Mohon tunggu...
Budi Satria Dewantoro
Budi Satria Dewantoro Mohon Tunggu... Praktisi Hukum

Dekat dengan isu hukum-HAM, human security, kepolisian, penggemar sepak bola, peminat budaya, dan penikmat kuliner Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi atas Gagasan Perubahan Kedudukan Polri

7 Desember 2024   12:58 Diperbarui: 7 Desember 2024   20:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polri mengawal logistik Pilkada 2024 dari TPS ke PPK, menjamin proses aman terkendali. (Foto: Instagram/@divhumaspolri)

Langit Tidak Selalu Mendung: Menakar Ketidaknetralan Polri

Dalam politik, skeptisisme adalah sahabat kritis. Namun, skeptisisme tanpa bukti hanya bayang-bayang di tengah siang. Gagasan Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Ketua DPP PDI Perjuangan agar Polri dialihkan di bawah Kemendagri atau TNI tampak seperti langkah 'kesusu' (terburu-buru). Sebelum mengubah struktur kelembagaan, bukankah lebih bijak membuktikan terlebih dahulu apakah Polri benar-benar melakukan tindakan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk memenangkan kandidat tertentu dalam Pilkada serentak 2024?

Seperti langkah Gerindra pada 2019, PDIP dapat menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi atau Bawaslu. Jika terbukti, tuntutlah pertanggungjawaban komando—Kapolri—bukan dengan gegabah merombak institusi yang menjadi tiang penyangga hukum negara. 

Ketidaknetralan Polri dalam pemilu adalah pelanggaran serius yang tak boleh diulang. Namun, perubahan struktur kelembagaan dari bawah Presiden harus dikaji mendalam. Apakah itu benar-benar ikhtiar yang mujarab, atau sekadar langkah emosional tanpa arah yang jelas? Bukan wacana yang dibutuhkan, tetapi solusi yang kokoh dan terukur.

Kita bisa bercermin dari permohonan yang diajukan tim BPN Prabowo-Sandiaga ke Mahkamah Konstitusi pada 2019 silam. Saat itu, mereka menyoroti dugaan mobilisasi aparat kepolisian, intimidasi pemilih, dan penyalahgunaan kekuasaan. Meski isu ini mencuat ke publik, radar kepekaan PDIP seolah tidak mampu menangkapnya. Tidak ada langkah evaluasi atau gugatan yang signifikan dari pihak mereka saat itu.

Hari ini, kritik serupa kembali mengemuka. Apakah PDIP benar-benar berupaya membenahi, atau hanya menyudutkan korps Bhayangkara? Pilkada serentak 2024 sedang berlangsung, menjadi waktu yang tepat untuk mendorong evaluasi netralitas aparat secara transparan. 

Jika memang ingin berkontribusi pada demokrasi, jangan biarkan isu ini menjadi manuver politis tanpa substansi. Isu ketidaknetralan adalah masalah lintas waktu yang harus diatasi dengan langkah yang serius dan terukur, bukan sekadar wacana kosong.

Lumbung yang Terbakar: Biaya dari Usulan yang Buru-Buru
Mengganti posisi Polri seperti membakar lumbung hanya karena tikus menyerang. Tikus tidak pergi, lumbung lenyap. Perubahan struktural bukan perkara murah: office supplies, badge, hingga reorganisasi birokrasi adalah pengeluaran besar. Apakah hasilnya sepadan? Belum tentu!

Lebih baik, fokus pada pengawasan struktural dan politik, misalnya, dengan mengusulkan dua calon Kapolri dari Presiden untuk diuji DPR. Jika politik adalah seni kompromi, biarkan parlemen menjadi ruang untuk menyempurnakan, bukan menghancurkan.

Belajar dari Ksatria: Menghadapi Realitas Demokrasi
Pemilu, teristimewa pemilihan presiden periode 2019 mengajarkan bahwa tuduhan TSM harus dibuktikan dengan fakta konkret, bukan opini. PDIP perlu belajar dari Prabowo yang, meskipun gagal di MK, menerima hasil dengan jiwa ksatria. Politik adalah permainan panjang, dan kemenangan sejati tidak datang dari memecah belah lembaga, melainkan dari membangun kepercayaan rakyat.

Membingkai Langit Baru: Antara Sosiologi dan Representasi
Polri bukan hanya institusi, melainkan refleksi masyarakat. Struktur Polri, berada di bawah Presiden, mencerminkan sosiologi bangsa yang dirumuskan melalui parlemen. Perubahan tanpa dialog mendalam ibarat memetik buah sebelum matang, berisiko merusak harmoni sistem. 

Untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik, dibutuhkan fondasi kokoh yang disusun dengan kehati-hatian, bukan keputusan tergesa-gesa. Polri harus tetap menjadi pilar utama penegakan hukum dan perlindungan rakyat, berjalan seiring perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi tugasnya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun