Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cara Melawan Politisi Busuk yang Korupsi

13 November 2013   12:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:13 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca dan mendalami tulisan-tulisan para pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, rasanya kita seperti dihantarkan kepada suatu ruang, yang keadaannya luar biasa pelik, gelap dan luar biasa bermasalah.

Semua elemen penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara kita, sudah sejak lama keropos dan tinggal menunggu waktu untuk runtuh. Sebagian besar akibat perilaku koruptif dari pejabat publik; dan publik itu sendiri.

Nyaris tak ada ruang yang tidak dikorupsi. Ruang politik, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, pertahanan keamanan bahkan agama sudah lama menjadi ajang untuk berbuat curang.

Kemanusiaan, sebagai sebuah identitas yang membedakan manusia dari hewan, sudah lama tergerus nafsu materialisme. Tidak ada lagi pemimpin, yang tersisa hanyalah para penguasa, yang menghalalkan segala cara agar dapat dan tetap berkuasa.

Orde reformasi yang semula diharapkan akan menjadi tiang tonggak awal mula era perbaikan moral para pelaku kenegaraan, ternyata berbuah kekecewaan. Malah di era inilah perilaku koruptif makin menjadi-jadi. Dan kasus BLBI di zaman kepresidenan Megawati, berjaya mencatatkan dirinya sebagai kasus korupsi dengan kerugian negara yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Lebih dari 600 triliun rupiah uang celengan rakyat amblas tak tentu rimbanya, dan hingga kini tak jua kunjung ada kejelasannya.

Di lain hal, berbagai kebijakan pemerintah yang digulirkan, pada akhirnya ternyata terbukti adalah tidak bijak. Demikian juga dengan dilarungnya Indonesia ke dalam kancah pergulatan dunia pasar bebas, tanpa persiapan ketahanan ekonomi kerakyatan yang cukup, pada gilirannya nanti hanya akan menghujamkan kita ke dalam lubang hitam yang bernama kebangkrutan.

Ekonomi yang besar namun keropos, dunia politik yang culas dan berbiaya sangat mahal, degradasi moral yang sudah membuat para ulama seolah telanjang, kedaulatan yang sirna mulai dari garis terluar wilayah NKRI sampai di lingkup interen istana sendiri, dunia pendidikan yang senjang bagaikan keadaan plaza berbanding dengan kandang kambing,masalah kesehatan yang tak kunjung sehat, sampai kepada pengkhianatan negara yang tak jua memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar, membuktikan bahwa kita memang harus ekstra berbenah.

Ada pondasi yang bersama-sama harus kita bongkar. Sebuah pondasi hitam yang angkuh lagi keras membaja. Pondasi itu harus kita bongkar habis, untuk kemudian di atasnya kita bangun sebuah rumah yang jauh lebih kondusif dan manusiawi.

Tahun 2014 mungkin sebuah moment yang tepat untuk itu. Tetapi waktunya sudah terlalu dekat, sedangkan kesadaran rakyat akan pentingnya bernegara, masih jauh dari harapan. Rakyat kita umumnya masih belum tahu bagaimana berperan serta dalam membangun sebuah bangsa yang maju dan beradab. Rakyat masih jua berfikir, bahwa siapa pun yang berkuasa, hasilnya nanti akan sama saja; padahal bukan itu intinya.

Yang akan kita ganti nanti bukan hanya sekedar nama sang penguasa, tetapi yang lebih penting adalah kita harus berani untukmengubah sistem kekuasaan itu sendiri.

Kita butuh perubahan yang luar biasa, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pelik yang kini melilit bangsa kita yang besar ini. Kita tidak bisa hanya datang ke TPS, memilih sesuai hati nurani, lalu mengharapkan sebuah keajaiban terjadi. Atau lebih parah lagi, sekeluar dari TPS kita hanya pasrah menanti sebuah hukuman mati massal yang akan dijatuhkan tanpa belas kasihan.

Kita harus berontak, kita harus melawan. Kita harus lepaskan belenggu tirani rezim yang tangannya penuhi lautan dengan dosa-dosa. Kita harus bersatu padu untuk mengatakan ‘TIDAK!!!’ kepada para politisi busuk.

Tetapi kita tidak akan bertempur frontal, kita bukan akan mengangkat senjata. Kita tak perlu menjadi revolusioner apalagi gerilyawan yang berjuang di hutan-hutan bakau, atau di belantara kota.

Kita hanya perlu menggunakan senjata utama kita, kala segenap rasa sudah dibelit oleh kemuakan. Sebuah senjata pamungkas, yang sebenarnya sudah mulai populer kembali di tangan para kelas menengah.

Apakah senjata kita itu?

Gandhi menyebutnya : AHIMSA.

Saya menyebutnya : shaum as syiasah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun