Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pembangunan yang Berpihak pada Lingkungan, Mungkinkah?

29 September 2020   09:57 Diperbarui: 1 Oktober 2020   05:31 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembangunan dan kelestarian lingkungan. (shutterstock.com via kompas.com)

Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi dan Yayasan Lembaga Konsumen pada awal 1980-an menjadi angin segar bagi perlindungan lingkungan. 

Sejak saat itu, kapitalisme mendapatkan lawan. Setidaknya mampu mereduksi perilaku destruktif pengusaha nakal yang abai akan kondisi alam. Kebijakan pemerintah juga mulai menunjukkan dukungan setelah dibentuknya kementerian lingkungan hidup. Dari masa ke masa, bisa disimpulkan kebijakan pemerintah turut memiliki andil terhadap kerusakan lingkungan.

Saat ini, kampanye daur ulang sampah telah menggeliat di seantero bumi. Indonesia mengadopsi dengan berbagai kebijakan dan Gerakan dalam masyarakat. 

Seperti pemilahan sampah organik dan yang bisa didaur ulang. Beberapa tempat pembuangan sampah mulai dilengkapi dengan teknologi daur ulang. Namun, yang masih menjadi masalah klasik adalah mental dan budaya masyarakat.

Sebenarnya, jika pemerintah segera menerapkan PDB hijau sebagai dasar penghitungan laju pertumbuhan ekonomi akan berdampak positif terhadap usaha konservasi lingkungan. 

Dari situ kelihatan sebesar apa nilai tambah dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Baik dari segi deplesi maupun degradasi terhadap sumberdaya alam.  

Nilai ril PDB yang diakui adalah nilai setelah dikurangi kerusakan lingkungan oleh sektor ekonomi itu sendiri. Boleh jadi, perekonomian kontraksi akibat lebih tingginya dampak negatif pembangunan, baik dari sisi kerusakan alam maupun biaya Kesehatan yang mesti ditanggung oleh masyarakat akibat pencemaran lingkungan.

Berbicara paradigma ekologi, ini tidak terlepas dari sebuah teori klasik yang diutarakan olehThomas Malthus tentang demografi. Malthus pesimistik terhadap masa depan umat manusia. 

Penduduk bertambah banyak, kebutuhannya pun semakin meningkat dari masa ke masa. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan, manusia mengeskpoitasi alam dan berakhir dengan kerusakan. 

Dan suatu saat, alam tak mampu lagi menghasilkan makanan dan kebutuhan lainnya. Hanya saja, Malthus belum mempertimbangkan kemajuan teknologi. Paradigma ekologi ini bisa dijalankan dengan penerapan teknologi di berbagai bidang. Contohnya saja usaha daur ulang sampah.

Kendaraan hemat energi yang bahan bakarnya bukan berasal dari fosil. Berbagai kampanye pemerintah dan lembaga pemerhati lingkungan harus terus dilakukan. Tentu saja ini membutuhkan kebijakan pemimpin negara yang mendukung kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun