Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penyakit Sukar Disembuhkan (2)

3 Maret 2018   10:06 Diperbarui: 3 Maret 2018   11:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penyakit dikatakan sukar disembuhkan, karena penyakit tersebut memang sudah ada sejak manusia dilahirkan, atau dengan kata lain penyakit gawan bayi orang Jawa mengatakan. Kecuali dua contoh yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu pengumpat dan pencela (surat Al Humazah ayat 1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.), masih banyak lagi penyakit -- penyakit serupa yang telah ditunjukkan dalam Al Qur'an. Tinggal manusianya, mau mengerti dan menyembuhkan diri sendiri atau tidak, mumpung masih ada kesempatan.

Surat Al Ma'aarij ayat 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Ayat ini juga merupakan ujian Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada manusia. Dan hendaklah dipahami, agar segala sesuatu yang terjadi pada diri seseorang sepahit apapun itu, hendaklah tidak dihadapi dengan berkeluh kesah belaka. Demikian pula manakala akan memberikan sebagian harta, baik berupa harta berwujud maupun harta tak berwujud kepada orang atau pihak lain, hendaklah diberikan dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan, sehingga dapat melepaskan diri dari sifat kikir.

Pada kesempatan ini diuraikan beberapa contoh secara singkat saja, dan selanjutnya silahkan digali dan dikembangkan sendiri, sebagai upaya nyata dalam memahami ujian-Nya; Mengingat ujian ini telah dibawa sejak lahir dan hanya diri sendirilah yang mengetahuinya, sekaligus berupaya untuk menyembuhkannya.

Hendaklah selalu berucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Agar tidak dikelompokkan, ke dalam kelompok orang - orang yang tidak pandai bersyukur. Telah banyak nikmat yang diberikan, tanpa dapat dihitung berapa banyak dan berapa besar nikmat tersebut. Karena begitu banyak dan bervariasinya limpahan nikmat yang diberikan kepada manusia, banyak pula cara mengaisnya untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan dan papan seseorang.

Untuk mengais rejeki, ada yang melakukan dengan cara berdagang. Para pedagang setiap hari membuka toko atau lapak dan atau berjualan keliling, untuk menjajakan dagangannya. Dengan berbagai cara dilakukan demi menarik peminat, agar mau membeli barang yang dijajakan. Berkat kegigihan menjajakan dagangannya, dalam kondisi normal setiap harinya pedagang dapat menjual barang dagangannya, rata-rata senilai Rp 500.000,- misalnya. Atas hasil penjualan yang didapat, si pedagang tak lupa selalu berucap syukur kehadirat Allah Swt. atas rizki yang telah diperoleh hari itu, dan begitu seterusnya yang dilakukan si pedagang setiap harinya.

Suatu hari, sejak pagi cuaca mendung, lalu gerimis dan akhirnya hujan. Karena cuaca tidak mendukung, sampai seharian penuh hanya dapat menjual barang dagangan senilai Rp 100.000,- misalnya. Berucap syukurkah si pedagang? Umumnya tidak dan justru mengeluh, serta tak jarang malah berujar, gara -- gara hujan pendapatan jadi merosot. Bukannya bersyukur atas apa yang diterima saat itu, malah mengeluh atas perolehan hari itu dan menyalahkan yang menciptakan hujan. Hendaklah selalu ingat ( eling ) dan waspada, karena dengan cara itulah Allah menguji rasa syukur manusia.

Kejadian seperti itu, tentunya tidak hanya terjadi kepada mereka yang berprofesi sebagai pedagang saja, tetapi mereka yang berprofesi sebagai petanipun mengalaminya. Rangkaian secara garis besar, kegiatan petani yang menanam padi. Diawali dari mengolah tanah, dan menyiapkan benih padi. Singkat ceritanya padi sudah ditanam, dilanjutkan dengan kegiatan penyiangan, pemupukan, penyemprotan pembasmi hama dan akhirnya tanaman padi sudah menampakkan buahnya.

Setelah padi mulai menguning dan tidak berapa lama lagi akan dipanen, dalam sukacitanya menunggu waktu panen datanglah serangan tikus memporak porandakan padi yang sudah mulai menguning. Begitu saat dipanen hanya memperoleh hasil 5 ton saja, dari yang biasanya dapat menghasilkan gabah kering panen sekitar 8 ton, misalnya. Bersyukurkah petani menerima hasil panenannya tersebut? Tidak dan justru mengeluh, karena serangan tikus menyebabkan hasil panen merosot. Akibatnya mereka sulit keluar dari masalah tersebut, karena setiap terjadi masalah selalu mengarahkan kesalahan kepada pihak lain, dalam hal ini tikus.

Dampak lebih lanjut, mereka juga sulit menemukan penyebab apalagi mencari solusinya. Karena bisa jadi, masalah  yang timbul disebabkan oleh dirinya sendiri. Mereka tidak dapat berpikir logis, mengapa tikus dapat merajalela? Karena dalam diri mereka, hanya terprogram keluhan bila terjadi masalah. 

Tidak jarang malah berujar gara -- gara tikus hasil panen merosot, menyalahkan yang menciptakan tikus. Hendaklah selalu ingat ( eling ) dan waspada, karena itulah bentuk ujian yang telah direncanakan Allah untuk menguji rasa syukur manusia, atas karunia yang telah diberikan kepada manusia. 

Tetapi bagi mereka, yang dalam dirinya telah terprogram berpikir positif dan solutif dalam menghadapi masalah, tentu akan lain ceritanya. Mereka dapat berpikir logis, mengapa tikus dapat beranak pinak dan merajalela di sawah. Mungkin karena binatang pemangsanya berupa: elang, burung hantu, ular, tidak berani mendekat atau punah, akibat pemakaian pembasmi hama yang berlebihan. Lalu mereka merubah kebiasaan, dengan menggunakan pembasmi hama sesuai ketentuan, dan atau menggantinya dengan pembasmi hama yang ramah lingkungan, dan lain -- lain.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun