistem reproduksi, terlalu lama dibiarkan menganggur, takut rahim tak sanggup menjaga janin secara maksimal.

Jangan buat pernikahan kamu menjadi petaka di masa mendatang, karena keputusan yang tak penting.

Tidak siap punya anak, bukan alasan tangguh menggagalkan kehamilan. Mengejar puncak karier, bukan pengelakan yang patut dibenarkan. Keterbatasan keuangan juga bukan alasan menolak keturunan, ingat ada orangtua yang bakal membantu. 

Jika ketiga pertimbangan tersebut dijadikan pemberat terjadinya kehamilan, kalian (pasangan suami istri) terlalu egois.

Orangtua mana yang tak bahagia mendengar putrinya hamil? Mertua mana yang tak sumringah mendengar menantunya hamil? Tetangga mana yang tak kegirangan mendengar pengantin baru sedang hamil?

Orangtua dan mertua adalah keluarga besar yang tak henti-hentinya menanti kabar kehamilan dari pernikahan putra-putrinya. Mereka tak sabar pengen menggendong cucu, putu (dalam bahasa Jawa), kompoi (dalam bahasa Madura), dan sebutan lainnya. Kabar itu selalu ditunggu oleh mereka.

Lalu bagaimana dengan pasangan yang sejatinya tak menunda kehamilan, tapi selalu mengalami kegagalan untuk hamil?

Dunia ini sangat lengkap. Masalah dapat datang karena kita yang membuatnya sendiri. Masalah dapat menimpa kita atas kehendak sang Kuasa. Jadi beragam cara masalah menyelimuti kehidupan kita.

Bagi pasangan suami istri yang sejak awal menginginkan kehamilan, berharap punya momongan. Namun tak kunjung berhasil. Juga menjadi masalah dalam pernikahan.

Berbagai cara dilakukan untuk memburu dua garis biru, baik konsultasi ke dokter spesialis kandungan, melakukan serangkaian olahraga guna memancing kesehatan organ reproduksi, menjajal berbagai model hubungan enaena, dan mengonsumsi ramuan herbal dan obat-obatan. Semua cara dilakukan, tapi hasil selalu nihil.

Semakin lama, semakin tua. Semakin lama, semakin kepikiran. Pada kondisi inilah, pernikahan dipertaruhkan. 

Pasangan suami istri yang memiliki komitmen kuat, bakal tetap bersabar dan berusaha menjalankan kehidupan pernikahan yang dibangun. Namun, bagi mereka yang menyerah pada keadaan dan kenyataan, memilih jalan perpisahan. Sangat disayangkan.

Ada kisah nyata di lingkungan saya. Izinkan saya bercerita sejenak. Semoga kalian tetap betah menatap tulisan ini.

Ilustrasi pasangan suami istri yang bahagia melihat hasil uji kehamilan, dua garis biru (foto dari hallosehat.com)
Ilustrasi pasangan suami istri yang bahagia melihat hasil uji kehamilan, dua garis biru (foto dari hallosehat.com)
Pernikahan Edo dan Ani dimulai sejak 1990. Kehidupan yang sangat bahagia dan harmonis. Mereka layaknya pasangan suami istri lainnya, berkeinginan segera memiliki momongan. Berbagai upaya dilakukan. Namun, kehamilan tak pernah didapat. Untungnya, mereka masih berkomitmen.

Melanjutkan kehidupan tanpa kehadiran si buah hati, seperti sayur asam tanpa garam. Tidak ada sedap-sedapnya. Hambar. Hanya berdua saja. Perundingan untuk mengadopsi anak, selalu menemui jalan buntu. 

Bukan tidak ada anak yang dapat diadopsi, melainkan kebahagiaan seorang ibu yang melahirkan dan merawat anaknya sendiri, yang keluar dari rahimnya, jauh lebih memberi ketenangan, kegembiraan.

Usia mereka pun semakin tua. Edo berumur 35 tahun dan sang istri, Ani menginjak angka 32 tahun. Orangtua mereka mulai menghadap Tuhan semesta alam. Menyisakan ibu mertua. 

Hingga pada akhirnya, memasuki pertengahan kalender 2005, mereka memutuskan mengakhiri pernikahan. Mulai melayangkan surat perceraian. Sebuah keputusan berat diambil secara paksa.

Lima bulan berlalu, mereka sudah tak hidup seatap. Meski belum resmi bercerai, sebab persidangan masih akan dimulai pada Januari 2006. Edo dan ibunya. 

Ani tinggal bersama saudara ibunya. Budhe. Pakdhenya meninggal tahun lalu. Hanya tinggal berdua dan biaya hidup ditanggung ponakannya, sekaligus putra budhe di Samarinda yang berkeluarga di sana.

Suatu ketika, Ani mual-mual, kepalanya pusing, nafsu makan menurun. Ani hanya menganggap dirinya sedang masuk angin. Budhe yang melihat gejala Ani, mulai berpikir ke arah tanda kehamilan. Untuk memastikan, Budhe Darmi membawa Ani ke puskesmas. Setelah diperiksa, benar dugaan Budhe Darmi. Ani hamil.

Kabar itu dilayangkan ke Edi dan mertuanya. Betapa bahagia dan senangnya mereka. Akhirnya, Edi dan Ani kembali bersatu. Tak ada kecurigaan yang diberikan Edi kepada Ani. Sebab keduanya yakin, hubungan intim 5 bulan sebelum pisah rumah, ternyata membuahkan hasil.

Pengajuan perceraian dicabut. Tepat peringatan kemerdekaan Indonesia ke-61, Ani melahirkan. Buah hati Edo dan Ani yang didambakan sejak lama, akhirnya menyapa keduanya. 

Tangisan keras dan guyuran air mata, mengembalikan keindahan pernikahan mereka. Lengkap sudah yang mereka cita-citakan. Kini, anaknya menempuh pendidikan menengah pertama di sekolah negeri.

Dari kisah singkat tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa Tuhan semesta alam memiliki cara tersendiri untuk mempertahankan hubungan yang berada diujung tanduk. Selain itu, kesabaran dan ketabahan bertahan dalam rumah tangga tanpa momongan selama 15 tahun wajib kita miliki. Intinya, ketabahan dan kesabaran harus kita miliki dalam kehidupan berumah tangga.

Pernikahan bukan sekadar hidup berdua selamanya dengan pasangan. Melainkan tentang kebahagiaan hidup bersama si buah hati dan keluarga besar, orangtua dan mertua.

Alangkah baiknya, menyegerakan kehamilan, sebab dengan hadirnya si kecil, hidup lebih berwarna dan bermakna. Bila kehamilan sulit dicapai, tetaplah berusaha, bersabar, dan tabahkan pikiran dan hati. Tuhan pasti memberikan apa yang kamu butuhkan. Sebab, Dia lebih tau tentang dirimu.

****

Nama sesungguhnya disamarkan. Bilamana ada kesamaan nama, itu hanya fiktif belaka.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun