Mohon tunggu...
bayu budiarto
bayu budiarto Mohon Tunggu... -

tersenyum adalah cara awal menghadapi masalah terbaik

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP Akan jadi Opisisi Lagi?

11 April 2014   07:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PDIP AKAN JADI OPOSISI LAGI?

Melihat hasil hitung cepat yang dilakukan berbagai lembaga survey PDIP menjadi pemenang pemilu dengan perolehan kisaran 19% suara nasional, disusul Partai Golkar yang memperoleh kisaran 15% diikuti Partai Gerindra dengan perolehan kisaran 12% gambaran dari urutan perolehan ini, tidak mengejutkan para pengamat politik di Indonesia. yang mengejutkan mereka adalah angka perolehannya dimana yang santerdiberitakan dengan mengusung Jokowi sebagai Capres PDIP akan meningkatkan perolehan hingga 40% dengan Jokowi Efekyang diasumsikan mampu mendongkrak perolehan suara PDIP.

Membicarakan Jokowi Efekkini ramai dibicarakan Prabowo Efek dan Dangdut Efek, dimana Euforia Jokowi tidak memberi pengaruh yang signifikan dari perolehan suara dalam pemilihan Legislatif di tahun 2014 ini, ditinjau dari survey Elektabilitas PDIP dari data survey yang dilakukan sebelum pencapresan Jokowi yang justru berada di kisaran 20%. setidaknya PDIP mengalami peningkatan perolehan sebesar 4% dari perolehan pemilu lalu dengan Pencapresan Jokowi.Prabowo Efek lebih membawa peningkatan yang signifikan dengan kenaikan perolehan Partai Gerindra sampai dengan 8% menjadi 12 % yang dapat dikatakan peningkatan 300% atau tiga kali lipat dari 4% perolehan pemilu 2009.SedangkanDangdut Efekdituduhkan kepada Partai Kebangkitan Bangsa yang memboyong Raja DangdutRhoma Irama sebagai Kandidat Calon Presiden dalam kampanye Pemilihan Legislatif tahun ini. meskipun dirundung Persoalan gugatan dari keluarga Pendiri Partai dengan tuntutan penggunaan Gambar Gusdur dalam alat peraga Partai. dapat diartikan, PKB memperoleh kenaikan perolehan suara sampai dengan 200% atau dua kali lipat menjadi kisaran 9% dari sebelumnya 4,5% dalam pemilu 2009 lalu, terbebas dari pengaruh figur Gusdur yang merupakan Presiden ke 4 di Republik ini.

Melanjutkan tentang asumsi figur Presiden yang tidak mempengaruhi perolehan suara pada pemilihan Legislatif pada tahun 2014 ini, ramai juga dibicarakan tentang figur Presiden SBY yang juga tidak tidak mampu mempertahankan perolehan pada pemilihan Legislatif pada pemilu 2009 lalu yang memiliki 20% dengan penurunan 50% atau setengahnya menjadi kisaran 10% pada perolehan suara pemilu 2014 ini. ini menarik untuk diungkapkan, yaitu ketidakmempengaruhinya Presiden Efekmempunyai akibat yang sama, yaitu satu berbanding dua (1:2) dimana dalam Presiden Efek yang ditarik dari Partai Kebangkitan Bangsa mengakibatkan kenaikan perolehan dua kali lipat atau 2:1 dari perolehan sebelumnya, sedangkan Pada Partai Demokrat yang mengusung Presiden SBY sebagai jargon Partai mengakibatkan penurunan perolehan hingga setengah (1:2)artinya Presiden Efek bagi Partai Demokrat adalah penurunan perolehan hingga 50%.

Yang ingin saya katakan dari Pengangkatan frase Presiden Efek adalah kecenderungan Pemilih Rakyat Indonesia dalam pesta demokrasi ini mempunyai pandangan kedepan, artinya pemilih menganggap Presiden yang digunakan sebagai jargonyang ditarik dari PKB dan digunakan PD adalah sosok masa lalu yang tidak mungkin lagi dapat memberi pengaruh signifikan dalam Pengelolaan Kepentingan Rakyat Indonesia melalui peranan Negara sebagai pemilih pada Kontestasi ini. sebagaimana diketahui bersama Presiden SBY secara konstitusi tidak dapat di usung lagi menjadi calon Presiden dan mantan Presiden Gusdur bahkan telah tiada, sehingga tidak dapat memberikan peranan sekedar memberikan pandangan ataupun masukan sekalipun.

kembali kepada PDIP yang memperoleh kisaran 19% suara pada Pemilihan Legislatif tahun 2014 ini, menggambarkan keadaan Partai berlambang moncong putih ini mempunyai kemungkinan tidak mempunyai tiket untuk mengusung Calon Presiden sendiri. membaca dari tingkat elektabilitasdari hasil survey yang dilakukan sebelum Pemilihan Legislatif Partai DIP menempati 20% ditambah Pengusungan Jokowi sebagai Capres yang mempunyai Elektabilitas hingga 80%mengasumsikan PDIP mampu meraup mayoritas suara Legislatif sehingga mampu mengusung dan memenangkan Pilpres dan membentuk Pemerintahan yang Kuat. asumsi ini yang membuat PDIP seolah merasa diatas angin sehingga jargon “Indonesia Hebat” dan “Menang tebal” kini seolah memenuhi peribahasa Jauh panggang dari api.

membaca fenomena Jokowi Efek ini, sejujurnya banyak yang harus dicermati terlepas dari gempuran “Capres Boneka” yang ramai dibicarakan bahkan dipuisikan. saya ingin mengajak kitasemua lebih cermat dalam melihat lebih jeli. Jokowi Efekyang dibombardirkan melalui serangan udaradimulai sebelum pengusungan Jokowi ke Ibukota melalui pemberitaan media yang mengangkat mobil SMK dan penataan pasar tradisional di solo yang membawa harapan besar bagi Pemilih Ibu Kota. tambahan dari fnomena Perolehan Pilkada DKI Jakarta yang cukup mengejutkan dari “Perang Besar” Partai Politik saat itu dengan kemenangan Pasangan “Kotak-kotak” ini yang notabene di usung oleh Partai minoritas dalam Parlemen DKI Jakarta.

Berlanjut dengan pelaksanaan Pemerintahan yang kontroversial yang menggiring Opini dan menunjukkan muatan media yang berlebihan melalui pengawalan media setiap saat pada prilaku Jokowi dan menghidangkan pemberitaan yang massif bahkan yang sederhana sekalipun. sempat mencuat opini Penumpang gelap yang sempat di asumsikan kepada Capres Partai Gerindra. saya mencurigai justru tudingan Penumpang gelap ditujukan kepada Jokowi yang saya lihat penguatan figur Jokowi justru malah mengubur Ketum Partai bahkan PDIP dalam konteks Elektabilitas. dapat terlihat dari gelagatinternal PDIP dan Megawati sebagai Ketum yang “enggan” ketika ada dorongan Pencapresan diujung proses. yang ingin saya katakan adalah kekuatan diluar PDIP yang mendesain Penguatan figur Jokowi yang sekarang santerdisebut Jokowi Efek.

Fenomena lain yang saya ingin ajak pembaca lebih jeli dalam melihatnya adalah sebentuk pariwara iklan yang secara tersirat didesain untuk menguatkan popularitas Jokowi, yang terlambat disadari para pemilik media yang belakangan menghentikan pemberitaan tentang penaikan Jokowi Efek. entah merasa terganggu dengan Penguatan Elektabilitas Jokowi atau menyadari diluar sana masih banyak figur semacam Jokowi yang tidak massif diberitakan, sebut saja Walikota Surabaya, Gubernur Gorontalo, Bupati Bojonegoro, Bupati Bantaeng yang secara objektif mempunyai Prestasi yang Patut dibanggakan.pariwara iklan yang saya maksud adalah massifnya iklan jamu masuk angin yang terlambat membunyikan sensor, adanya iklan produk rokok yang didesain menampilkan sorotan sepatu Capres yang menggambarkan dan menggiring mind setke arah Jokowi. yang paling mencolok adalah iklan Produk alas kaki yang sangat mencolok sebagai serangan udaradalam masa tenang bahkan awal hari H Pemilihan.

Baiklah, Rakyat Indonesia sudah Cerdas. apapun yang dilakukan Pelaku kepentingan dalam ajang Pemilihan ini membuat Pemilih semakin dewasa. saya ingin mengatakan perolehan suara pada Pemilihan Legislatif tahun 2014 ini bukanlah kemenangan PDIP dan kekalahan PD. dapat dilihat dari respon yang bersangkutan yang memperlihatkan kesedihan atau kecewaan Ketum PDIP dan Kepuasan Partai demokrat melalui Pidato Presiden SBY sebagai ketum PD. justru terlihat dari respon sumringahdari PKB, pura-pura biasa aja Partai Golkar dan Optimis dibalut tegangdari Partai Gerindra. juga senyum-senyumPartai Nasdem,PAN dan PKS dan kekalutan pada PPP dan Hanura dan saya tidak dapat membayangkan kepanikan PBB dan PKPI. jika harus menjawab pertanyaan siapa pemenang Pemilihan Legislatif tahun 2014 ini, secara urutan perolehan suara tentu PDIP tapi secara Psikologis adalah PKB, namun dari gambaran spirit dan harapan adalah Partai Gerindra.

Selanjutnya Bagaimana dengan Peta Politik menjelang Pilpres? mari kita pisahkan Peserta Pemilu dengan besaran perolehan suara hasil perhitungan cepat sementara ini. PDIP (19%), Partai Golkar(15%), Partai Gerindra (12%), didaulat sebagai Partai papan atas. Partai Demokrat(10%), PKB(9%),PAN(8%),sebagai Partai menengah. Nasdem(6,5%), PPP (6,5%),PKS (6,5%),Hanura (5,5%) sebagai Partai bawah dan 2% lainnya hangus karena tidak masuk ambang batas perolehan menuju Parlemen. peta paling ramai adalah dengan empat kontestan yakniPDIP dan Partai Nasdem (25,5%), Partai Golkar dan Partai Hanura (20,5%) Partai Gerindra dan Partai Demokrat (22%) Poros tengah (30%). kemudian tiga Kontestan dengan PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra sebagai pemimpin gabungan pengusung pasangan Capres-Cawapres.

Prihal yang paling menarik adalah apabila Pilpres menyuguhkan dua kandidat pasangan Capres-Cawapres dalam kontestasi Pemilihan Presiden di 2014 ini. lalu seperti apa peta Koalisi yang terbangun bila kita menginginkan Pemilihan Presiden hanya dilakukan dalam satu Putaran? saya pikir kedewasaan dan harapan semua pihak adalah menginginkan kerjasama yang kuat sebisa mungkin membangun Pemerintahan yang mampu menyejahterakan Rakyat secara Ekonomi, meningkatkan kualitas hidup dari sisi Sosial Peradaban, Pendidikan, Kepribadian dan Moral yang didasari dari nilai-nilai Ketuhanan yang Esa dan membawa Bangsa Indonesia ini mempunyai spirit yang taqwa kepada yang Esa, beradab, bersatu, tangguh, berwibawa, dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan secara menyeluruh bagi Rakyat Indonesia. lalu bagaimana agar Pilpres dapat menghemat Pengeluaran Negara.

Menarik untuk di analisa bila para Elit Politik negri ini sependapat dengan ide yang penulis sampaikan diatas. bagaimana dengan PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra yang sudah tegas mengusung Calon Presiden. sementara Partai Demokrat mempunyai sebelas deretan nama yang digadang akan di usung sebagai Capres, PKB mempunyai beberapa nama Capres, PKS yang sudah memunculkan Capres melalui Pemira, PAN dan Partai Nasdem yang malu malu mengusung Ketua Umum Partainya, PPP yangsajaknya sudah memunculkan nama-nama dan melakukan manuver Politik melalui tindakan Ketua Umumnya. bahkan Partai Hanura yang cukup Percaya diri dengan mengusung Win-HT.

penulis ingin memulai dari PDIP, apakah Partai yang diketuai oleh mantan Presiden Negri dengan gambar lambang Banteng Gemuk ini akan konsisten dalam deklarasinya mengusung Jokowi sebagai Capres. ataukah hanya tindakan pragmatis saja yang ingin meraup keuntungan dari asumsi Jokowi Efek, sehingga mengabaikan Janji yang diabadikan dalam guratan tanda tangan diatas matrai. analisa Penulis mengenai Prasasti Batu tulis ini adalah momok bagi kedua belah pihak. Sementara Partai Gerindra tidak bergeming dengan upayanya Mengantarkan Jendral Prabowo Subianto menjadi Presiden di Negri ini dengan soliditas Kader Partai dan serangan udarayang cukup massif dilakukan untuk memenangkan hati Rakyat dengan Jargon Gerindra menang, Prabowo Presiden Indonesia Jaya dengan gagasan dan Program yang lebih jelas.

Tidak kalah menarik adalah mengangkat fenomena Partai Golkar, yang sampai saat ini mengusung ARB sebagai Capres namun santer di issyukan mempunyai sekte-sekte yang dapat dikatakan menggoyang Posisi Politisi yang akrab disapa Ical ini. mengingat psikologis Partai ber jargon Presiden Soeharto ini mempunyai sejarah yang selalu ingin di dalam pemerintahan. tidak dapat dipungkiri Partai Golkar mempunyai banyak Birokrat yang berkualitas dan cenderung realistis. katakan saja ketua umum sebelumnya yang untuk menjadi Pasangan Presiden SBY adalah menggunakan Partai Patriot. Realistisnya adalah merangkul kembali dan mendaulat sebagai Pimpinan yang berkonsekuensi memasukkan Partai Golkar dalam bagian Koalisi. intinya adalah, Ical yakin maju Capres namun internal meragukan. ini berbanding terbalik dengan PPP yang internal menginginkan SDA yakin dan tegap namun sang Ketum membuat manuver kontroversial yang dianggap menggoyang para kader Partai.

Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa dan PKS mempunyai kesamaan persoalan dalam mewujudkan Pilpres satu Putaran, apakah akan melanjutkan Prosesi memunculkan nama tunggal dari Partai ataukah akan membangun komunikasi Politik dengan Partai lain sehingga akan menempatkan kadernya pada posisi Cawapres atau koalisi lainnya. sementara PAN dan Nasdem cenderung cair dalam membangun koalisi, tidak tampak persoalan yang signifikan untuk sependapat dengan Pilpres satu Putaran. sedangkan Partai Hanura harus menyelesaikan “Pecah Kongsi” atau dengan menyepakati untuk melupakan Capres-Cawapres yang di usungnya.

Bila melihat uraian tentang Partai Politik yang dibahas di atas, maka Partai Gerindra yang mempunyai Spirit utuh untuk tetap mengusung Capres yang dijargonkannya. apakah Partai Gerindra mampu membangun komunikasi politik sehingga dapat merangkul Partai lain untuk membagun Kerjasama Membangun Pemerintahan. lalu siapa lawan yang mungkin bersaing dengangabungan Partai Politik yang telah di rangkul Partai Gerindra? penulis ingin mengatakan PDIP dengan syarat melakukan perombakan struktur kepengurusan Partai dengan mendaulat Jokowi sebagai Ketua Umum. atau membangun komunikasi politik yang lain untuk memanuver bangunan koalisi sehingga mendapat dukungan dari Partai lain untuk memperkuat Elektabilitas Capres yang diusung. manuver yang paling mencekam adalah bila PDIP memilih “Rujuk” dengan Partai Gerindra.

Bagaimana bisa demikian? Gambaran sementara yang ingin penulis kemukakan adalah Partai Gerindra Cukup Kuat dengan peluang membangun koalisi yang lebih luas terhadap Partai Politik lain, dengan kesamaan Platfoam dan keterbukaan Komunikasi dengan semua Partai. Partai Golkar akan lebih realistis mendukung Prabowo bila Gerindra menawarkan lebih banyak kursi Mentri. Partai Demokrat sudah lama memberikan sinyal melalui chemistri Presiden SBY yang tampak mendukung secara moral dan melihat sikap Ksatria Prabowo. tambahan konflik batin hubungan luar negri yang menyuguhkan Indonesia dikeroyok semua negara tetangga mengarahkan kebutuhan Bangsa ini yang membutuhkan karakter Prabowo. sementara PKB dan PAN masih tampak cair membangun komunikasi Politik dengan semua Pihak namun melihat Jokowi Efekyang dibuktikan tidak mempunyai pengaruh memetakan kecenderungan merapat kepada Gerindra.

Manuver SDA sebagai Ketum PPP yang sempat memunculkan Nama Jokowi dalam Rapimnas Partai bergambar Kakbah ini, mendeklarasikan Dukungan Kepada Prabowo bahkan saat Kampanye Pemilihan Legislatif membawa dampak goyahnya internal Partai. entah apa yang membuat Mentri Agama ini melakukan manuver kontroversial ini. apakah kurang percaya diri dalam menghadapi kontes Politik atau justru merasa yakin dari mendapat “wangsit” dengan mengatasnamakan partai menyebutkan Prabowo Presidennya Para Kiyai. mari kita lihat perkembangannya, bila SDA dikudeta dari Posisinya maka PPP akan merapat ke Jokowi.

Partai Hanura adalah pecahan dari Partai Golkar, dalam Pilpres sebelumnya juga merapat kembali dengan berkoalisi dengan Partai Golkar. dalam asumsi Golkar merapat kepada Gerindra apakah Hanura akan menyebrang ke PDIP? sementara Partai nasdem dengan jargon Restorasi sempat menunjukkan sinyal ingin meminang Puan Maharani untuk dipasangkan dengan Ketum Partai itu sebelum Pencapresan Jokowi apakah masih ingin merapat kepada PDIP?. sementara PKS penulis tidak ingin membaca, yang diketahui adalah Pernah senada dalam menolak Rencana Pemerintah Menaikkan harga BBM dengan melakukan Provokasi memobilisasi masyarakat dan memasang baligho di jalan jalan menolak Kenaikan BBM. yang tampak aneh bagi Penulis adalah apakah Partai ini tidak mampu menjalankan perannya sebagai Wakil Rakyat dalam Parlemen atau sekedar ingin meraih simpati masyarakat dengan menunjukkan penolakan kebijakan Pemerintah ini. lucunya adalah Partai ini berada dalam pemerintahan. entahlah yang penulis tahu insiden ini adalah pemicu kelangkaan BBM yang ber imbas kenaikan harga BBM hingga lima kali lipat secara ilegal di daerah daerah dengan berbagai macam persoalan lain yang dibawanya.

Baiklah,mari kita selesaikan asumsi yang penulis kemukakan dari kemungkinan yang penulis sodorkan. anggap saja PDIP berkoalisi dengan Partai Nasdem, PPP, PKS dan Partai Hanura (44%) berhadapan dengan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PKB dan PAN (55%) cukup berimbang bukan? namun ini masih menyusupkan pekerjaan sulit Bagi PDIP yang dalam kertas merupakan Pemimpin koalisi. Persoalan Jokowi Efekmasih diragukan dengan tidak memberi pengaruh yang signifikan dalam perolehan suara Pemilihan Legislatif seperti yang diprediksi lembaga survey dan di aminkan PDIP dengan deklarasi Pencapresan PDIP.

Yang ingin Penulis sampaikan adalah apakah PDIP akan menjadi Oposisi kembali ? dengan tetap mencapreskan Jokowi dengan koalisinya. namun akan memperoleh hasil yang mengecewakan dengan asumsi Jokowi Efekyang tidak memberi pengaruh. atau akan melepas Jokowi dan membangun koalisi untuk melawan Prabowo.Reformasi struktur dalam tubuh PDIP adalah yang paling mungkin untuk melawan Prabowo. Mendudukkan Jokowi sebagai Ketua Umum akan membantah dan menghilangkan kesan Capres Boneka yang merupakan momok bagi Jokowi dan PDIP.

ini hanyalah wacana yang menjadi opini penulis dalam melihat keadaan Bangsa yang Kaya raya Subur Makmur. saat ini pilihan berada pada Elit Politik dalam hal ini adalah Petinggi Partai Politik. keputusan akan mereka buat dalam waktu dekat. dan apa yang dilakukan PDIP adalah menjadi sorotan Penulis. apakah akan Memimpin Pemerintahan atau akan menjadi Oposisi.

Bayu Budiarto, Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Banten, 10 april 2014.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun