Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

RUU HIP, PDIP, dan Soekarnoisme

25 Juni 2020   12:38 Diperbarui: 25 Juni 2020   12:35 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU HIP, PDIP dan Soekarnoisme

Mencermati ulasan dari para pakar, seperti  Refly Harun, Rocky Gerung dan Irman Putra Sidin, saya dapati kesimpulan mereka sejalan dengan hipotesa saya soal RUU HIP. Yakni PDIP di bawah Megawati Soekarno Putri sedang mencoba memperjuangkan kebangkitan kembali Soekarnoisme. Namun hal itu gagal total.

Ada satu bagian dari inti  ajaran Bung Karno, yakni Nasakom,  alias Marhaenisme, yang menjadi titik resistensi bagi massa. Terutama kelompok muslim. Tentu saja, itu adalah bagian kom-nya.

Bung Karno, tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau sebagai salah satu Founding Parents bangsa kita, sejak muda memang hobby pada dogma syncretisme. Ajaran yang menyatukan berbagai ajaran lain.
Pada faktanya, kaum agamis dapat dengan mudah berbhinneka tunggal ika dengan kaum nasionalis. Karena mereka bisa seiring sejalan tanpa harus berbenturan. Sebagian kaum agamis malah berpendapat bahwa mencintai bangsa adalah sebagian dari iman.
Sebaliknya, kaum agamis tidak akan pernah bisa bersatu dengan kaum komunis. Karena komunisme telah diidentikkan dengan atheisme. Komunisme menolak ajaran ketuhanan.

Beberapa pembela komunisme mencoba mengatakan bahwa komunis belum tentu juga adalah atheis. Tetapi tentu pledoi itu dengan mudah dapat dipatahkan dengan membuka 'kitab suci' kaum komunis, antara lain yang berjudul Das Kapital dan Communism Manifesto, karangan 'nabinya' orang komunis, yakni Karl Mark. Di sono jelas ditabalkan bahwa "agama adalah candu rakyat".

MUI, NU, MUHAMMADIYAH, FPI, dan banyak lagi elemen masyarakat muslim yang kemudian menolak keras RUU HIP. Parpol pendukung koalisi pun langsung cabut cantik. Takut ketiban sial hantu komunis. Resikonya memang terlalu besar. Bisa kehilangan suara 80 persen penduduk muslim Indonesia. Belum lagi dihitung resistensi dari kaum agamawan lain. Resiko kehilangan suara jauh lebih berbahaya dari pada resiko dianggap tidak setia kawan oleh PDIP selaku partai politik berkuasa. Opportunitas yang merupakan asas berparpol di mana pun di dunia ini, memang mengajarkan begitu.

Tinggallah PDIP, sebagai partai pengusul, sendirian dalam kebingungan. Apalagi belakangan, Presiden Joko Widodo meminta agar DPR menunda pembahasan RUU HIP itu. Padahal sudah disepakati oleh DPR untuk masuk Prolegnas. PDIP gatot. Gagal total mengusung Soekarnoisme gaya baru. Isi lama.

Masih relevankah ide-ide dan buah pemikiran Bung Karno untuk diterapkan di masa kini?

Jawabannya sudah jelas. Ada banyak sekali ajaran Bung Karno yang masih dan akan tetap relevan untuk kita terapkan. Ide beliau soal ketuhanan, kemanusiaan, nasionalisme, paham kerakyatan, soal keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat; kesemuanya itu adalah ide cemerlang nan sakti yang harus kita pertahankan. Karena ide-ide itu sudah terbukti mampu mempersatukan dan memerdekakan bangsa ini dari penjajahan para kolonialis. Tentu saja semua itu adalah berkat rahmat Allah yang maha kuasa, dengan didukung oleh segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Disertai dengan keinginan yang luhur, untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.

Akan tetapi, ide beliau yang ingin memberi ruang bagi tumbuh kembangnya komunisme di Indonesia, tidak dapat kita terima.
Buktinya, komunis dan komunisme sudah dilarang berdasarkan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Dan TAP tersebut tidak/belum pernah dicabut. Artinya, masih berlaku sampai tulisan ini disusun.

Dan ketika ide Nasakom itu kembali diusung oleh PDIP secara konstitusional, paling tidak bisa kita lihat dari Pasal 7 RUU HIP itu, soal Pancasila, Trisila dan Ekasila, timbul perlawanan. Dan pasal inilah yang paling banyak menimbulkan  keberatan dari masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun