Sore itu, Kamis (15/5/2025) langit Surakarta menggelayut seperti menyimpan rahasia besar. Di rumput Stadion Kota Barat, Sang Maestro FC menuliskan puisi tentang keteguhan---sebuah drama yang menjelma penentu nasib, bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk harga diri Jawa Timur di panggung Liga 4 Nasional.
Melawan Tribrata Rafflesia FC, tim yang sudah mengantongi tiket quarter final, Maestro tidak hanya membawa taktik, tapi juga tekad. Sebuah pertaruhan penuh adrenalin: hidup-mati, glory atau goodbye. Skor tipis 1-0 mungkin tak mengguncang dunia, tapi cukup untuk mengubah peta dan menyalakan lilin harapan terakhir dari tim asal Timur.
Gol tunggal Ubaid di menit ke-69 lahir dari kemelut yang tak terduga, berawal dari throw-in yang menjelma jadi badai kecil di kotak penalti. Bola liar, tekanan, dan satu momen clinical finish menjadi pembuka gerbang Liga Nusantara bagi Arek-arek Surabaya itu. Di luar dugaan, Fahrison, penjaga gawang Tribrata, tak sempat membaca arah---dan bola melesat, seperti nasib yang sedang diubah secara paksa.
Sang Maestro, yang mengoleksi 5 poin, berhasil mendampingi sang juara grup Tri Brata Raflesia FC (6 poin) ke babak perempat final. Keduanya sekaligus memastikan diri masuk dalam daftar delapan tim yang promosi ke Liga Nusantara (sebelumnya dikenal sebagai Liga 3).
Sementara itu, Persinga Ngawi harus menelan pil pahit meski menang tipis 1-0 atas Celebest FC Palu. Kemenangan itu menjadi sia-sia karena runner-up Liga 4 Jatim tersebut hanya finis di peringkat ketiga. Adapun Celebest FC harus pulang dengan predikat juru kunci grup.
Penyelamat Wajah Jatim, Saat Lima Saudara Tumbang di Ambang Harapan
Ironi menyeruak di sisi lain cerita. Saat Maestro berpesta dalam senyap, lima utusan Jawa Timur lainnya justru merobek mimpinya sendiri. Persinga Ngawi menang tanpa makna, Persema Malang tersisih tanpa poin, Persikoba Batu tertahan di batas mimpi. Di ujung perjalanan fase grup, mereka berbagi angka dengan Pekanbaru FC tak cukup mengubah takdir. Persikoba harus rela finis di urutan ketiga Grup D---membawa pulang empat poin dan asa yang belum sempat mekar.
Sedangkan PS Mojokerto Putra dan Persewangi Banyuwangi lebih melangkah pelan menuju pintu keluar. Kiprah mereka usai---menandai gugurnya ambisi secara massal.
Skuat dengan julukan 'Boyo Keren' pun berdiri sendiri. Di antara bayang-bayang saudara seprovinsi yang tumbang, mereka menjadi satu-satunya penggenggam tiket naik kasta ke Liga Nusantara musim 2025/2026. Dari delapan tim Jatim yang bersaing, hanya satu yang bertahan. Seperti underdog yang dipaksa menjadi hero.
Kini, dengan langkah mantap, Sang Maestro FC bersiap menantang tujuh kesatria lainnya: Tri Brata Raflesia, Batavia FC, Persitara Jakarta Utara, Persika Karanganyar, Persebata Lembata, Pekanbaru FC, dan Perseden Denpasar. Laga fase berikutnya tak hanya soal strategi dan stamina, tapi juga soal keberanian menjaga marwah.
Apakah tim besutan Khirul Anam mampu terus menari di antara tekanan dan peluang? Satu hal pasti: mereka sudah menyelamatkan wajah Jatim dari gelap total, meski dengan peluh dan perih di sekelilingnya. Ini bukan sekadar kemenangan---ini epik kecil tentang keteguhan yang tak gentar ditelan badai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI