Mohon tunggu...
Cahaya Hati
Cahaya Hati Mohon Tunggu... -

A woman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penembakan Muslim Amerika, Kompasianers dan Propaganda

14 Februari 2015   10:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:12 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baiklah kita bicara blak-blakan, apa masalahnya ketika 3 Muslim Amerika di tembak dengan gaya eksekusi terindikasi sebagai “hate crime”? Kenapa kompasianers ramai-ramai menolak indikasi tersebut dan membuat keputusan sendiri; ini murni kriminal biasa! Padahal polisi lokal belumlah memutuskan apa motif sebenarnya si pembunuh ini. Ada indikasi awal masalah parking tapi ada indikasi kuat juga masalah kebencian si pembunuh terhadap Muslim dan Islam berperan. Kalaupun senjata Anda adalah google, disitu jelas-jelas disebutkan, motif belum bisa dipastikan. Bahkan sekarang FBI pun turun tangan untuk menyelidiki kemungkinan “hate crime” disini. Dan barusan Presiden Obama ikut mengutuk penembakan ini, "Tidak ada satupun orang di AS yang bisa dijadikan target (serangan) dengan alasan siapa mereka, seperti apa mereka terlihat atau bagaimana mereka beribadah," kata Obama dalam pernyataannya. Tapi kenapa di Indonesia/Kompasiana banyak yang seperti kebakaran rok?

Apa ya yang dibayangkan para warga Kompasiana ini? Apakah Muslim Amerika itu sekumpulan orang maniak yang hobinya bikin heboh dan “play victim”? Tanpa hujan tanpa badai salju, mengklaim semua pembunuhan Muslim oleh non-Muslim adalah “hate crime”? Untuk informasi, sebelum ini sudah ada muslim dibunuh oleh non-muslim di Amerika, apakah lalu Muslim heboh memaksa semua orang setuju bahwa itu adalah “hate crime”? Jawabannya tidak. Di Amerika sendiri, banyak non-Muslim yang memberi dukungan pada komunitas Muslim agar tegar dan suara kita dapat didengarkan. Pada pemakaman ketiga korban di Chapel-Hill, ada 5000 orang yang hadir dari berbagai kalangan dengan agama berbeda-beda maupun yang tidak beragama. Sampai sekarang vigil untuk mengenang para korban juga masih berlangsung di kota-kota besar yang lain.

Terus, apa masalahnya ketika Pak Pepih Nugraha menunjukkan ada standar ganda di media Barat dalam kasus ini? Tidak ada standar ganda? Pak Pepih berbohong dan memprovokasi? Cermati baik-baik berita Internasional, kalau Anda memakai nurani, akan terlihat standar ganda itu, kadang kasat mata kadang begitu subtle.Yang jelas, di Amerika tidak ada Breaking News selama 10 jam setelah peristiwa ini terjadi. Tidak ada yang memberitakan. Sampai hastag #muslimslivematter, “meledak” di twitter barulah media massa bereaksi walau malu-malu.  Itulah perlunya bersuara menunjukkan adanya ketidakadilan.  Itulah power media sosial.

Contoh lain perlunya kita bersuara; Dulu masyarakat Amerika tidak begitu paham apa yang terjadi di Palestina, pokoknya Israel selalu benar. Tapi berkat adanya organisasi seperti, If Americans Knew, End  The Occupation, dll yang terus menerus mengabarkan kejadian yang sebenarnya, sekarang orang Amerika membahas masalah Palestina dan Israel dengan lebih berimbang dan jujur. Dan media mainstream mau tidak mau harus mencoba jujur juga karena mereka bukan lagi sumber informasi satu-satunya. Tidak sedikit pula orang Amerika yang menjadi aktivis pembela Palestina yang gigih, mungkin lebih gigih dan lebih produktif dibanding pergerakan Muslim sendiri . Tidak sedikit pula dari mereka ini Yahudi, atheist dan Kristen. Mungkin ini bukan berita bagus buat sebagian orang di Kompasiana ini.

Bagiorang Indonesia yang sok tahu bahwa Muslim di Amerika atau Negara Barat lain tidak tahu diri, minta diperlakukan istimewa padahal imigran. FYI, Muslim sebagai warga Negara Amerika tidak lebih rendah kedudukannya dari warganegara beragama Kristen, Katholik atau Atheis atau pemeluk agama lainnya. Warganegara Amerika asal Arab, Pakistan, Indonesia, China tidak lebih rendah kedudukannya dari warganegara yang berasal dari Ireland, Italia atau German.  Kita tidak minta diperlakukan istimewa tapi sejajar. So, stop your nonsense menyuruh Muslim pulang ke negara nenek moyangnya kalau tidak cocok dengan kehidupan Barat.

Kalau boleh memberi saran, jangan telan bulat-bulat propaganda yang Anda baca dan tonton. Seperti saat perdebatan di Kompasiana mengenai Charlie Hebdo, ada Kompasianer yang berbusa-busa (eh, gak tahu dong sampai berbusa-busa atau tidak, tapi kalau divisualkan sepertinya begitu) marah-marah bahwa Muslim di Barat tidak tahu diri dikasih tempat tinggal malah bikin enclave-enclave dan No-Go Zone yang bikin penduduk “asli” ketakutan. Idiot, kata PM Inggris karena tidak ada namanya Muslim enclave di British Raya. Bahkan walikota Paris berencana menuntut secara hukum kantor berita Fox News yang secara menyesatkan memberitakan banyak No-Go Zone di Paris yang dikuasai oleh Muslim yang menerapkan hukum syariah sehingga orang Paris tidak berani ke daerah sana. Jelas sekali menghina pemerintahan kota Paris seakan tidak becus mengurus kotanya sendiri sampai ada enclave-enclave begitu. Dan memang tidak ada. Ketika si pembawa cerita dituntut menyebutkan secara spesifik daerah yang dia maksud, dia tidak mampu menjawabnya.

Kembali kepada intinya, saya masih heran saja dengan para kompasianer yang keukeh menyatakan bahwa tidak ada “hate crime” dalam peristiwa penembakan di Chapel-Hill dan tidak ada standar ganda media Barat dalam hal ini. Apakah karena kebanyakan termakan propaganda anti-Islam seperti contoh diatas? Apakah tidak rela Muslim mendapatkan “positive light”? Silahkan saja kalau keyakinan Anda memang memaksa Anda berpikir seperti itu. Syukur-syukur kalau Anda mau menjelaskan latar belakang pemikiran Anda itu agar saya dan Muslim yang lain (mungkin), juga bisa memahami dimana Anda semua berdiri.  Kalau tidak, ya kita main tebak-tebakan saja.

Dan buat umat Islam Indonesia, orang Barat bukanlah musuh kita. Ada yang rasis dan kurang ajar bahkan jahat terhadap Muslim, seperti si pelaku penembakan di Chapel-Hill, tapi banyak juga yang sportif, terbuka dan bahkan cenderung membela umat Islam. Pemimpin negara-negara Barat juga banyak melindungi Muslim dari tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Musuh kita bersama adalah orang-orang yang punya “ideology of hate” dari kedua belah pihak.Dan jangan ragu untuk bersuara atas ketidakadilan. Semoga berguna.

*Rest in peace Deah, Yusor dan Razan


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun