Sebagaimana telah diuraikan dalam artikel sebelumnya, lalu benarkah apa yang dikatakan teman atas diri penulis tersebut? Bahwa penulis dikatakan orang yang : sudah saatnya medhar sabdo (menyebarkan atau membabar ilmu), bisa tetapi tidak merasa, kata -- katanya tajam dan tepat, serta tahu sebelum terjadi (Jawa = ngerti sak durunge winarah). Â
Disini repotnya penulis untuk menjawab karena penulis mematuhi pesan almarhum bapak, beliau berpesan agar penulis tidak berguru kepada orang lain bila ingin membekali diri dengan ilmu kebatinan, jadi tidak elok bila penulis harus menilai diri sendiri. Tetapi kalau  berguru kepada orang lain, sudah barang tentu si guru yang akan memberikan penilaian atas diri penulis, layaknya si cucu menerima rapor dan tanda kelulusan dari tempat dimana dia menempuh pendidikan atau berguru atau menimba ilmu.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis sangat berterima kasih bila para pembaca budiman berkenan untuk mencermati melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ), apakah yang dikatakan teman atas diri penulis memang benar adanya, dan sesuai dengan kejadian nyata yang penulis alami selama mendampingi perjuangan cucu mempersiapkan studinya?
Silahkan memberikan penilaiannya, karena penilaian yang diberikan para pembaca budiman ibarat rapor bagi penulis, tentunya penulis terima dengan ikhlas sebagai bahan evaluasi diri. Nilai rapor yang baik akan penulis pertahankan dan tingkat kembangkan, sedangkan nilai rapor yang kurang bahkan tidak baik sudah barang tentu menjadi kewajiban penulis untuk memperbaikinya agar menjadi lebih baik. Â Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.
Mengapa penulis mengatakan adalah menjadi kewajiban penulis untuk memperbaiki nilai rapor agar menjadi lebih baik? Ya karena hanya diri penulis sendiri yang dapat merubah apa yang ada dalam diri penulis, bukannya Allah atau lebih -- lebih orang lain apapun sebutan dan predikatnya, apa kiai, apa ulama, apa ustad dan atau sebutan lainnya.Â
Sebagaimana petunjuk Allah yang difirmankan dalam  Al Qur'an surat Ar Ra'd ayat 11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Oleh karena itu maka ada atau tidak adanya orang lain yang berkenan menilai layaknya rapor, penulis tetap wajib mengevaluasi diri berdasarkan rapor yang nilainya ditunjukkan melalui kejadian nyata, yang telah diterima penulis sebelum, dan selama mendampingi perjuangan cucu. Sudah barang tentu penulis tetap sebagai manusia biasa yang tidak luput dari khilap dan lupa, yang bisanya hanya mengucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memperkenankan penulis dapat melihat, mengalami, dan merasakan semua kejadian tersebut. Atau memang demikian yang telah diskenariokan Sang Maha Sutradara kalau boleh menggunakan istilah anak, sehingga penulis dapat melihatnya sebagai rapor.
Kalau boleh mengatakan itu adalah merupakan rapor
yang penulis terima atas tidak mengiyakan mengantar cucu hanya di
Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta,
justru penulis minta agar dapat mendampingi perjuangan cucu