Perlu diketahui dan dipahami, saudara-saudara pemeluk agama lain juga beriman atau percaya kepada  Allah, hari kemudian, malaikat -- malaikat, kitab -- kitab, nabi -- nabi, tentunya sesuai dengan syarat rukun agama yang dianutnya. Seperti penganut Islam menyebut Tuhannya dengan sebutan Alloh, orang lain Allah, Sang Hyang Widi Wase dan lain-lain sebutan bagi Tuhan sesuai agamanya, ya silahkan saja. Karena semua sebutan tadi hakekatnya adalah penyebutan bagi Tuhan Yang Maha Esa, menurut agama yang dianut saudara - saudara yang non muslim.
Bukankah hal tersebut sama dengan kita orang Indonesia menyebut saudara tua laki-laki, juga dengan sebutan yang berbeda. Orang Jawa misalnya memanggil dengan sebutan: kang atau kakang, mas atau kangmas; orang Sunda, akang; orang Jakarta, abang; orang Padang, uda.Â
Jadi bila orang Jawa yang sedang berwisata ke Padang atau sebaliknya, ya tidak usah menyalahkan dan sewot, bila orang Padang memanggil saudara tua laki-lakinya dengan sebutan uda atau sebaliknya. Sami mawon ( sama saja ) artinya mas, yaitu sama -- sama, sebutan bagi saudara tua laki -- laki.
Alangkah ruginya kita, bila dalam melakoni hidup dan kehidupan di atas dunia ini, waktu hanya habis digunakan untuk mempertentangkan masalah sebutan yang berbeda, atau kata - kata yang berbeda. Tanpa mau menggali agar mengerti apa makna batiniyah, atau apa makna yang tersirat, atau apa makna yang tersembunyi dalam sebutan atau kata -- kata yang tersurat. Dimana kerugiannya.Â
Rugi karena waktu yang telah terbuang percuma selama ini, sudah tidak bisa dimintakan gantinya. Surat Al 'Ashr: ayat 1. Demi masa. Ayat 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, ayat 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.Â
Lalu, apa sisi kedua dari takwa? Sisi kedua takwa berupa amal saleh atau perbuatan baik kepada sesama mahluk ciptaan Allah pada umumnya, dan kepada sesama manusia pada khususnya. Antara lain sebagaimana tersurat dalam penggalan dari surat Al Baqarah ayat 177:  .......................................... nabi -- nabi, dan memberikan harta yang dicintainya  kepada kerabatnya, anak -- anak yatim, orang -- orang miskin, musafir  dan  orang - orang yang  meminta - minta ; dan ( memerdekakan )  hamba  sahaya, mendirikan shalat,  dan  menunaikan  zakat; dan  orang - orang yang menepati janjinya apabila berjanji, dan orang orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan........................
Dari penggalan ayat tersebut, ada pernyataan memberikan harta yang dicintai. Harta yang dicintai dalam hal ini, hendaklah tidak diartikan sempit berupa harta benda berwujud belaka. Namun hendaklah juga dimaknai dengan harta yang kita miliki dan cintai tetapi tidak berwujud, seperti tenaga, waktu, ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian, kenikmatan, buah pikiran dan lain sebagainya.Â
Allah Maha Adil. Jadi bagi saudara -- saudara yang belum hidup berkecukupan dengan harta benda berwujud, tidak perlu merasa sedih bila tidak dapat memberikan harta benda yang berwujud. Toh, tetap dapat berbuat baik atau beramal saleh, dengan memberikan sebagian harta yang dicintai, berupa hartanya yang tidak berwujud tersebut.
Dari harta yang kita miliki dan cintai, menjadi kewajiban kita untuk memberikan sebagiannya kepada orang lain dengan ikhlas. Atas bantuan kita, mudah-mudahan dapat memberikan rasa gembira, bangga dan bahagia si penerima bantuan, yang tentunya suasana tersebut juga akan di rasakan Allah. Kita dapat memupuk rasa gembira, bangga dan bahagia bagi Allah, bila setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari-hari, dapat memberikan rasa gembira, bangga dan bahagia kepada orang atau pihak lain.
Mengapa memberikan rasa gembira, bangga dan bahagia kepada orang lain, juga memberikan rasa gembira, bangga dan  bahagia bagi Allah? Ya karena, janji Allah memang demikian. Surat Al Mujaadilah ayat 7. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi?Â
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.