Mohon tunggu...
Fahdi Batara Harahap
Fahdi Batara Harahap Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sidang Mahkamah Konstitusi Rusuh

14 November 2013   15:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:10 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidang putusan Pemilukada ulang Provinsi Maluku berlangsung ricuh di Mahkamah Konstitusi. Massa yang diduga berasal dari pasangan nomor urut Herman Adrian Koedoeboen dan Daud Sangadji mengamuk dan mengobrak-abrik ruang sidang pleno MK. Saat pembacaan sidang putusan, puluhan massa pasangan nomor urut empat yang berada di luar sidang pleno di lantai dua berteriak-teriak. Saat itu, majelis hakim sudah menolak permohonan pemohon."MK maling, MK maling," teriak beberapa pengunjung di MK, Jakarta, Kamis (Tribunnews.com,14/11/2013).

Melihat kejadian ini semakin memperlihatkan kepada kita bahwa hukum dinegeri ini belum sepenuhnya bisa berwibawa dan dihormati semua pihak. Bagi yang tidak puas dengan keputusan hakim maka keputusan itu akan diprotes dengan berbagai cara termasuk dengan cara kekerasan. Yang menjadi pertanyaan, baru kali ini sengketa pilkada yang disidang di MK terjadi keributan di ruang sidang. Selama ini jika ada ketidakpuasan biasanya keributan terjadi didaerah dimana sengketa pilkada itu terjadi.

Dari kejadian ini bisa kita lihat beberapa hal, pertama, kasus ricuh sidang sengketa pilkada ini bisa jadi merupakan imbas dari kasus suap yang menimpa mantan ketua MK Akil Mochtar. Asumsi yang akhirnya terbangun di masyarakat terutama yang mempunyai kasus di MK, maka MK tidak lagi dipercaya 100% sebagai sebuah lembaga yang bisa memutus sengketa dengan adil.

Kasus suap mantan Ketua MK selanjutnya menimbulkan kecurigaan bagi pihak pihak yang bersengketa bahwa jika mereka kalah maka pihak yang dimenangkan telah menyuap hakim MK. Asumsi ini tidak bisa dihindarkan karena kasus suap ketua MK telah membuka tabir yang selama ini tidak pernah terbayangkan oleh sebagian masyarakat. MK selama ini masih dipercaya sebagai benteng terakhir penegakan konstitusi dinegeri ini dan dianggap masih bersih dan berwibawa. Tetapi dengan kasus suap itu citra bersih dan berwibawa telah hancur lebur sehingga menimbulkan kecurigaan di semua pihak yang pernah dan sedang bersengketa di MK.

Kedua, kasus ricuh disidang MK ini juga sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa terjadi ambiguitas di masyarkat kita. Secara prosedural mengikuti aturan yang ada dengan mengajukan sengketa ke lembaga yang berwenang mengadilinya, tetapi jika keputusan yang keluar tidak sesuai dengan keinginan maka segala cara termasuk kekerasan digunakan untuk mengekspresikan kekecewaan. Hal ini bisa disebabkan karena selama ini banyak kasus hukum yang tidak berpihak kepada keadilan tetapi lebih berpihak kepada yang kuat dan kepada siapa yang membayar.

Ketiga, mau tidak mau MK harus segera berbenah diri untuk dapat mengembalikan kewibawaan setelah terjatuh karena kasus mantan ketua MK Akil Mochtar. Kericuhan ini menunjukkan publik tidak lagi menganggap MK sebagai sebuah institusi yang bisa dipercaya mengawal konstitusi negeri ini. Dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan terjadinya kekerasan diruang sidang apalagi ini adalah lembaga yang dibuat untuk dapat menjamin hak hak kosntitusional setiap warga Negara.

Kepada aparat apenegak hukum diharapkan agar segera memproses dan bisa memberi hukuman kepada mereka yang telah membuat kericuhan. Protes boleh boleh saja tapi tetap harus pada koridor hukum yang berlaku dan bukan dengan cara memaksakan kehendak dengan cara kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun