Gelar didalam pendidikan nampaknya masih jadi prestige.
Terbukti banyaknya anak selepas bangku SMA yang 'merasa' atau 'terpaksa' harus masuk kuliah, demi mengejar gelar semata. Pendapat bahwa kalau bisa ya harus kuliah itu sebetulnya tidak ada salahnya sama sekali.
Pendidikan tinggi memang penting untuk bekal hidup ke depannya. Kebanyakan jenjang kuliah adalah sesuatu yang harus dilewati karena satu tahap menuju dunia yang sebenarnya : pekerjaan. Â Gelar identik dengan pekerjaan yang nyaman. Gaji bulanan. Hidup mapan. Sebagai sebuah bentuk dari negara dunia ketiga yang masih juga kagok merayakan kemerdekaan, tampaknya pendapat umum seperti ini sulit untuk disingkirkan. Â Proses melewati perguruan tingginya tidak salah.
Namun tujuan pencapaiannya itulah yang melenceng.
Dan saat para fresh graduate ini masuk ke sebuah dunia yang bagi kebanyakan mereka baru , ternyata harapan tak sesuai dengan kenyataan. Bayang bayang lulus kuliah langsung kerja saat melihat bahkan pada satu posisi yang diincar bisa terdapat ribuan fresh graduate. Apa yang diajarkan di text book tidak bisa serta merta di implementasikan riil di dunia nyata.
Hanya jadi sekedar hafalan di otak atau buku yang selama ini memberati backpack saja. Pintar sih, tapi hanya text book smart. Â Berusaha melihat sebuah tantangan runut seperti halnya model studi kasus yang berada di kelas. Ada hitungannya, ada kecermatannya, tetapi sulit untuk di cerna di dunia nyata.
Hal dan anggapan seperti ini lah yang menyebabkan 'lahan basah' bernama sekolah favorit sampai dengan perguruan tinggi favorit sepertinya menjadi incaran.
Street Smart ? Â Pintar karena pengalaman. Karena keadaan. Jangan tanya teori yang rumit rumit kepada mereka. Namun insting survival memang sudah ditempa 'dijalanan'. Â Belajar otodidak. Melalui kesalahan, kegagalan dan semangat. Tak jarang kecerobohan. Â Bangku kuliah tak dimakan. Tapi nongkrong di pasar buku loakan dan ngobrol ngalor ngidul di sebuah warnet jadi 'universitas'nya.
Memulai dari bawah, pada umumnya. Â Sadar akan realita hidup yang keras, sehingga sifat tak manja pun secara tak langsung di tempa disana. Â Seorang yang 'street smart' menghargai kode etik tak tertulis yang beredar 'dijalanan'. Bukan sebuah kode etik akademis. Ini jalanan, Bung.
Kelemahannya? Melawan sistem yang ada. Bahwa seorang alumni akan mempunyai kecenderungan mengangkat almamaternya. Bahwa mereka yang telah atau pernah duduk di bangku kuliah menganggap bahwa hanya dengan kuliah semua jadi bermakna. Â Aturan main dunia dimana gelar , predikat seakan menjadi sebuah jaminan mutu.
Namun tak jarang, mereka yang street smart ini menjadi besar karena jiwa wiraswastanya tinggi. Mengambil sebuah resiko tentang pekerjaan dan lain hal bukan lah sesuatu yang baru bagi mereka. Sehingga apabila tekun dan mencintai suatu bidang, mereka akan sukses dibawanya.