Sore itu langit Gunung Sindur memudar perlahan, seolah ikut menyimpan harap yang terbang bersama peluit panjang. Di Lapangan Garam yang dikepung sorak penonton dan desir angin, Bestong FC harus mengubur mimpi di debut pertamanya di Cibinong Cup Reborn XII 2025. Mereka tumbang 0-5 dari Toya FC—tim bertabur bintang dengan tempo permainan yang rapi dan menusuk.
Duel hari ke-13 turnamen yang berlangsung Jumat (9/5/2025) sore itu menjadi panggung ujian bagi Bestong. Namun baru tiga menit pertandingan berjalan, lini belakang mereka yang belum selesai build up malah dibelah pergerakan Alfin. Gol cepat itu seakan membekukan semangat. Seolah demam panggung belum reda, Bayu (12') menambah luka dengan gol kedua yang menyelip bagai angin di sela-sela pertahanan.
Meski sempat bangkit dan menunjukkan nyali melawan barisan Toya yang diperkuat pemain profesional, tekanan demi tekanan kembali datang bagai gelombang tak terhindarkan. Yudis (26') dan Irawan (28') menutup babak pertama dengan skor telak 4-0 untuk Toya FC. Sebuah jarak yang bukan hanya soal angka, tapi juga tentang ritme dan kedewasaan bermain.
Di babak kedua, harapan Bestong untuk mencetak consolation goal malah pupus ketika Dio menambah gol kelima di menit ke-69. Sejak itu, waktu berjalan seperti pasir yang jatuh dari celah—penuh harap tapi tak bisa dihentikan. Sampai akhirnya peluit panjang berbunyi, tak ada lagi angka yang berubah di papan skor. Toya melangkah pasti, sedangkan tim asal Sawangan kota Depok harus pulang membawa pelajaran.
Manajer Bestong FC, Radit, menyampaikan bahwa Toya FC tampil dengan baik dan efektif. Ia juga mengapresiasi upaya maksimal para pemainnya, meskipun hasil pertandingan belum berpihak kepada timnya. Ia menilai kekalahan tersebut sebagai pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang.
Cibinong Cup Reborn bukan sekadar turnamen—ia menjelma panggung pertemuan antara mimpi dan kenyataan, tempat gairah sepak bola amatir, yang kerap disebut tarkam, beradu dengan disiplin dan ketekunan lapangan. Bagi Bestong FC, kekalahan ini bukan akhir, melainkan pijakan awal menuju langkah yang lebih matang. Karena mereka yakin:
Bahwa dalam turnamen sepak bola, tak ada kata tamat—yang ada hanya jeda untuk kembali menyusun langkah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI