Di sebuah sudut 'Kota Tepian', Samarinda, semangat itu tumbuh—bukan dari stadion megah, melainkan dari halaman sekolah yang tak luas, dari senyum anak-anak yang berlari mengejar bola. SDIT Al-Azhar, sebuah sekolah Islam, tengah merajut asa lewat sepak bola. Di sinilah harapan ditanam sejak dini, menyatu dalam denyut ekstrakurikuler yang membina dari usia 8 hingga 16 tahun.
Nama Dapa Zidan—punggawa Timnas U-17 asal Balikpapan—mengalir dalam percakapan mereka. Bukan sekadar idola, melainkan kompas yang mengarah pada mimpi. Kini, langkah kecil itu membawa Al-Azhar Junior ke medan yang lebih luas: Fun Mini Soccer Asska Kaltim U-10, Sabtu 26 April 2025.
Delapan tim terbaik dari Samarinda, Kukar, Bontang, hingga Kubar akan berkumpul. Di antara nama-nama besar, Al-Azhar hadir sebagai pendatang baru. Namun Coach Arya tak risau. “Mereka butuh lebih dari sekadar menang. Ini soal nyali, keberanian, dan belajar membaca tekanan,” ucapnya.
Bagi pemain usia dini, kemenangan memang manis, tapi bukan satu-satunya tujuan. Lebih penting dari itu adalah pengalaman—bagaimana menghadapi sorak lawan, bagaimana bangkit saat tertinggal. Di lapangan, mereka belajar lebih dari teknik. Mereka belajar tentang jiwa.
Fun Mini Soccer bukan sekadar kompetisi. Ia adalah ruang tumbuh. Sebuah panggung kecil tempat anak-anak belajar berdiri dan jatuh, untuk kelak bangkit sebagai pemain sejati. Di balik skor dan peluit akhir, tersimpan pelajaran hidup yang tak diajarkan di ruang kelas: bahwa keberanian adalah modal pertama dalam setiap mimpi.
Dan bagi Al-Azhar Junior, ini baru permulaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI