Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sambal Khas Gorontalo dan Komitmen Membunyikan Data

25 Februari 2017   17:49 Diperbarui: 25 Februari 2017   17:58 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ruang kelas perlahan kosong ditinggal istirahat oleh semua peserta diklat. Kelelahan tercermin dari raut wajah mereka setelah seharian berkutat dengan diklat berisi rumus statistic. Langkah kaki terdengar melewati koridor gedung pelatihan menuju ruang makan. Satu persatu antri mengambil makanan dengan berbaris rapi tanpa komando.

Aku pun ikut antri sambil bercakap dengan teman kelompok sembari memikirkan topik untuk Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai syarat kelulusan. Susunan meja makan tersusun rapi dengan 4 buah kursi yang telah siap menemani untuk menyantap makanan sebagai pengganjal lambung di siang hari. Suara tawa sesekali terdengar menyambung gurauan yang menghilangkan penat dan menghidupkan suasanan di ruang makan.

Walaupun berasal dari seluruh Indonesia dengan latar belakang adat, suku, agama, dan bahasa yang berbeda, kami mampu berbaur dengan menyatukan visi untuk lulus diklat bersama. Awalnya tidak saling mengenal, namun akhirnya menjadi akrab karena permainan “sab sib sub” di hari pertama. Games yang mampu membangun kerja sama diantara kami.

Terlihat satu meja sangat ramai, teman-teman telah siap dengan sendok dan mengambil sesuatu. Ternyata sambal dabu-dabu asli Gorontalo yang dibawa oleh seorang teman yang umurnya tertua kedua di kelas kami. Bagiku, makan tanpa sambal terasa hambar.

Apalagi sambal yang disiapkan kantin kurang pedas di lidah kami, lebih terasa manis. Untung saja seorang teman dari Gorontalo rela membagi sambal yang sengaja dibawanya. Beliau bernama Rizal Yusuf, sekarang KSK senior dari Provinsi Gorontalo. Semangatnya masih membara mengalahkan usianya.

Walaupun telah cukup berumur, beliau masih sangat bersemangat mengikuti Diklat Fungsional Statistisi Tingkat Ahli Angkatan 16 di Pusdiklat. Sifat ramah dan dermawan beliau terlihat salah satunya dari keikhlasannya berbagi sambal pedas khas Gorontalo.

Kejadian yang takkan terlupa saat Pak Rizal Yusuf bertugas melapor di kelas dan memimpin doa. Beliau terlihat grogi sampai salah bicara saat melapor ke pengajar. Beliau juga sempat tertawa, sambil berbisik beliau ngomong “ saya grogi”.

Banyak hal yang kami peroleh di Pusdiklat BPS. Selain ilmu statistik, sebuah ilmu tentang “pelayanan prima” jelas kami rasakan. Pelayanan prima betul-betul diaplikasikan oleh pihak penyelenggara. Setiap keluhan ataupun cuitan dari peserta, langsung direspon layaknya layanan yang ada di hotel berbintang.

Saat kelas telah usai, saya pun berjalan ke kamar untuk sekedar meluruskan badan. Setelah makan malam, saatnya bergegas menuju ruang kelas, mengisi malam dengan berdiskusi dan menyelesaikan tugas KTI. Peserta terbagi dalam 5 kelompok KTI, masing-masing dimentori oleh seorang Widyaiswara (WI).

Tak hanya di ruang kelas, ada kelompok yang belajar di laboratorium komputer, perpustakaan, lobi, bahkan ada yang diskusinya di sebuah café di pertigaan jalan dekat Pusdiklat. Di saat kepala penat, sebuah ruangan karaoke dan fitness siap digunakan di basemen. Sekedar menghibur diri mengimbangi tekanan mental akibat materi statistik dan KTI.

Mengakhiri diklat, sebuah komitmen lahir dari peserta untuk “membunyikan data” di seantero negeri melalui tulisan di berbagai media. Statistisi dituntut membawa data-data statistik lebih dekat dan dipahami masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun