Mohon tunggu...
Barens Hidayat
Barens Hidayat Mohon Tunggu... -

Saya penyuka jalan-jalan dan makan-makan sekaligus foto-foto..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasi Ulam bu Yoyo @ Pedurenan

24 Februari 2009   14:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:19 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Syahdan dulu kala ada seorang penjual Nasi Ulam khas rakyat di jagad tanah Betawi, namanya encek Lam Seng, yang memiliki tiga orang pemikul yang berkeliling menjual nasinya keluar masuk kampung.
Para pemikul itu Syarif, Aheng dan Misjaya.

Pada tahun 1965, sang encek menyerahkan seluruh resep Nasi Ulam kepada ketiga pegawai setianya itu berikut seluruh peralatan menjual dan modal membeli bahan makanannya. Aheng berjualan dan mangkal di pasar ikan hingga akhir hayatnya, Syarif berhenti berjualan dan menjadi ulama di Jawa. Tinggallah Pak Misjaya yang meneruskan berjualan Nasi Ulam (Arie Parikesit, 2006).

Dan hingga kini banyak orang mengenal gagrak Nasi Ulam yang sering disebut Nasi Ulam Misjaya, yang berjualan di depan kelenteng Toa Sebio di jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Jakarta Barat. Tetapi, saya tidak hendak membicarakan Nasi Ulam ini, tetapi satu gagrak Nasi Ulam lain yang dijual di daerah Karet Pedurenan, Jakarta Selatan.

Letak warung Nasi Ulam bu Yoyo ini memang tidak mudah dijangkau oleh orang yang belum paham jalan di tengah pelosok rimba Jakarta. Ancer-ancerya masuk dari jalan Casablanca yang mengarah ke Kampung Melayu. Jika kita berkendara dari jalan Sudirman menuju Kampung Melayu kita berbelok kiri di jalan Karet Pedurenan. Nanti belokan pertama di kanan masuk jalan yang disebut gang Dogol. 20meter dari mulut gang terletak Warung Nasi Ulam bu Yoyo dalam sebuah pangkalan kayu bekas.

Apa istimewanya masakan ini sehingga kita harus mblusuk ke sana? Perhatikan ini, inilah salah satu masakan pusaka kuliner nusantara. Kembali ke dua alinea teratas tulisan ini, dan kita bisa menyadarinya betul bahwa rintisan resep masakan ini sudah begitu lama dinikmati orang, berbagai macam orang. Sekedar tahu, Nasi Ulam saat itu adalah juga salah satu masakan populer di Jakarta.

Yang kedua, paduan nasi, bihun goreng, dendeng manis, kacang tanah atau kacang ijo, semur kentang atau tahu atau telor, cumi asin, gorengan kambing, empal ikat, daun kemangi, taburan srundeng rempah jelas-jelas adalah paduan budaya lokal, tionghoa, dan Eropa (Belanda) yang sangat jauh berbeda adat budaya tetapi bisa sangat harmonis dalam citarasa di lidah dan mulut.

Yang ketiga, saya jadi subyektif, nih. Ini masakan enak banget selain cucok dengan lidah dan perasaan. Decent at its best!Honest food. Name it, deh!Pokoknya ‘die die must try!’

Nasi Ulam bu Yoyo dan Misjaya sama-sama memberikan kebahagiaan dan pesona dalam hati dengan ukuran yang sama. Nasi Ulam bu Yoyo ditampilkan lebih betawi. Nasinya uduk, taburan srundeng ulam coklat kemerahannya harus, tersedia ’side dish’ semur tahu telor kentang bulat, empal ikat, krupuk kuning dan emping juga kemangi. Kalau Misjaya mengandalkan kuah bening sisa rebusan semur dan bacem yang gurih banget, bu Yoyo menawarkan gorengan kambing yang ’lekoh’ dan ’spicy’. Karena sifatnya bukan menu utama, ’rich’ dalam tekstur kuahnya, juga isinya-tak ada kepala kambing euy-, membuatnya masih harus mengaku kalah dari gorengan kambing Haji Ibrohim di Pejompongan sana. Selain itu, dengan mengagulkan nama besar kambing, kurang ’ hardcore’, ah!

Srundengnya sungguh memikat dan berakibat menaikkan tataran nikmat. Ini parutan kelapa yang dibumbui semua rempah khas tanah air yang mampu disebutkan tampaknya. Begitu lengkap sehingga jika kita menyuapnya sesendok tanpa nasi maka sebuah penampakan karakter kaya bumbu di dalamnya terpampang jelas dan nyata.

Jangan lupa mencoba bola-bola empal daging yang diikat dengan serat batang pisang ini. Daging yang dihancurkan halus dan membuat saya menambah terus ini dibumbui dengan gula dan asam jawa sehingga menjadi santapan pendamping yang khas. Saya duga bola empal ikatnya mampu menjadi lawan tangguh nan sepadan juga sesuai dengan dendeng manis di Misjaya.

Yang berbeda dan asyik, Nasi Ulam bu Yoyo menaburkan kacang hijau di atas komposisi masakan ini. Kacang hijau hanya direndam air matang sehari semalam tanpa cipratan dan kepyuran apapun juga. Esok paginya sudah setengah empuk dan kulit arinya sedikit pecah. Rasa gurih dan selarik manis tipis masih menyisa dan ini membuat spektrum rasa Nasi Ulam berderet panjang. Sang anak, Babe Asnawi, putra bang Yoyo dan bu Yoyo yang sudah almarhum, sebelumnya menghilangkan kacang ijo dari Nasi Ulam gagrak Karet ini. ” Banyak yang gak suka, ” katanya mengeluh tapi tersenyum. Saya mengingatkan agar keunikan dan keotentikan pusaka kuliner tetap terjaga beliau harus tetap menyediakan taburan kacang ijo lunak itu. Menjadi pilihan saja, dalam jumlah tak banyak, misalnya semangkuk saja. Dan saya pribadi menyukai taburan kacang ijo ini, seperti halnya gerusan kacang tanah dalam Nasi Ulam Misjaya. Walhasil sejak beberapa waktu lalu, Nasi Ulam bu Yoyo sudah menaburkan kembali kacang ijo di atas srundeng ulam.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun