Pernah nggak sih merasa sudah berdoa setiap hari, tapi pekerjaan yang diinginkan belum juga datang? Kita ikuti semua nasihat
orang: bangun pagi, kirim lamaran, jaga sikap, dan yang paling penting—berdoa. Tapi ketika minggu berganti bulan dan hasilnya masih nihil, kita mulai bertanya: apa doa saya salah? apa saya kurang iman? atau memang Tuhan belum mengizinkan?
Dalam hidup, terutama saat menghadapi masa-masa sulit seperti mencari pekerjaan, doa sering jadi pegangan terakhir. Saat semua usaha terasa mentok, kita menoleh ke langit dan berharap ada jalan yang terbuka. Tapi kenyataannya, doa bukanlah tombol ajaib yang langsung memberi hasil. Doa adalah bentuk harapan, bukan jaminan instan.
Doa sebagai Harapan, Bukan Alat Transaksi
Banyak dari kita yang, tanpa sadar, memperlakukan doa seperti transaksi. Kita berpikir, “kalau aku rajin berdoa dan berbuat baik, Tuhan pasti akan kasih pekerjaan itu.” Padahal, doa bukanlah permintaan yang selalu dijawab dengan “iya”. Kadang jawabannya adalah “tidak”, “belum”, atau “ada yang lebih baik”.
Tapi bukan berarti doa tidak berguna. Justru, di balik doa ada kekuatan yang lebih besar: ketenangan. Doa menguatkan mental, menenangkan hati, dan mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian dalam perjuangan ini.
Iman di Tengah Ketidakpastian
Iman diuji bukan ketika semuanya berjalan mulus, tapi justru saat kita merasa sendiri dan tidak pasti. Saat lamaran kerja tak kunjung dibalas, saat wawancara gagal, saat orang-orang mulai bertanya “kerja di mana sekarang?”, di situlah iman diuji.
Percaya pada waktu Tuhan bukan hal yang mudah. Tapi kepercayaan itu bisa membuat kita tetap berdiri tegak, bahkan saat hasil belum terlihat. Kita belajar bahwa hasil bukan segalanya—kadang prosesnya yang membentuk kita.
Apakah Doa Bisa Mengubah Takdir?