Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aksi Anak STM

11 April 2022   04:53 Diperbarui: 11 April 2022   06:08 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelajar melakukan Aksi Tolak RUKHP di Belakang Gedung DPR/MPR, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (25/9/2019).(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Kementerian Pendidikan. Mengeluarkan edaran. Katanya, untuk mencegah pelajar STM ikut aksi. Yang digalang oleh mahasiswa-- BEM SI 11 April hari ini. Surat ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan; Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

Terus terang. Edaran ini sangat menggelikan. Juga mengenaskan. Atau inilah wajah pendidikan kita-- relasi kuasa (politik) yang sangat kuat. Maka tidak heran. Tidak maju-maju. Hanya mampu mencetak manusia penurut. Hanya mampu berkata ya dan ya. Tidak lebih dari itu.

Hanya mencetak ijazah manusia. Tidak melahirkan manusia yang berpikir. Saya jadi ingat Rezky Amelia dan Muhammad Nur Fiqri. Mahasiswa Unhas Makassar. Diskorsing karena mengkritik tempatnya menimba pendidikan. Katanya, kampus seperti pabrik.

Jika terus begini. Gimana mungkin sekolah melahirkan seperti Greta Thunberg, di Eropa. Masih 15 tahun. Rela bolos sekolah. Tiap hari Jumat. Demi aksi di depan Gedung Parlemen Swedia. Meminta pemerintah bertindak secepatnya. Tentang krisis iklim. Yang semua orang tahu. Berdampak di seluruh dunia. Termasuk Indonesia.

Maka, Greta Thunberg terus bergerak. Menggalang dukungan. Mengunjungi Atlantik. Dan sejumlah tempat terdampak krisis iklim. Lalu, Dia diberi kesempatan pidato di sidang PBB. Sangat menawan. Juga menakjubkan. Pidatonya "How Dare You" bahkan dipuji. Tahun 2019, diajukan menerima Nobel. Luar biasa.

Bergeser ke Asia. Tepatnya di Tiongkok. Seorang anak berumur 15 tahun. Sama persis dengan Greta. Perawakannya kurus. Berkacamata. Tapi suranya mampu memekik telinga Tiongkok. Namanya Joshua Wong. Diusia semuda itu. Wong membentuk Scholarism. Wadah untuk bersuara politik. Untuk  kaum pelajar.

Tiongkok yang diperintah secara otoriter. Oleh Xi Jinping. Oleh PKC. Kita tahu begitu kejamnya. Tapi bagi Wong, itu bukan soal. Nyalinya tidak ciut sama sekali. Apinya selalu menyala. Lalu Dia jaga. Agar tetap berkobar. Tidak berhenti. Hingga kini.

Tahun 2012 lalu. Wong memimpin aksi 120.000 siswa. Mereka berunjuk rasa. Turun ke jalan. Menduduki kantor-kantor pemerintah. Hebatnya, mereka berhasil-- membatalkan program pendidikan nasional. Yang dinilai pro-Tiongkok.

Akibatnya, doktrinasi PKC dan antek-anteknya tidak jalan. Yang sengaja dirancang untuk menyasar pelajar. Seperti Wong dan teman-temannya. Dua tahun kemudian. Wong kembali terlibat aksi protes. Memimpikan Hongkong. Tempatnya hidup dan bermain-- bebas dari cengkraman Tiongkok.

Bahkan, Wong masih berjuang hingga kini. Gencar menyerukan jika pelajar harus paham politik. Barangkali Wong berpikir sama seperti Tan Malaka. Seorang pahlawan negara yang dilupakan. "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun