Mohon tunggu...
Bang Syaiha
Bang Syaiha Mohon Tunggu... Guru | Penulis | Blogger | Writer | Trainer -

www.bangsyaiha.com | https://www.facebook.com/bangsyaiha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jika Ada Lelaki Perokok yang Meminang, Kalian Terima atau Tolak?

10 Oktober 2015   05:57 Diperbarui: 10 Oktober 2015   05:57 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bang Syaiha,” sapa seorang perempuan di pesan singkat saya, “ada yang ingin saya tanyakan, nih! Saya harap Bang Syaiha mau mendengarkan dan memberi pencerahan sedikit. Agar setidaknya, kebingungan yang saya alami bisa teratasi.”

Saya diam, membaca kalimat darinya perlahan.

“Begini, Bang,” ia melanjutkan, “ada lelaki yang mendekati saya, katanya sih dia ingin serius. Jika saya mau menerima cintanya, maka dia akan segera mendatangi orang tua saya, melamar. Masalahnya, Bang, ada satu yang tak saya sukai darinya, dia perokok berat, Bang!”

“Beberapa teman dekatnya malah mengatakan bahwa dia sudah merokok sejak kecil. Dan sekarang, dalam sehari saja dia bisa menghabiskan minimal dua bungkus rokok. Saya bingung, Bang. Sikap apa yang harus saya ambil? Bisakah Bang Syaiha menjabarkan masalah ini? Setidaknya, penjelasan dari Bang Syaiha akan sedikit menjadi pertimbangan saya kelak.”

Baiklah.

Saya rasa, masalah ini tidak dialami oleh satu dua orang saja, bukan? Banyak sekali perempuan yang galau ketika dilamar oleh seorang lelaki yang perokok. Mau diterima, tapi dia merokok. Kalau ditolak, takut nggak ada lelaki lain yang datang. Padahal usia terus bertambah tua. Bagaimana dong?


Mari kita bahas pelan-pelan.

Ketika saya tanyakan hal yang sama ke istri saya, “Ummi, ada orang yang bertanya ke Abi, nih. Dia bingung, soalnya ada lelaki yang mencoba melamarnya, tapi dia ragu. Pasalnya si lelaki yang melamar ini adalah perokok berat. Nah, bagaimana menurut Ummi?”

Tanpa menunggu barang sedetik, istri saya langsung menyambar pertanyaan itu dengan sigap. Persis seperti elang kelaparan yang terbang dan melihat mangsa di daratan, langsung disikat, “Kalau Ummi, tanpa pikir panjang langsung Ummi tolak.”

Saya diam, membiarkan istri saya yang menjelaskan.

“Rokok itu mahal. Kalau satu bungkus enam belas ribu, maka dalam sehari dia menghabiskan uang tiga puluh dua ribu hanya untuk membeli rokok. Padahal, uang sebanyak itu bahkan cukup untuk belanja dapur kita seharian, bukan?”

Saya mengangguk. Benar juga. Selama ini, uang untuk dapur sehari yang dihabiskan istri saya tak lebih dari empat puluh ribu. Maklum, kami masih keluarga kecil dan tak neko-neko kalau makan. Paling sering hanya tumis kangkung atau sayuran lainnya dan ikan asin. Membayangkannya saja sudah nikmat sekali.

“Iya kalau si lelaki kaya raya. Uang segitu memang nggak ada apa-apanya. Tapi jika dia miskin, hanya buruh rendahan yang gaji tak seberapa, bukankah lebih baik uang rokok itu disimpan saja? Bukankah lebih baik uang itu diserahkan ke istrinya untuk belanja?”

Melihat istri saya menjelaskan berapi-api, saya tak berani memotong. Takut terbakar. Tumben-tumbenan nih dia begini.

“Dan lagi, perokok itu kan penyebar racun. Membuat rumah, baju, mulut menjadi bau tembakau gosong. Emang rela jadi perokok pasif, yang konon, mendapatkan resiko lebih besar dibandingkan perokok aktif? Amit-amit dah!”

Sampai disini, saya menyimpulkan bahwa, sebagian besar perempuan sebenarnya tak suka dengan lelaki yang merokok dengan beberapa alasan. Satu, karena alasan uang. Lelaki perokok lebih boros dibandingkan yang tidak. Setidaknya, ia butuh uang lebih untuk membeli rokoknya, sesuatu yang tak ada gunanya. Dua, karena alasan kesehatan. Perempuan, sebagai ibu yang baik, pasti tak ingin anak-anaknya terpapar asap rokok dari ayahnya. Semua dilakukan demi udara yang sehat untuk mereka.

Selanjutnya, saya akan menjelaskan apa yang menjadi pandangan saya. Ini bersikap subjektif, pendapat saya sendiri. Maka mohon maaf jika ada yang tak berkenan.

Pertama, apakah mbak harus menerima atau menolak lelaki yang perokok tadi? Jawabannya simpel, yaitu, kembalikan lagi saja ke prinsip hidup mbak. Tanyakan pada diri sendiri, jawablah dengan jujur, apakah mbak akan bahagia jika menikah dengannya? Apakah mbak rela?

Jika yakin dan rela, ya silakan saja. Menikahlah. Saya tak punya wewenang apapun tentang hal ini, bukan? Saya tak berhak melarang.

Kedua, ini juga pendapat saya pribadi, jika memang mbak tak suka, maka sebaiknya ya jangan diterima. Pernikahan ini kan tidak sehari dua hari, tidak sebulan dua bulan. Ia bertahun-tahun, hingga ajal menjelang kalau bisa. Maka pilihlah lelaki yang benar-benar membuatmu nyaman, mbak.

Apakah kau yakin lelaki perokok itu akan membuatmu nyaman?

Perhatikan apa yang pernah teman saya bilang, katanya, “Perokok itu adalah orang paling egois di dunia. Mereka berkoar-koar minta dimengerti, tapi tak mau mengerti orang. Merokok seenaknya di tempat umum, di angkutan kota, dan dimana saja. mereka lupa bahwa orang lain pun punya hak menghirup udara yang bersih, bebas dari racun yang mereka hembuskan.”

“Anehnya, kalau mereka dibilangin baik-baik, malah mereka yang nyolot, bukan? Berteriak-teriak bilang, hak kami dong ingin merokok dimana saja! nggak usah ngatur-ngatur gitu deh! Ini kan egois!”

Nah, apakah mbak yakin akan nyaman hidup dengannya?

Jika yakin ya nggak apa-apa, menikahlah. Toh, banyak juga kok kasus lelaki perokok yang insyaf ketika sudah berkeluarga. Paling dekat abang ipar saya. Dulunya dia perokok berat. Habis satu batang, langsung cabut satu lagi. Disulut dan dihisap dalam-dalam.

Sampai akhirnya, ia benar-benar berhenti sekarang. Kata kakak saya, suaminya sadar bahwa rokok bisa membahayakan keluarganya, anak dan istrinya. Tetap merokok, sama saja membunuh mereka pelan-pelan.

“Jadi, Bang, saya seharusnya bagaimana, terima atau jangan?”

Ya terserah, mbak. Ikuti saja apa yang mbak yakini.

Demikian.

Tulisan ini saya posting juga di www.bangsyaiha.com 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun